Opini

Mengapa Media-media Keagamaan Dunia Perlu Ambil Bagian dalam R-20 PBNU?

Sab, 25 Juni 2022 | 19:00 WIB

Mengapa Media-media Keagamaan Dunia Perlu Ambil Bagian dalam R-20 PBNU?

Gedung PBNU. (Foto: Istimewa)

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendeklarasikan rencana besar untuk menggelar pertemuan para pemimpin agama seluruh dunia dalam forum Religion of Twenty atau R-20 pada Oktober mendatang. Forum ini sangat vital karena akan dihadiri oleh sejumlah pemimpin agama terkemuka seperti Paus Fransiskus, pemimpin umat Katolik; Uskup Agung Canterbury Justin Welby, pimpinan umat Anglikan; Sri Ravi Shankar, guru yoga dan pemimpin spiritual asal India; Pangeran Norodom Sihamoni, Raja Kamboja; dan Syekh Muhammad bin Abdul Karim, Sekjen Liga Muslim Dunia.


Gerakan besar tersebut perlu diturunkan menjadi lebih rinci sehingga dapat berjalan di level operasional dan dibagi lagi ke dalam sub-sub gerakan. Salah satu sub-gerakan yang sangat penting adalah media keagamaan. Di era internet dan digital, informasi yang diamplifikasi media digital bisa memengaruhi opini publik secara luas. Karena itulah media-media keagamaan perlu ambil bagian dalam gerakan besar ini.


Sejauh ini, media-media keagamaan, khususnya yang berhaluan Islam moderat, telah berperan penting dalam membangun kesadaran toleransi di Indonesia. Propaganda kelompok radikal yang mengatasnamakan agama, misalnya, ditangkal ramai-ramai oleh kolaborasi media-media Islam moderat. Media-media ini — di Indonesia sebagian merupakan perpanjangan tangan (langsung atau tidak langsung) dari organisasi Islam seperti NU dan Muhammadiyah — berhasil menghalau pesan intoleran, ajakan kekerasan, agitasi radikalisme, bahkan melawan pembenaran atas terorisme berdalih agama. Mereka berhimpun dalam sebuah kelompok bernama Sindikasi Media Islam dan jangkauan gerakan mereka perlu diperluas.


Setidaknya ada dua hal yang melatarbelakangi perlunya ekspansi gerakan media keagamaan ini. Pertama, konsolidasi media Islam yang sudah ada sejak sekitar tahun 2016 terbukti berhasil. Sindikasi media yang terdiri dari jaringan media NU seperti NU Online, Islami.co, Alif.id, Bincangsyariah.com, yang sebelum 2018 belum mendominasi website Islam terpopuler, kini mampu mengimbangi dominasi media berhaluan salafi dan Islam politik seperti Islampos, Rumaysho, Portal-Islam, Muslim.or.id, dan Almanhaj. Puncaknya pada 2020, situs NU Online, Islami.co, dan Bincangsyariah.com berhasil menyalip dominasi mereka.

 


Gambar 1: Diagram website keagamaan terpopuler menurut Alexa tahun 2021


Kedua, strategi Sindikasi Media Islam di Indonesia yang berhaluan ahlussunnah wal jamaah perlu diperluas hingga ke negara lain untuk memastikan tersebarnya pandangan Islam moderat di berbagai negeri. Ini penting dilakukan karena konten di internet dapat memengaruhi pemikiran banyak orang.


Atas dasar itulah undangan dari komunitas aktivis, akademisi, dan penulis di Malaysia pada 19 Juni 2022 lalu penting dihadiri. Kepentingannya adalah untuk menyatukan visi kolaborasi antarnegara di kawasan Asia Tenggara dalam membangun kerja sama menghadapi ancaman perpecahan dan penyalahgunaan politik Identitas yang propagandanya dengan mudah disebarkan melalui internet dan kerap menggunakan topeng agama.


Diskusi Pemikiran Buya Syafii Maarif: Sebuah Konsolidasi Awal

Undangan diskusi pemikiran Buya Syafii Maarif yang digelar atas kerja sama antara Jurnal Sang Pemula, The Reading Group Singapore, Lestari Hikmah, Pusat Studi Pesantren, LTN PBNU, dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Malaysia memang tak membahas langsung tentang konsolidasi media Islam. Tetapi, forum tersebut dapat dijadikan wadah awal untuk ajang membangun kesepahaman tentang pentingnya gerakan bersama lintas negara demi mencapai kepentingan universal.


Menariknya, dengan menelusuri pemikiran Buya Syafii Maarif dalam diskusi itu, sejumlah pembicara menggarisbawahi bahwa untuk membangun gerakan yang berdampak luas, para pegiat keislaman perlu melepaskan diri dari kepentingan jangka pendek yang bersifat sesaat dan hanya merepresentasikan kelompok kecil. Pelajaran ini dipetik dari teladan dan gerak hidup Buya Syafii Maarif yang enggan menjadi bagian dari kepentingan kecil dan memilih berdiri di atas komitmen yang lebih mulia.


Komitmen itu sejalan dengan ajakan Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf kepada para pemuka agama. Gus Yahya, sapaan akrabnya, mendorong mereka untuk duduk bersama dan membicarakan bagaimana kelompok agama tidak hanya memajukan kepentingan agama sendiri, namun, lebih dari itu, dapat berkontribusi bagi kebaikan universal.


“R-20 ditujukan menjadi forum agar para pemimpin agama bicara tentang solusi masalah, bukan menjadi bagian dari masalah itu sendiri,” ujarnya.


Dengan perspektif yang lebih luas, paparan dari Dr. Azhar Ibrahim, dosen Universitas Nasional Singapura (NUS); yang dilanjutkan oleh Nurhuda Ramli dari Jurnal Sang Pemula Malaysia; lalu Mohamed Imran Mohamed Taib yang mewakili The Reading Group Singapore; dan Aunillah Ahmad dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Malaysia memberi penekanan pada pentingnya melanjutkan peninggalan pemikiran Buya Syafii di atas.


Saya sendiri, yang menghadiri acara itu mewakili LTN PBNU, mengamini mereka. Cita-cita Buya Syafii Maarif tentang kebaikan yang lebih luas dan lepas dari kepentingan kelompok kecil memang harus dilestarikan.

 

Persiapan yang Fokus dan Sistematis

Perlu dicatat pula bahwa upaya untuk ambil bagian dalam gerakan besar selevel R-20 bukan perkara sepele. Keinginan ini harus dibarengi dengan persiapan yang mendalam. Pembacaan awal atas isu-isu agama, politik, dan media perlu dielaborasi secara sistematis. Pendeknya, rencana ini mesti disiapkan dengan lebih tertata.


Salah satu yang perlu dilakukan dalam waktu dekat adalah menyelenggarakan sejumlah diskusi kecil atau focus group discussion dengan melibatkan akademisi dan praktisi di bidang-bidang terkait. Dari serangkaian FGD itu, diharapkan akan muncul isu-isu turunan soal kemediaan yang kelak menjadi sub-topik diskusi pada ajang R-20.  


Selain itu, fokus peserta juga sudah mulai perlu disiapkan. Anggota sindikasi media yang sudah terbentuk di dalam negeri mesti terlibat sejak dini. Komunitas media dari luar negeri juga penting dilibatkan sejak awal untuk memperkaya masukan dan berbagi pengalaman.


Hanya dengan persiapan yang sistematis dan kerja sama dengan kelompok yang tepat, maka kelompok media keagamaan khususnya komunitas Islam akan menjadi bagian penting dari perhelatan besar R-20. Kelompok media keagamaan dapat berjalan bersama para pemimpin agama untuk membangun peradaban dunia yang lebih baik.


Ahmad Rozali, Pengurus LTN PBNU