Opini

NU, Gusjigang, dan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan

Sel, 10 Juni 2014 | 08:00 WIB

Sekitar 10 tahun lalu, nama Desa Padurenan, Kecamatan Gebog, Kudus belum begitu dikenal sebagai kawasan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), bahkan di wilayah Kudus sendiri. Namun kini, tak sedikit pelaku usaha dari berbagai bidang berdiri di sini.<>

Desa berpenghuni tak kurang dari 4.819 (data per Februari 2009) yang berbasis Nahdlatul Ulama (NU) secara kultural, terdapat tak kurang dari 200 pengrajin bordir dan konfeksi, 78 pengrajin jaket atau seragam, dan sekitar 1.627 warganya terserap di berbagai kerajinan tersebut.

Meski desa yang 100 persen penduduknya memeluk Islam ini lambat laun mengalami kemajuan secara ekonomi dengan hadirnya berbagai kerajinan, namun warganya masih memegang tradisi sampai sekarang.

Berbagai kegiatan yang lazim dilakukan warga nahdliyyin seperti tahlil, membaca al-Barzanji, dan manaqiban, masih diuri-uri sampai sekarang. Yang unik dan menarik, terutama bagi warga kampung lain saat berkunjung di Desa Padurenan, yaitu tradisi pembacaan kitab al-Barzanji dengan dialek Jawa (maulidan Jawiyan) yang merupakan warisan KH Raden M Syarif (Mbah Syarif), sang pendiri desa.

Berbagai aktivitas lain, yaitu pengajian selapanan PKK RT, tadarus al-Qur’an yang digelar Fatayat NU, hingga pengajian selapanan yang dilaksanakan remaja masjid,  yang secara langsung menjadi wahana silaturahmi dan membangun kebersamaan antarwarga, sehingga keharmonisan warganya sangat terasa.

Generasi Gusjigang

Ada kemenarikan melihat proses perkembangan usaha-usaha skala kecil dan menengah di Desa Padurenan, Kecamatan Gebog, Kudus. Kesuksesan berwirausaha, tak menjadikan masyarakatnya lupa akan nilai-nilai dan tradisi (kearifan lokal) yang tetap dijaganya sampai sekarang.

Potret pelaku usaha UMKM di Desa Padurenan ini seakan hendak menegaskan posisi warganya sebagai bagian dari masyarakat Kudus, yang tak lepas dari nilai-nilai Gusjigang (Bagus perilakunya, rajin mengaji/cinta ilmu, dan berdagang/memiliki jiwa wirausaha) yang diwariskan Kanjeng Sunan Kudus.

Menurut Nur Said dalam catatannya di buku “NU dalam Tantangan Global dan Lokal” (2013), menjelaskan, Sunan Kudus sebagai salah sati Walisongo yang berjasa dalam penyebaran Islam di Jawa, khususnya di Kudus dan sekitarnya, tidak hanya dikenal sebagai pribadi yang ahli dibidang ilmu agama semata.

Kanjeng Sunan Kudus juga merupakan sosok yang piawai dan  memiliki etos usaha yang tinggi, sehingga memiliki kekayaan melimpang, yang kemudian di pergunakan mendukung dakwahnya.

Etos yang tinggi dalam berwirausaha inilah, yang diwarisi banyak masyarakat Kudus saat ini, termasuk di dalamnya banyak warga nahdliyyin di Desa Padurenan dengan berbagai usaha yang digelutinya.

Keberadaan berbagai bidang usaha yang ada di Desa Padurenan ini, tak bisa disangkal, turut membantu pemerintah dalam menyiapkan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, yang berdampak pada peningkatan perekonomian warganya.

Maka, penguatan terhadap usaha kecil di Desa Padurenan dan usaha kecil di desa-desa lain, patut mendapatkan dukungan dari pemerintah. Karena pada dasarnya, keberadaan usaha-usaha kecil itu tidak hanya demi peningkatan ekonomi rakyat saja, tetapi juga ikut berperan meringankan beban pemerintah menyiapkan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya. (Qomarul Adibjurnalis NU Online di Kudus