Opini HUMAM RIMBA PALANGKA

Batik dan Songkok Gus Dur

Ahad, 29 Desember 2013 | 12:00 WIB

Bulan Desember, peringatan wafat (haul) KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur)dilakukan warga Nahdliyin dimana-mana dengan ragam cara. Kelompok lain pun turut serta memperingati nya, misalnya Katolik, Protestan, Budha, kelompok difabel, mahasiswa, etnis Tionghoa dan lain sebagainya.
<>
Mereka sudah menganggap bahwa Ketua Umum PBNU periode 1984-1999 sudah menjadi milik semua orang karena perjuangan beliau selama ini.

Semasa hidupnya, Gus Dur selalu memperjuangkan hak-hak masyarakat yang seringkali diabaikan negara. Semangat Gus Dur dilandasi dengan Undang-Undang Dasar negara ini. Ambil contoh mislanya pembelaannya terhadap etnis Tionghoa. Selama 32 Tahun kebudayaan Tionghoa dilarang untuk tampil dikalangan umum. Hingga sampai kemudian Gus Dur memperbolehkannya.

Alasan diperbolehkannya adalah Gus Dur menyadari bahwa adanya kebudayaan Tionghoa merupakan salah satu bentuk ragam budaya negara Indonesia yang tercantum dalam Bhineka Tunggal Ika.

Batik dan Songkok

Apa yang kemudian diingat dari sosok Gus Dur, selain warisan pemikiran, adalah kesederhanaannya. Bila kita lihat Gus Dur semasa Hidupnya, kemana-mana selalu memakai batik dan peci atau songkok yang terbuat dari akar pohon yang tumbuh di Indonesia. Jarang sekali Gus Dur berpakaian mewah bagaikan seorang pejabat yang sedang melakukan kunjungan dinas.

Penulis melihat bahwa Gus Dur ingin memberikan contoh kepada masyarakat bangsa Indonesia dengan konsep kesederhanaan di dalam menjalani kehidupan ini. Tidak usah bermewah-mewahan karena masih banyak orang yang berada di garis kemiskinan. Sementara ketika seseorang bermewan-mewahan, seringkali orang tersebut akan lupa dengan jati dirinya dan sumber tradisi yang melingkupi kehidupannya selama ini.

Selain batik, peci atau songkok selalu melekat. Penutup kepala itulah yang kemudian menjadi ciri khas sosok Gus Dur kemanapun ia pergi dan melawat. Jarang sekali ia memakai peci warna hitam sebagaimana umumnya yang dipakai oleh orang-orang Muslim selama ini. Atau oleh para pejabat ketika dalam sebuah pengambilan foto bersama setelah dilantik oleh kepala negara.

Bagi Gus Dur, peci yang selalu ia kenakan merupakan bagian dari simbol tradisi yang tidak bisa ditinggalkan. Tradisi pesantren merupakan tempat dimana selama ini peci selalu melekat dalam diri para santri, baik ketika di pesantren maupun ketika sudah pulang kemasyarakat. Jangan heran jika ada peci atau songkok menjadi simbol bagi orang-orang yang nyantri di pesantren. Hampir setiap hari tidak pernah lepas dari peci.

Dari peci, Gus Dur akan selalu ingat terhadap lingkungan yang membentuknya dan tidak akan bisa ditinggalkannya selama ini meskipun beliau menjadi seorang Presiden. Kesederhanaan yang diterapkan dalam pendidikan pesantren, terbawa oleh Gus Dur ketika menjadi pemimpin negeri ini. Istana kepresidenan benar-benar dibuka untuk semua kalangan dari berbagai lapisan masyarakat. Para kiai, pendeta, biksu, pejabat, masyarakat kecil, mahasiswa dan lain sebagainya. Bahkan menurut cerita, Gus Dur seringkali berbincang-bincang dengan tamunya hingga larut malam. Sebuah kondisi yang tidak ditemukan pada masa kepresidenan sebelumnya.

Darimana ia memperoleh dan menemukan keterbukaan dan kesederhanaan itu. Tidak lain adalah pesantren Tebuireng Jombang, yang didirikan kakeknya, Hadroutus Syekh KH Hasyim As’ari, pendiri Nahdlatul Ulama.

Peci yang dipakai oleh Gus Dur pun terlihat sederhana dan memiliki unsur seni yang indah. Karena peci ini dibuat dari akar pohon. Konsep kesederhanaan dan keterbukaan yang dijalani oleh Gus Dur itulah menjadikan ia mudah diterima oleh semua lapisan masyarakat. Dari mulai pejabat, agamawan, pengusaha dan masyarakat minoritas.

Dengan kehidupan yang sederhana dan suka bergaul dengan semua kalangan menjadikan Gus Dur oleh KH. Husein Muhammad menyebutnya sebagai Sang Zahid atau ahli zuhud. Perilaku seseorang yang dilandasi dengan sifat kesederhanaan dan tidak menyukai kehidupan bermegah-megahan dan selalu memperjuangkan kelompok yang tertindas baik oleh kebijakan, kekuasaan ataupun oleh hukum di negeri sendiri.