Obituari

In Memoriam Kiai Noer Muhammad Iskandar, Kena Sodok Tongkat Kiai Muslih Mranggen

Sen, 14 Desember 2020 | 07:00 WIB

In Memoriam Kiai Noer Muhammad Iskandar, Kena Sodok Tongkat Kiai Muslih Mranggen

Almarhum Kiai Noer Muhammad Iskandar SQ (Foto: NU Online)

Demak, NU Online

Duka cita para alumni Pesantren Futuhiyyah Mranggen, Demak, Jawa Tengah seakan tak berkesudahan karena baru saja ditinggal pengasuh almamaternya, KH Muhammad Hanif Muslih beberapa hari lalu bertambah panjang dengan meninggalnya KH Noer Muhammad Iskandar SQ yang juga alumnus Pesantren Futuhiyyah.

 

Wakil Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah Muhammad  Sochib menceritakan kepada NU Online tentang almarhum Kiai Noer Muhammad pernah ngaji kilatan di Futuhiyyah sebanyak tiga kali saat Kiai Muslih membaca kitab Muhadzab, Sohih Buchori, dan Sohih Muslim.

 

"Pada saat mendampingi santri-santri As-Shiddiqiyah Jakarta yang diasuhnya, Kiai Noer bersilaturahim ke Futuhiyyah beliau mengatakan, dari ngaji kilatan tiga kitab itu saya mendapat berkah yang besar dari Mbah Muslih," kata Sochib yang juga alumnus Futuhiyyah menirukan ungkapan Kiai Noer Muhammad Iskandar, Ahad (13/12).

 

Disampaikan, di antara berkah itu sebagaimana diungkapkan almarhum adalah keberadaan Pesantren As-Shiddiqiyah Kedoya dan beberapa cabangnya yang sangat dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. 

 

"Karena itulah jalinan silaturrahim As-Shiddiqiyah Jakarta dengan Futuhiyyah Mranggen diupayakan dengan sekuat tenaga jangan sampai putus," ujarnya.

 

Dijelaskan, beberapa kali almarhum Kiai Noer Muhammad mengajak santrinya untuk bersilaturrahim ke Futuhiyyah begitu juga sebaliknya. 

 

Dikatakan, berkah besar lainnya yang diperoleh almarhum saat mondok untuk ngaji kilatan di Futuhiyyah adalah ketika jidatnya kena sodok tongkatnya Mbah Muslih hingga berdarah dan bekas lukanya membekas. 

 

"Tentu saja Kiai Muslih tidak sengaja menyodok jidat santrinya itu. Bahkan  secara diam-diam sambil mondok almarhum Noer Muhammad ingin mengetahui rahasia kiai Muslih dalam mengatur waktu, rasanya ada yang aneh dan luar biasa, sepanjang hari, pagi hingga larut menjelang dini hari, pukul 24.00 Kiai Muslih ngaji tanpa putus, kemudian pukul 03.00. sudah berada di masjid  untuk persiapan shalat shubuh dan membangunkan santri.

 

Pertanyaannya, kapan waktu istirahat untuk tidur?, maka Noer Muhammad sengaja mencari tahu kapan Kiai Muslih bangun dari tidur malam. Caranya, Kiai Noer tidur di pintu masjid pondok yang biasa dilewati Kiai Muslih untuk mengimami shalat subuh berjamaah bersama santri. Harapannya supaya terbangun dari tidur ketika kiai Muslih lewat untuk subuhan.

 

Setelah selesai ngaji, Noer Muhammad tidur di pintu masjid, suasana sepi dan gelap, lampu dimatikan. Saat menikmati mimpi indah terbangun karena terasa ada benda tumpul (kayu) tiba-tiba menyodok jidatnya hingga terluka dan berdarah. Ternyata benda tumpul itu tongkat Kiai Muslih yang dijadikan panduan untuk  berjalan di tengah kegelapan.

 

"Kiai Muslih baru tahu kalau tongkatnya menyodok jidat santri ketika Noer Muhammad mengaduh, saat itu waktu baru menunjukkan pukul setengah satu lebih sedikit. Sambil menahan rasa sakit Noer Muhammad meminta maaf karena menghalangi jalan kiainya," kata Sochib.

 

Pagi harinya lanjutnya, Noer Muhammad dipanggil Kiai Muslih, rasa takut menghantui hatinya, karena telah lancang ingin tahu bangun tidurnya kiai yang dikagumi dan mengganggu perjalanan kiai saat akan masuk masjid . 

 

"Di luar dugaan, Kiai Muslih tidak marah, tetapi dengan nada lembut menyampaikan kepada Noer Muhammad untuk segera pulang dan bersiap membangun pondok untuk membimbing msyarakat," ucapnya.

 

Di kemudian hari, Kiai Noer Muhammad mencatat sejarah yang fenomenal dan monumental, yakni mendirikan pesantren besar di Kota Metropolitan, ibukota negara Jakarta yakni pesantren As-Shiddiqiyah.

 

"Selain berhasil membangun pesantren, almarhum Kiai Noer Muhammad Iskandar juga menjadi mubaligh kondang dan kiai besar. Itu semua diakui karena berkah dari gurunya, termasuk sodokan tongkat Kiai Muslih di jidatnya," pungkas Sochib.

 

Kontributor: Samsul Huda
Editor: Abdul Muiz