Obituari

Mas Anam, Berdedikasi dalam Menggerakkan Literasi

Kam, 24 Juni 2021 | 13:15 WIB

Mas Anam, Berdedikasi dalam Menggerakkan Literasi

Almarhum Ahmad Khoirul Anam di ruang Redaksi NU Online lantai 5 PBNU Jalan Kramat Raya 164 Jakarta. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Literasi semakin menemukan posisi pentingnya dalam pergulatan wacana dan informasi di tengah perkembangan teknologi digital seperti saat ini. Kenyataan tersebut memberikan motivasi lebih pada diri Ahmad Koirul Anam (40) untuk terus melakukan edukasi literasi melalui konten-konten yang baik, entah itu di media sosial maupun di internet secara luas.

 

 

Beliau dedikasikan gerakannya itu dalam wadah Gerak Literasi Indonesia. Di situ Mas Anam, beliau karib disapa, menjadi pelopor sekaligus Direktur Eksekutifnya. Puncak pengabdian Mas Anam dalam dunia literasi tentu saja tidak ujug-ujug (tiba-tiba). Pengalamannya selama menggawangi NU Online sejak tahun 2003 memberikan bekal berharga untuk menghadapi tradisi dan budaya baru, ekosistem digital.


Pada awal-awal NU Online berdiri tersebut, tradisi menulis digencarkannya kepada aktivis-aktivis muda NU dan pesantren. Mas Anam melihat bahwa penguasaan literatur keislaman para alumnus pesantren menjadi potensi besar untuk memberikan edukasi keagamaan yang baik dan benar di media online, justru ketika warga NU belum terlalu familiar dengan perkembangan website.


“Pikiran dan hidup Mas Anam tercurah untuk NU Online. Dia berpikir bagaimana NU Online mempunyai banyak kontributor dan wartawan saat itu,” ujar Direktur NU Online Savic Ali saat memberikan testimoni tentang sosok Mas Anam sesaat setelah melaksanakan sholat jenazah, Kamis (24/6) di kediaman rumah duka, Perumahan Yuda Garuda, Pondok Petir, Bojongsari, Depok, Jawa Barat.


Gerak literasi yang menancap pada diri pribadi Mas Anam juga berangkat dari aktivitas menulisnya di Pesantren Ciganjur asuhan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Bersama santri-santri lain saat itu, Mas Anam menggerakkan Majalah Pesantren Ciganjur. Isu, tema, dan pemikiran progresif terkait kebudayaan dan Islam tercurah dalam majalah tersebut.

 

Dia juga open (mengurusi) anak-anak muda dalam rangka membentuk jurnalis-jurnalis baru di lingkungan NU dan pesantren dengan cara kaderisasi dan melakukan pelatihan-pelatihan jurnalistik.

 

“Saya bersentuhan dengan Mas Anam praktis saat NU Online berdiri karena ketika itu sudah banyak santri Ciganjur yang magang di NU Online. Beliau generasi kedua yang menjadi penjaga gawang bertahun-tahun di NU Online,” jelas Savic Ali.


Pengajian-pengajian kitab-kitab secara daring (online) yang sekarang ini menjadi tren di media sosial bahkan sudah dilakukan oleh Mas Anam kala awal-awal di NU Online. Saat itu beliau turut menggerakkan pengajian kitab bersama kiai-kiai NU, termasuk dengan KH Abdul Mun’im DZ (Pendiri NU Online) dan mengabarkan hasil-hasil tentang kajian-kajian ilmu falak bersama begawan falakiyah PBNU, KH A. Ghazalie Masroeri.


Sebelum menjamur media-media online seperti sekarang, gerak-gerak literasi yang dilakukan Mas Anam juga tercurahkan dalam Koran Duta Masyarakat sebagai wartawan. Beliau juga aktif mengisi artikel opini di media-media nasional seperti Harian Kompas.


Peran-peran Mas Anam tidak hanya bergerak di bidang literasi, tetapi juga dunia akademik. Beliau aktif sebagai Ketua Program Studi Ahwalus Syakhsiyah di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta. Di kampus kebanggaan warga NU itu, beliau juga mendirikan Pusat Studi Halal (PSH) Unusia.


Pengabdiannya bukan hanya tercurah untuk NU, tetapi juga untuk Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dalam wadah MUI, Gerakan-gerakan literasi kembali beliau bangkitkan dengan aktif di Komisi Informasi dan Komunikasi (Infokom) MUI Pusat sebagai Wakil Sekretaris yang bergerak dalam Kelompok Kerja (Pokja) Media Sosial. Beliau juga aktif menggerakkan website MUI Pusat.


Selain itu, Mas Anam juga aktif menggerakkan literasi berbasis media sosial di berbagai forum, baik pemerintah, akademik, kampus, dan aktivis-aktivis muda NU.


“Hari ini kita kehilangan satu teman, satu saudara yang saya kira peran-perannya tidak mudah digantikan oleh kita-kita,” ungkap Savic Ali.


Selain Savic Ali, hadir juga memberikan testimoni, pihak Lurah Pondok Petir, pihak keluarga, pihak PBNU, pihak MUI Pusat yang diwakili oleh Asrori S. Karni, dan perwakilan dari Himpunan Alumni Lirboyo yang diwakili oleh Ustadz M. Farid Firadus.


Ahmad Khoirul Anam lahir di Gresik, Jawa Timur pada 29 Desember 1981. Ia meninggal pada Kamis (24/6/2021) di Rumah Sakit Sari Asih Ciputat, Tangerang Selatan, Banten sekitar pukul 08.00 WIB pagi.


Setelah dimandikan dan disholatkan, jenazah Mas Anam langsung dibawa ke kampung halaman di Desa Kalirejo, Dukun, Gresik setelah zuhur dan dimakamkan di sana.


Selamat jalan Mas Anam, Lahul Fatihah…


Penulis: Fathoni Ahmad
Editor: Kendi Setiawan