Obituari

Gus Nadir: Wafatnya Prof KH Ali Yafie Mengiris-iris Batin Kita

Ahad, 26 Februari 2023 | 09:30 WIB

Gus Nadir: Wafatnya Prof KH Ali Yafie Mengiris-iris Batin Kita

Prof KH Ali Yafie dan Prof KH Nadirsyah Hosen. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) 1991-1992 Prof KH M Ali Yafie wafat pada Sabtu (25/2/2023) malam di RS Premier Bintaro, Tangerang Selatan, Banten. Kabar duka tersebut tentu menyisakan duka mendalam bagi segenap Nahdliyin dan bangsa Indonesia.


"Wafatnya Prof KH Ali Yafie mengiris-iris batin kita," kata Rais Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Australia dan Selandia Baru Prof KH Nadirsyah Hosen melalui akun media sosialnya pada Ahad (26/2/2023).


Gus Nadir pun memohon kiriman Al-Fatihah untuk Almarhum Kiai Ali Yafie. "Lahul Fatihah," tulisnya.


Gus Nadir mengaku pernah menyaksikan perdebatan para ahli fiqih di MUI dan acara Departemen Agama tempo dulu. Kiai Ali Yafie dan Abah saya (Prof KH Ibrahim Hosen) sama-sama aktif di MUI era orde baru.


"Keduanya ahli fiqih. Keduanya berakrobat secara fiqih menjaga agar kebijakan Pemerintah Soeharto tidak merugikan dan menyengsarakan umat Islam," tulisnya.


Gus Nadir menyampaikan bahwa keterlibatan Kiai Ali Yafie yang asli produk pesantren di panggung nasional membawanya pada gagasan Fiqih Sosial. Namun, ia melihat perbedaan fiqih sosial yang dibawa Kiai Ali Yafie dan KH Sahal Mahfudh.


"Berbeda dengan KH Sahal Mahfud (yang kemudian juga menjadi Ketum MUI dan Rais 'Aam PBNU), gagasan Fiqih Sosial Kiai Ali Yafie bercorak struktural, sedangkan Kiai Sahal lebih bercorak kultural. Namun muara keduanya sama: kemaslahatan umat," ungkapnya.


Gus Nadir juga mengaku pernah melihat langsung perdebatan ilmiah antara Kiai Ali Yafie dan KH Ma'ruf Amin mengenai haji. "Dengan santun tapi tegas, keduanya menyampaikan argumen fiqih masing-masing," kenang Guru Besar Hukum di Universitas Monash Australia itu.


Lebih lanjut, Gus Nadir mengatakan bahwa para ulama di PBNU dan MUI memang ulama yang menonjol kualitasnya. Karya dan pemikirannya jelas terekam dalam tulisan maupun forum ilmiah. "Sekarang seolah kita mengalami krisis ulama mumpuni di berbagai level," katanya.


Bayangkan, saat tahun 1991 menerima gelar Profesor dari Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta, Kiai Ali Yafie dalam orasi ilmiahnya sudah bicara soal fiqih lingkungan hidup. "Saat umat masih sibuk soal fiqih ibadah, beliau sudah melempar gagasan yang melampaui kajian fiqh klasik. Sepeninggal Abah saya, beliau didaulat menjadi Rektor IIQ Jakarta," katanya.


Wafatnya Kiai Ali Yafie, menurut Gus Nadir, seolah menjadi tanda peralihan ke generasi ahli fiqih di era digital. Ia berharap akan muncul penerus keahlian Kiai Ali Yafie.


"Semoga akan muncul penerus kepakaran beliau dari rahim Ibu Pertiwi, yang santun, alim, lentur dalam berpendapat tapi kokoh dalam bersikap. Selamat jalan Kiai," pungkas Gus Nadir.


Diketahui, Kiai Ali Yafie lahir pada tahun NU berdiri, 1 September 1926. Kepakarannya di bidang agama membawanya diangkat sebagai Rais 'Aam PBNU dan Ketua Umum MUI, selain banyak amanah lainnya di berbagai bidang.


Pewarta: Syakir NF
Editor: Muhammad Faizin