Opini

64 Tahun Mengabdi: Membaca Ulang Strategi PMII Mendunia

Kam, 18 April 2024 | 11:11 WIB

64 Tahun Mengabdi: Membaca Ulang Strategi PMII Mendunia

Lambang PMII (Ilustrasi: NU Online)

Oleh Muh Afit Khomsani

Keterlibatan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dalam gerakan pemuda internasional sudah dimulai jauh sejak organisasi ini berdiri. Mengutip Ahmad Hifni, PMII telah menjadi organisasi mahasiswa yang sudah berpengaruh di ‘usia muda’, di mana PMII telah banyak menginisiasi gerakan kepemudaan, baik pada level nasional maupun internasional. Misalkan, pada September 1960 Said Budairi -Sekretaris Umum PP PMII- menjadi delegasi pemuda Indonesia dalam Konferensi Pembentukan Panitia Internasional Forum Pemuda Sedunia atau Constituent Meeting for the Youth Forum di Moskow. Pada saat yang sama, Ia juga melakukan konsolidasi dengan mahasiswa NU di Mesir untuk merumuskan gerakan pemuda NU di luar negeri (Ahmad Hifni, Menjadi Kader PMII, 2018) Menindaklanjuti inisiaitif tersebut, Ketua I PP PMII Chalid Mawardi kemudian mewakili organisasi untuk hadir pada the 1961 International Youth Forum di Moskow pada Juni 1961.


PMII juga menjadi bagian dalam gerakan pemuda global untuk merespons dinamika politik dan keamanan di Palestina. Pada Maret - April 1965, beberapa delegasi PMII seperti Mahbub Junaidi (Ketua Umum PP PMII) dan Chotibul Umam menghadiri International Seminar yang diinisiasi oleh the General Union of Palestine Students (GUPS) pasca berdirinya the Palestine Liberation Organization (PLO) pada 1964 serta merespon konflik Palestina-Israel di Tanah Yerusalem. Diwakili oleh Abdurrahman Saleh dan Siddiq Muhtadi, PMII juga menjadi inisiator lahirnya biro mahasiswa dalam Organisasi Islam Asia-Afrika (OIAA) (Fauzan Alfas, PMII dalam Simpul-Simpul Sejarah Perjuangan, 2015). Sebagaimana diketahui, OIAA merupakan follow-up dari Konferensi Islam Asia-Afrika di Bandung pada Maret 1965, sebuah gerakan non-blok alternatif dan pertemuan umat Islam dari negara-negara di wilayah Asia dan Afrika untuk melawan praktik kolonialisme Barat. Lainnya, PMII juga menjadi bagian dari organisasi World Assembly of Youth atau WAY yang mempunyai fokus pada pengembangan kapasitas kepemimpinan pemuda internasional. 


Meskipun demikian, intensitas partisipasi PMII di tingkat internasional sedikit menurun ketika Indonesia mengalami transisi politik pada akhir 1960an. Situasi sosial politik era Orde Baru memaksa PMII untuk fokus pada dinamika dalam negeri dan internal organisasi. Praktis, dekade 1970an hingga awal 1990an menunjukkan kesibukan PMII dalam menata internal organisasi akibat restrukturisasi ideologi negara dan peliknya politik otoritarian Suharto.


Hingga pada akhirnya, pembelajaran penting dari era Orde Baru memberikan refleksi bagi PMII untuk merumuskan ulang paradigma organisasi, termasuk pentingnya melihat dinamika relasi antarnegara yang tengah berkembang dan kontribusi pemuda di dalamnya. Beberapa inisiasi PB PMII pasca era reformasi berhasil menunjukkan kepada dunia bagaimana peran PMII. Penulis mencatat beberapa international events yang diprakarsai oleh PB PMII, seperti ASEAN Youth Leaders Forum (2002), Asia Pacific Interfaith Youth Meeting (2010), dan ASEAN Plus 8 Youth Assembly (2013) (Hanifah Rahadianty Kusmana dalam Dwi Winarno, Refleksi 60 Tahun PMII: Harapan dan Tantangan, 2020). Capaian PMII lainnya adalah pembentukan Pengurus Cabang Internasional (PCI) PMII di beberapa negara seperti Jerman, Maroko, dan Tiongkok, delegasi Indonesia dalam Forum Youth 20 (Y20) Group of Twenty Indonesia 2022, ASEAN Youth Interfaith Camp, dan lainnya.


Implementasi Nilai, Prinsip, dan Ajaran Organisasi
Internasionalisasi atau globalizing PMII adalah wujud implementasi dari prinsip, nilai, dan ajaran organisasi itu sendiri. Paham dan ajaran Ahlusunnah wal Jamaah atau Aswaja tidak cukup hanya dimaknai sebagai pedoman dalam ritus sakral semata. Lebih dari itu, Aswaja harus dijadikan sebagai metode berpikir keagamaan yang lebih terbuka, adaptif, toleran, mencakup semua aspek kehidupan manusia, dan tidak terbatas sekat ruang dan waktu.


Lainnya, Nilai Dasar Pergerakan atau NDP PMII sebagai kalimatun sawa (tali pengikat) mengajarkan bahwa penting untuk menjaga hubungan baik antarsesama manusia atau hablum minannas. Sudah seharusnya bahwa kita sadar akan kelebihan kekurangan sebagai manusia sehingga harus saling menghormati, tolong-menolong, dan bekerja sama untuk mewujudkan tatanan kehidupan bersama. Paham tersebut menekankan bahwa tidak ada lagi superioritas, dominasi, dan subversi antarmanusia di dunia, yang ada hanya persamaan dan keadilan untuk semua. Dalam konteks ini, globalizing PMII dan diaspora PMII sama dengan membuka cara pandang masyarakat luas dan internal organisasi untuk secara inklusif menerima fakta historis dan sosiologis tentang multikulturalisme dan perbedaan yang ada.


PMII selalu berpegang teguh pada moderatisme dan keseimbangan -tidak konservatif dan tidak pula liberal- dalam hal apapun. Sejak lahirnya hingga kini, PMII meyakini bahwa kehidupan beragama tidak boleh hanya terjebak pada simbol formal dan eksklusivitas keagamaan, melainkan harus mencapai inti dan substansi dari agama itu sendiri. Dalam Islam misalnya, agama harus hadir sebagai rahmat lil alamin, ramah, penuh kedamaian, dan membawa keselamatan semesta, bukan teror, kebencian, apalagi kekerasan atas nama agama.


PMII melihat bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara harus diposisikan secara tepat, tidak sebagai ultranasionalisme berlebihan, atau liberalisme ekstrem. PMII tidak sepakat adanya dominasi struktur kekuasaan negara atas segalanya, termasuk membatasi -bahkan menolak- ekspresi keagamaan. Sebaliknya, negara harus melindungi, mendukung, dan memfasilitasi kehidupan beragama semua warga negaranya. Negara dan agama harus diletakkan dalam konsep nation-state yang secara bersama-sama terikat dengan loyalitas dan solidaritas umum serta menyatu dalam wawasan kebangsaan yang terikat pada fakta historis masa lalu dan konteks saat ini (Ahmad Hifni, Menjadi Kader PMII, 2018). Keyakinan akan gagasan dan konsep inilah yang kemudian dapat menjadi modal penting dalam ‘menduniakan’ PMII sekaligus mempromosikan PMII, Islam, dan Indonesia.


Internasionalisasi PMII: Peluang dan Tantangan
Melakukan rancang bangun gerakan PMII di level internasional penting untuk melihat dan belajar dari para pendahulu. Mulai dari Perang Dingin Barat – Uni Soviet hingga konflik antara Israel dan Palestina, para senior PMII secara cerdas melihat peluang dan dan celah apa yang dapat diisi oleh kelompok pemuda Indonesia, termasuk PMII. Hal tersebut banyak dipengaruhi oleh adanya komitmen terhadap nilai perjuangan organisasi, kemampuan PMII untuk menangkap informasi secara utuh tentang perkembangan politik internasional dan keberanian untuk menyusun langkah konkret tentang peran apa yang dapat mainkan oleh PMII.


Jika kita sudah mempunyai modal historis dan ideologis, adalah vital untuk melanjutkan komitmen PMII tersebut. Meskipun demikian, PMII masih mempunyai dua pekerjaan besar untuk mempertegas visi besar organisasi, yaitu (1) merumuskan arah gerak organisasi dalam bidang hubungan internasional, dan (2) reformulasi kaderisasi yang berdaya saing global. Penulis mendasarkan dua hal tersebut pada fakta bahwa peluang internasionalisasi itu ada. Pertama adalah diaspora kader. Sebagai organisasi kaderisasi, pengembangan kualitas sumber daya kader yang unggul adalah prioritas PMII. Misalkan, peluang dan kesempatan untuk studi luar negeri dengan beasiswa, short course, student exchange, dan internship terbuka luas.


Internasionalisasi PMII berpotensi untuk membuka peluang bagi kader PMII untuk meningkatkan kualitas dan potensi diri dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, dan pada saat yang sama going abroad memberikan akses jaringan dan pengalaman yang berharga. Kedua, peningkatan kualitas kader akan berdampak positif pada organisasi. Kader dengan kualitas terbaik akan kembali dan membangun organisasi sesuai dengan bidang profesional mereka. Hal inilah yang kemudian akan meningkatkan value dan bargain bagi organisasi, termasuk dalam proses rekrutmen calon anggota.


Ketiga, globalizing PMII menunjukan bahwa PMII ada dan berkontribusi bagi dinamika politik internasional untuk memberikan rekomendasi dan alternatif bagi para aktor global dalam merumuskan kebijakan. Akan tetapi, keunggulan tersebut masih ramai pada aktivitas dan konsentrasi individu, bukan sebuah gerakan kolektif organisasi. Situasi ini tentu akan berdampak pada menguapnya potensi organisasi. Hal ini dipandang perlu untuk kemudian merumuskan ulang strategi menjadikan PMII mendunia. Tantangan ke depan adalah bagaimana PMII mampu merumuskan arah gerak organisasi dalam bidang hubungan internasional, serta merancang ulang format kaderisasi yang mendukung kapasitas kader untuk mampu bersaing secara global.


Peran PMII dalam Konteks Hubungan Internasional
Meskipun negara masih menjadi aktor dominan dan faktor yang paling menentukan dalam relasi antarnegara, kita tidak bisa menafikan bahwa terdapat aktor lainnya dalam hubungan internasional saat ini, yaitu aktor non-negara. Aktor non-negara meliputi organisasi pemerintah internasional, organisasi masyarakat sipil, korporasi multinasional, organisasi kepemudaan, kelompok lobi, organisasi keagamaan, dan sebagainya.


Dalam hal ini, PMII termasuk ke dalam aktor non-negara, di mana PMII mempunyai interaksi, pengaruh, dan kapasitas untuk memberikan dampak terhadap aktor utama, yaitu negara dalam proses pengambilan keputusan internasional. Interaksi merujuk pada kemampuan PMII untuk membangun komunikasi baik dengan aktor negara maupun aktor non-negara lainnya seperti jaringan organisasi pemuda internasional, lembaga donor, dan organisasi antarpemerintah internasional.


PMII juga mempunyai kekuatan untuk memengaruhi aktor-aktor utama dalam hubungan internasional, serta kapasitas untuk melakukan lobi, diplomasi, dan melakukan rekomendasi atas kebijakan yang ada. Hal ini tidak terlepas dari peran dan kontribusi PMII dalam pembangunan nasional dan keterlibatan PMII dalam agenda-agenda internasional lainnya.


Setidaknya terdapat beberapa hal penting yang harus dilakukan PMII: pemetaan isu-isu penting prioritas dalam hubungan internasional, partisipasi dalam gerakan dan jaringan internasional, serta penataan ulang kurikulum kaderisasi organisasi, secara berjenjang dari tingkat dasar hingga ke tingkat tinggi. Pertama, PMII perlu untuk melakukan mapping terhadap isu apa yang penting menjadi perhatian dan prioritas agenda kerja PMII. Hal ini bisa merujuk pada prioritas kebijakan politik luar negeri pemerintah Republik Indonesia dan pembacaan PMII atas hal penting lainnya.


Kedua, PMII perlu untuk secara aktif menjadi inisiator gerakan pemuda internasional dalam merespon isu-isu global. PMII dapat melakukan konsolidasi dan mengumpulkan simpul organisasi kepemudaan di tingkat internasional guna menyuarakan realitas perkembangan dunia. Ketiga adalah penting untuk melakukan peninjauan ulang kaderisasi organisasi di segala tingkatan untuk mempersiapkan kader dan anggota yang berdaya saing global. Misalkan adalah menjadikan pengembangan kemampuan bahasa asing, dan pengembangan soft skills lainnya sebagai materi pokok kaderisasi formal, termasuk injeksi pengetahuan umum berdimensi global pada proses kaderisasi PMII. Pada akhirnya, upaya di atas merupakan ikhtiar untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas kader yang juga akan berdampak pada kemajuan organisasi


Untuk Mu Satu Tanah Airku,
Untuk Mu Satu Keyakinanku,
Dirgahayu 64 Tahun PMII
.

 

Penulis adalah Pengurus Bidang Hubungan Luar Negeri dan Jaringan Internasional PB PMII