Opini

NU dan Tantangan Mengelola Generasi Milenial

Jum, 6 September 2019 | 11:00 WIB

NU dan Tantangan Mengelola Generasi Milenial

ilustrasi foto teknologi.id

Oleh Addin Jauharudin

Dalam Theoritical Review, Teori Perbedaan Generasi oleh Yanuar Surya Putra (2016) terdapat 6 generasi yang hidup berdampingan berurutan yaitu: Generasi Veteran (kelahiran tahun 1925  1946), Generasi Baby Boomers (kelahiran tahun 1946-1960), Generasi X (kelahiran tahun 1961-1980), Generasi Y atau Generasi Milenial (kelahiran tahun 1981-1994), Generasi Z (kelahiran tahun 1995-2010), dan paling muda adalah generasi Alpha (kelahiran tahun 2011-sekarang).

Masing-masing generasi membawa warna dan karakteristik sendiri, Generasi Baby Boomers memiliki karkateristik yang cenderung hidup mandiri dan sangat menghargai adat istiadat juga tidak suka menerima kritik. Generasi X lebih memiliki pemikiran yang sedikit lebih maju dan suka mengambil resiko dan lebih terbuka menerima kritik.

Generasi Y atau Generasi Milenial adalah generasi yang terlahir pada awal era globalisasi dimulai sehingga banyak perubahan yang terjadi di era ini sehingga orangorang di generasi ini memiliki karakteristik yang lebih kompleks antara lain melek teknologi, memiliki banyak ide yang cemerlah dan visioner, generasi ini lebih seimbang selain menyukai pekerjaan kantoran pada generasi ini juga mulai banyak yang memiliki jiwa entrepreneur. Generasi Z memiliki karakteristik yang lebih bebas, suka dengan gadget, fashion, travelling, sangat aktif di media sosial sehingga jika dihadapkan dengan pekerjaan yang menghasilkan uang generasi ini lebih mudah mendapatkan uang dengan fasilitas media social yang sudah mereka kenal dari usia dini dengan mengandalkan kreatifiasnya masing – masing. Generasi Alpha belum dapat di definisikan namun di generasi ini akan terasa semakin tipis batas – batas antar negara karena sejak kecil generasi ini telah mengalami perkembangan teknologi yang seakan tidak ada sekat antar pulau, benua dan negara.

Dari data BPS Proyeksi Penduduk Indonesia 2015-2019, bahwa dari demografi Indonesia generasi Y atau Generasi Milenial memiliki jumlah terbesar dari penduduk Indonesia, sehingga saat Generasi Milenial mencapai usia produktif Indonesia akan memiliki jumlah usia produktif terbesar sepanjang sejarah dengan jumlah pria dan wanita hampir seimbang dan memiliki karakteristik Generasi Milenial yang menurut penelitian lebih seimbang dari generasi lainnya.

Dari Buku Profil Generasi Milenial yang diterbitkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) diketahui bahwa sebaran per generasi adalah sebagai berikut: Generasi Veteran + baby boomers adalah sebesar 11,27% dari jumlah penduduk, Generasi X adalah sebesar 25,74% dari jumlah penduduk, Generasi Y atau Generasi Milenial adalah sebesar 33, 75% dan Generasi Z + Aplha sebesar 29,23%. Dari data tersebut Generasi Milenial memiliki sebaran terbesar sehingga saat memasuki usia produktif tentu akan menjadi generasi penopang atau tulang punggung untuk menjadikan Negara Indonesai menjadi bangsa yang maju dan besar. 

Dari sebaran tersebut dapat disimpulkan bahwa Generasi Milenial akan menjadi jembatan penghubung antara 25,74% generasi X dengan 29,23% generasi Z + Alpha yang menjadi sangat penting karena perbedaan karakteristik antara Generasi X dengan Generasi Z sangatlah signifikan. Lima tahun lagi sebagian besar generasi Z akan memasuk usia kerja / produktif sehingga pentingnya mempersiapkan generasi Milenial sebagai pemimpin -pemimpin untuk melanjutkan tongkat estafet memajukan bangsa Indonesia.

Pentingnya mempersiapkan pemimpin generasi Milenial yang dapat menjadi penghubung yang baik antara generasi X dan generasi Z menjadi poin penting pemerintahan Jokowi selanjutnya. Terdapat kesenjangan yang sangat jauh antara generasi sebelum dan sesudah generasi Milenial. Setidaknya ada tiga hal yang sangat berbeda antara generasi X dengan generasi Z yang dapat memberikan dampak buruk terhadap keberlangsungan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia apabila tidak dijembatani dengan baik oleh Generasi Milenial.

Pertama adalah Pemahaman Ideologi. Generasi X adalah generasi yang sangat paham mengenai apa itu ideologi dan ideologi Pancasila benar-benar tertanam di dalam hati sanubari. Orang-orang pada generasi ini memang ditanamkan secara terus-menerus bahwa ideologi Pancasila menjadi satu-satunya ideologi yang dapat mempersatukan berbagai macam suku, ras dan agama yang dimiliki Indonesia dari Sabang sampai Marauke. Sedangkan Generasi Z dan setelahnya adalah generasi yang sangat melek informasi sehingga mereka bisa memilih sendiri informasi yang mereka inginkan dengan sendirinya dan terkadang mengesampingkan informasi lainnya. Hal ini membuat informasi yang dapat berakibat mengikis pemahaman mengenai Ideologi Pancasila itu sendiri sehingga hal terburuk dari generasi ini adalah tidak memiliki pemahaman akan Ideologi Pancasila.

Kedua adalah Penguasaan Teknologi antara generasi X dengan Generasi Z memiliki kesenjangan yang sangat signifikan. Penguasaan Teknologi dari generasi X sangatlah jauh dibanding generasi setelahnya, penggunaan gadget yang masif pada generasi Z, melimpahnya informasi dan penggunaan informasi – informasi tersebut untuk sesuatu hal baik itu untuk hal bermanfaat ataupun sebaliknya sangat ahli dilakukan oleh generasi Z.

Ketiga adalah Orientasi Hidup atau Tujuan Hidup dari generasi X dengan generasi Z. Generasi X cenderung lebih suka menghabiskan harta atau uang yang di dapat untuk membeli aset berupa tanah, bangunan dan emas menurut generasi ini adalah hal terbaik untuk mengamankan hartanya dan dapat diwariskan kepada keturunannya kelak, hidup untuk bekerja dan mencari uang menjadi tujuan utama sebagian besar generasi ini. Berbeda dengan generasi Z, generasi ini mementingkan kepuasaan atau passion sehingga tolak ukur mereka dalam menjalani hidup adalah kepuasan diri mereka sendiri, mencari uang dan bekerja menjadi karyawan bukan lagi menjadi hal mutlak. Pengaruh Teknologi dan semakin tipisnya batas antar negara menjadikan generasi ini lebih fleksibel dalam menghasilkan uang. 

Ketiga hal di atas sangat penting dan harus dapat dijembatani oleh Generasi Milenial. Lima tahun lagi sebagian besar Generasi Z akan memasuki usia kerja / produktif sehingga sangat penting pemerintahan Jokowi mempersiapkan calon-calon pemimpin Generasi Milenial yang dapat mencari solusi atas kurangnya penguasaan Teknologi generasi X, mencari solusi untuk memberikan pemahaman ideologi Pancasila untuk generasi Z dan setelahnya, dan mencari solusi agar perbedaan orientasi antara generasi X dan Z dapat berjalan beriringan dan tidak berdampak pada keutuhan NKRI juga dapat saling memberikan manfaat dan sumbangsih pada negara atas pemecahan masalah bangsa.

Dari paparan di atas, menjadi penting untuk kita cermati bersama, betapa besar potensi generasi milenial hari ini; ada gap antar generasi, dan ada talent pool yang mesti dikelola secara baik. Jika tidak dikelola secara baik, maka bonus demografi penduduk Indonesia 2030 akan menjadi bencana nasional. Sebaliknya mimpi mimpi Indonesia menjadi satu dari lima Negara di dunia yang memiliki perekonomian terkuat pada tahun 2050 hanya akan menjadi cerita kosong. 

Bagaimana dengan NU?

NU sebagai organisasi Islam terbesar di dunia dalam usinya menjelang satu abad tepat pada tahun 2026, di tantang untuk mampu mengelola potensi besar generasi milenial maupun generasi Z dan Alpha. Tantangan ini menjadi nyata, satu sisi sebaran anak anak muda NU di berbagai organisasi, profesi dan komunitas semakin besar jumlahnya, tetapi juga semakin beragam karakternya. NU yang memang dari lahir dan berkembang telah menempatkan diri sebagai penjaga NKRI dan pengembang Islam Ahlussunnah wal jama’ah dihadapkan pada kondisi tantangan yang semakin berat dan kompleks; tantangan ideologi, tantangan mewujudkan kesejahteraan bagi warga NU, tantangan keutuhan organisasi, dan tantangan mengelola bakat anak anak muda NU yang semakin beragam. 

Khusus untuk tantangan dalam mengelola talenta talenta anak muda NU perlu di perhatikan beberapa hal. Pertama, diperlukan upaya upaya serius dalam meredefinisi dan mereformulasi semangat berdirinya organisasi Nahlatut Tujar (1918) untuk menjadi kekuatan ekonomi digital anak anak muda NU. Dari mulai mengelola big data, data analytics hingga menjadi data science. Nahdlatut Tujjar harus menjadi spirit dari ekosistem digital anak anak muda NU, mulai dari memikirkan tentang pentingnya integrasi digital para pelaku UMKM anak anak muda NU, lalu inisiasi, inovasi, coaching dan inkubasi para pelaku star up anak anak muda NU, sampai pada kemampuan untuk berkolaborasi dengan market global. Kata kuncinya adalah memberikan kesadaran kepada anak anak muda NU tentang pentingnya transformasi digital sebagai kunci memenangkan pertarungan global. Semua perencanaan Sumber Daya Manusia NU ini adalah bagian dari startegi mengelola talent pool para wirausahawan muda NU sekaligus sebagai persiapan dalam menghadapi global talent war.

Kedua, meredefinisi dan mereformulasi semangat berdirinya organisasi Nahdlatul Wathon (1916). Bahwa Nahdlatul Wathon didirikan oleh Mbah Wahab (KH. Wahab Chasbullah) untuk membangun lembaga pendidikan berwawasan kebangsaan. Saat ini, NU dihadapkan pada dua hal ; 1). menjamurnya lembaga pendidikan Islam bentukan kelompok kelompok Wahabi ; dari mulai pondok pesantren, madrasah, kampus bahkan menjamurnya sekolah pendidikan dasar dan menengah. Tentu ini sebagai ancaman dalam jangka panjang. Lalu apa yang akan kita lakukan? Modernisasi lembaga lembaga pendidikan menjadi kata kunci. Dari mulai perbaikan fasilitas belajar mengajar, pengembangan kemampuan para pendidik dan tenaga kependidikan, sampai pada core competence para anak didik. Semangat mengikuti kompetisi internasional harus terus di galakkan dan digerakkan. Metodologi pengajaran, membangun kolaborasi dengan berbagai lembaga dalam dan luar negeri menjadi kunci memperbaki diri dan memenangkan kompetisi. 2). NU dihadapkan pada digitaliasi dunia pendidikan, dari mulai maraknya belajar online, digitalisasi yang menintegrasikan antara murid, guru, orangtua dengan peralatan teknologi membuat Susana kebaruan dalam model pendidikan di Indonesia, seperti ruang guru, hallo guru, dan berbagai model bimbel online. Dalam hal ini, diperlukan coaching dan inkubasi anak anak muda NU untuk mengembangkan model digitalisasi di dunia pendidikan. Tentu saja, dari semua aspek yang dikembangkan ini, tidak semata mata soal kompetensi, melainkan pendidikan agama dan pengajaran ahlak adalah hal utama dalam system pendidikan NU. Ini semua adalah bagian dari perencanaan Talent Pool Management SDM terdidik NU.

Ketiga, meredefinisi dan reformulasi semangat organisasi Taswirul afkar (1919). Organisasi ini didirikan untuk mengelola berbagai diskursus pemikiran anak anak muda NU. Semangatnya adalah untuk menumbuhkn pemikir pemikir kebangsaaan NU, yang cinta dengan NU, agama dan mampu menjaga keutuhan bangsa ini. Taswirul Afkar ini bisa dikembangkan menjadi “innovation roomnya” anak anak muda NU, yang mampu menjadi tempat yang nyaman, asik dan menggairahkan untuk berdiskusi tentang hal hal baru, srategi strategi baru yang bersifat out of the box, sampai pada fasilitasi langkah langkah nyata. Perlu terus dilakukan dalam menghimpun dan mengelola anak anak muda NU yang tersebar dan berserakan, terutama yang selama ini belum terjamah oleh organisasi. Transformasi trilogi NU (Nahdlatut Tujjar, Nahdlatul Wathon dan Taswirul AFkar) ini bisa menjadi kekuatan NU ke depan, terutama dalam menyongsong satu abad NU. Kita semua ingin melihat anak-anak muda NU menjadi innovation leader dalam berbagai karya karya produktif. Menjadi pemimpin agama, bangsa dan Negara. 

Penulis Adalah Ketua Umum PB PMII 2011-2014, Sekretaris Jenderal DPP KNPI 2018-2021