Opini

Lagu ‘Aisyah Istri Rasulullah’ dan Moderatisme Sikap Kita

Sen, 27 April 2020 | 16:45 WIB

Lagu ‘Aisyah Istri Rasulullah’ dan Moderatisme Sikap Kita

Banyak kalangan tertarik membuat cover atas lagu asal Malaysia itu dengan beragam kreativitas dan inovasi. (Ilustrasi: sampul video pedangdut Via Vallen di saluran Youtube)

Saat ini di tengah merebaknya wabah virus Corona, ada fenomena lain yang menyita banyak perhatian publik. ‘Lagu ‘Aisyah’ atau yang lebih populer sekarang dengan lagu berjudul ‘Aisyah Istri Rasulullah tengah viral di media sosial setelah dicover oleh banyak musisi dan publik figur terkenal seperti Sabyan Gambus, Syakir Daulay, dan Via Vallen.

 

Namun, lirik lagu itu mendapat sorotan negatif dari berbagai pihak yang menilai pembuat lirik lagu tersebut berlaku su’ul adab (kurang ajar) lantaran tidak menyertakan kata “Sayyidah” atau “Siti” di depan nama “’Aisyah”. Mereka menilai hal itu menunjukkan tiadanya rasa hormat kepada istri Rasulullah shaallahu alaihi wa salam.

 

Pertanyaannya, apakah memang benar demikian bahwa menyebut istri Rasulullah seperti ‘Aisyah tanpa menyertakan ”Sayyidah” atau “Siti” merupakan su’ul adab (kurang ajar) karena berarti tidak menghormatinya? Secara pribadi penulis berpendapat ada banyak cara menghormati istri Rasulullah seperti ‘Aisyah selain dengan menyertakan kata “Sayyidah” atau “Siti” di depan namanya. Untuk itu diperlukan sikap moderat menghadapi keragaman cara itu.

 

Riwayat Lagu ‘Aisyah

Komposisi lagu dengan judul Aisyah” dibuat Razif Bin Zainuddin aka Razif. Demikian pula liriknya digubah oleh Razif sendiri. Razif adalah seorang penyanyi asal Malaysia yang tergabung dalam Project Band. Lagu ini dirilis pada tahun 2017 silam. Lirik asli lagu ini dirangkai sedemikian rupa yang tidak ada hubungannya dengan ‘Aisyah istri Rasulullah, melainkan sekadar seorang perempuan biasa yang sangat dicintai oleh kekasihnya. Ada yang menduga karakter Aisyah dalam lagu ini tak lain adalah gambaran karakter istri Razif Bin Zainuddin aka Razif.

 

Oleh karena itu jika dalam lirik lagu yang asli tidak terdapat kata “Sayyidah” atau “Siti” adalah sangat wajar kerena sekali lagi memang tidak ada hubungannya dengan istri Rasulullah .

 

Di bawah ini adalah sebagaian dari lirik aslinya yang ditulis Razif Bin Zainuddin aka Razif sebagai berikut:

 

Mula-mula mula ku happy

Tiba-tiba dia sakitkan hatiku

Tak apalah terima kasihlah jadi kekasihku

Satu, dua, tiga ku cintamu

Kau hanya satu menjadi kekasihku

Berjanjilah padaku sayangku

Kau akan setia

 

‘Aisyah, jangan ragu-ragu dengan cinta ini

Jangan kau ragu-ragu ku jadi kekasihmu

Percaya padaku

Ku akan jadi yang terbaik untuk cintamu

‘Aisyah, aku sayang kamu aku rindu kamu

Tidur malamku sentiasaku mimpikan kamu

Kau hanya milikku untuk selamanya

 

Dalam perkembangan selanjutnya seorang Youtuber Malaysia bernama Hasbi Haji Muh Ali alias Mr. Bie menyanyikan ulang lagu ‘Aisyah dengan mengubah lirik itu menjadi versi religi dengan judul ‘Aisyah Istri Rasulullah. Dalam lirik lagu ini pun tidak terdapat kata Sayyidah di depan nama ‘Aisyah meskipun Hasbi Haji Muh Ali alias Mr. Bie adalah seorang Muslim.

 

Di Malaysia sebetulnya umat Islam di sana yang mayoritas Sunni bermadzhab Syafi’i biasa menyebut para istri Rasulullah dengan sebelumnya menyebut Sayyidah sebagai bentuk penghormatan kepada mereka. Meski demikian tentu kita tidak boleh menghakimi begitu saja kepada Hasbi Haji Muh Ali alias Mr. Bie sebagai seorang Muslim yang tidak menghormati istri Rasulullah sebab menunjukkan hubungan silsilahnya sebagai putri Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq dan sebagai istri Rasulullah itu sudah merupakan bentuk penghormatan sebagaimana hal ini juga dipraktikkan oleh para sahabat.

 

Di bawah ini adalah sebagaian dari lirik lagu ‘Aisyah Istri Rasulullah yang ditulis Hasbi Haji Muh Ali alias Mr. Bie sebagai berikut:

 

Mulia indah cantik berseri

Kulit putih bersih merahnya pipimu

Dia ‘Aisyah putri abu bakar

Istri Rasulullah

 

Sungguh sweet nabi mencintamu

Hingga nabi minum di bekas bibirmu

Bila marah nabi kan memanja

Mencubit hidungnya

 

Aisyah...

Romantisnya cintamu dengan nabi

Dengan baginda kau pernah main lari-lari

Selalu bersama hingga ujung nyawa

Kau di samping Rasulullah

 

Lagu ‘Aisyah versi bahasa Arab pun yang dinyanyikan oleh Mostafa Abo Rawash asal Mesir, dalam liriknya juga tidak terdapat kata “Sayyidah”. Padahal Muslim di Mesir itu bisa dikatakan sama dengan Muslim di Malaysia, yakni mayoritas Sunni yang bermadzhab Syafi’i. Di negeri-negeri Arab sendiri orang-orang Islam di sana memang tidak selalu menyebut istri Rasulullah dengan menyertakan “Sayyidah”.

 

Sebagian lirik lagi versi Arab itu adalah sebagai berikut:

سلام عليك يا عائشة

زوج رسول الله و ام المؤمنين

يا عائشة

يا ابنت الصديق

حبيب رسول الله

انت قلب محمد والروح

كالشمس تشرقين بالوجه الصبوح

يا امنا الحلم والمنى

نلقاكي في العلا

 

Dalam lirik lagu berbahasa Arab di atas tidak kita temukan juga kata “Sayyidah” setelah kata “Aisyah” padahal ‘Aisyah yang dimaksud dalam lirik lagu itu adalah istri Rasulullah . Namun demikian dalam lirik lagu tersebut disebutkan hubungan silsilah beliau baik dengan Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq maupun Rasulullah .

 

Artinya memang ada banyak cara menghormati para istri Rasulullah selain dengan menyertakan kata “Sayyidah” versi Arab dan “Siti” versi Jawa atau Indonesia. Para sahabat dan tabi’in Rasulullah sendiri tidak menggunakan kata “Sayyidah” ketika menyebut nama-nama istri Rasulullah . Hal ini dapat dilihat dalam redaksi isnad hadits Rasulullah seperti berikut ini:

 

عن عائشة زوج النبي صلى الله عليه وسلم أنها أخبرتنا أنها سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الطاعون...

 

Artinya, “Dari Sayyidah ‘Aisyah istri Nabi SAW, ia mengabarkan kepada kami bahwa ia bertanya kepada Rasulullah perihal tha‘un, ... (HR Ahmad)

 

Dalam teks asli penggalan hadits di atas, perawi hadits, yakni Imam Ahmad, menyebut musnid ‘Aisyah tanpa sebelumnya menyertakan kata “Sayyidah”. Tetapi Imam Ahmad menyebutkan hubungan kekerabatannya dengan Rasulullah sebagai istri. Hal ini juga merupakan cara lain menghormati istri Rasulullah di luar penyebutan “Sayyidah” atau “Siti”.

 

Menariknya dalam terjemahan bahasa Indonesia terhadap penggalan hadits diatas kata “Aisyah” diterjemahkan menjadi “Sayyidah Aisyah” dimana dalam teks Arabnya tidak ditemukan sama sekali kata سيدة. Ini artinya bahwa penggunaan “Sayyidah” untuk menyertai atau tidak menyertai nama istri Rasululah hanyalah masalah perbedaan budaya.

 

Dalam penggalan hadits lain disebutkan sebagai berikut:


عن عائشة رضي الله عنها زوج النبي صلى الله عليه وسلم أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يعتكف العشر الأواخر من رمضان حتى توفاه الله ثم اعتكف أزواجه من بعده

 

Artinya: Dari ‘Aisyah radhiallahu anha – istri Nabi,“Sesungguhnya Rasulullah melakukan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkan beliau, kemudian istri-istri beliau juga beri’tikaf setelah beliau wafat.” (HR Bukhari).

 

Dalam penggalan hadits di atas Imam Bukhari sebagai perawi hadits menyebut musnid “Aisyah” tanpa disertai dengan kata “Sayyidah” tetapi Imam Bukhari mengucapkan doa رضي الله عنها (semoga Allah meridhainya) setelah penyebutan namanya. Ini juga merupkan cara lain menghormati istri Rasulullah .


Di Indonesia khususnya Jawa terdapat budaya kebangsawanan Islam seperti “Gus” dan “Ning” untuk menunjukkan anak turun kiai atau ulama dalam masyarakat pesantren. Pesantren memang merupakan sub-kultur tersendiri sebagaimana dinyatakan Gus Dur. Mereka pada umumnya menggunakan “Siti” atau “Sayyidah” di depan nama istri Rasulullah untuk menujukkan keningratan dalam hubungan silsilahnya dengan Rasulullah dan memberikan penghormatan. Cara ini sedikit banyak dipengaruhi oleh tradisi pesantren dalam kaitannya dengan budaya keningratan Islam mereka.

 

“Siti” merupakan padanan kata dengan “Sayyidah” dalam bahasa Arab. Sedangkan di Arab budaya kebangsawanan Islam bisa dilacak sejak kepemimpinan Islam menggunakan sistem kerajaan, yakni sejak Muawiyah bin Abu Sufyan sebagai khalifah menurunkan tahta kepemimpinan kepada putranya bernama Yazid bin Muawiyah. Budaya kebangsawanan umumnya menyertai sistem kerajaan sehingga pemimpin kerajaan atau raja umumnya mewariskan keningratan kepada anak turunnya.

 

Pada masa Rasulullah sendiri kebangsawanan Islam sebagai produk budaya tidak terbentuk sebab Rasulullah SAW bukanlah seorang raja sehingga merupakan hal biasa menyebut orang lain tanpa menyebut gelar kebangsawan tertentu kecuali menyebutkan kedudukan atau perannya di masyarakat seperti “umul mukminin” atau sekedar hubungan kekerabatan dengan orang-orang tertentu untuk menujukkan nasabnya seperti “Fathimah binti Muhammad” dan “Utsman bin Affan” dan sebagainya, tanpa menyebut embel-embel gelar kebangsawanan. Jadi memang setiap zaman dan setiap umat memiliki budaya masing-masing yang tidak selalu sama.

 

Dari seluruh urain di atas, dapat disimpulkan bahwa ada banyak cara untuk menghormati istri Rasulullah seperti ‘Aisyah. Sebagian orang menggunakan sebutan “Sayyidah” atau “Siti”. Sebagian yang lain hanya menyebut namanya tetapi diikuti dengan penyebutan nasab atau hubungan perkawinannya dengan Rasulullah . Sebagian yang lain lagi hanya menyebut namanya tetapi diikuti dengan doa beroleh keridhaan dari Allah subhanahu wa ta’ala. Perbedaan itu dipengaruhi oleh budaya masing-masing.

 

Fakta keragaman budaya itu sebaiknya membuka kesadaran kita untuk menghormati perbedaan cara menghormati istri-istri Rasulullah . Tidak sebaiknya kita memvonis seseorang sebagai su’ul adab (kurang ajar) semata-mata hanya ia berbeda cara menghormati dengan cara kita. Vonis semacam ini terlalu keras yang hampir mendekati sama kerasnya, katakanlah 1 atau 2 tingkat di bawah, dengan kaum Khawarij yang begitu mudah mengkafirkan sesama orang Islam hanya karena berbeda pandangan politiknya dengan mereka.

 

Demikian pula vonis itu bisa dikatakan hampir sama kerasnya dengan kaum Salafi Wahabi, atau di bawahnya sedikit, yang begitu mudah memvonis sesat (pelaku bid’ah) bagi yang mereka yang berbeda pemahaman tentang konsep bid’ah dan implementasinya dalam kehidupan beribadah sehar-hari.

 

Namun vonis su’ul adab (kurang ajar) yang pernah dilontarkan beberapa warganet di medsos terhadap para penulis lirik dan pelantun lagu ‘Aisyah Istri Rasulullah yang tanpa menyebut “Sayyidah” atau “Siti” telah mendatangkan hikmah tersendiri dengan adanya respons yang bijak dan kreatif dari salah seorang kiai moderat di negeri ini. .

 

Adalah Buya Yahya seorang kiai moderat Pengasuh Pesantren Al-Bahjah Cirebon yang merasa prihatin atas maraknya hujatan itu kemudian tergerak hatinya mengusulkan agar lirik lagu ‘Aisyah Istri Rasulullah ditulis ulang sesuai dengan arahannya. Salah satu arahannya adalah disertakannya kata “Sayyidah” sebelum nama “Aisyah”. Beliau sendiri tidak setuju jika para penulis lirik dan pelantun lagu ‘Aisyah Istri Rasulullah yang tanpa menyertakan “Sayyidah” atau “Siti” divonis su’ul adab (kurang ajar) karena beliau yakin mereka tidak bermaksud tidak menghormati istri Rasulullah .ﷺ

 

Lirik itu kemudian dikenal dengan Versi Buya Yahya yang dicover oleh Yusuf Subhan. Selengkapnya lirik lagu Sayyidah ‘Aisyah Istri Rasulullah versi Buya Yahya adalah sebagai berikut:

 

Mulia berani lembut hati

Amat cerdas ilmu seluas samudera

Yaa Sayyidah putri Abu Bakar istri Rosululloh

 

Sungguh Nabi memuliakanmu

Hingga Nabi minum di bekas gelasmu

Bila marah, nabi kan memanja

Sejukkan hatinya

 

Ummana sungguh terpuji akhlakmu dengan Nabi

Dengan Baginda bunda slalu berseri-seri

Selalu bersama hingga ujung nyawa kau disamping Rosulullah

 

Sayyidah ’Aisyah sungguh manis shirah cintamu

Bukan persis novel yang kadang cerita semu

Kau istri mulia,

yaa ‘Aisyah Ummanaa Allah Rahman pilih Rasul untukmu

 

Hooo…hooo…hooo…

 

Mulia berani lembut hati

Mujtahidah cerdas Ummi yang shalehah

Yaa Sayyidah putri Abu Bakar istri Rosululloh

 

Sungguh sweet nabi memuliakanmu

Wanita surga yang nampak di dunia

Amat suci cinta dan kasihnya pada Rasulullah

 

Ummana sungguh terpuji akhlakmu dengan Nabi

Dengan Baginda bunda slalu berseri-seri

Selalu bersama hingga ujung nyawa kau disamping Rosulullah

 

Sayyidah ’Aisyah sungguh manis shirah cintamu

Bukan persis novel yang hanya fatamorgana

Kau istri mulia, yaa ‘Aisyah Ummana

 

Sayyidah ’Aisyah sungguh manis shirah cintamu

Bukan persis novel yang hanya fatamorgana

Kau istri mulia, yaa ‘Aisyah Ummana

 

Allah Rahman pilih Rasul untukmu.

 

 

Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta