Opini

Volume dan Bahaya Sampah Mengancam Indonesia

NU Online  ·  Sabtu, 20 Februari 2016 | 06:01 WIB

Volume dan Bahaya Sampah Mengancam Indonesia

Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi. (Foto: Antara)

Oleh Hijroatul Maghfiroh
Tanggal 21 Februari ditahbiskan sebagai Hari Peduli Sampah Nasional. Sebagai lembaga yang concern pada isu lingkungan, Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBINU) akan merayakannya dengan berbagai kegiatan, diantaranya pendidikan tentang pentingnya mengelola sampah. Apa pentingnya peringatan peduli sampah dan mengelola sampah?

Setiap hari kota-kota besar di Indonesia menghasilkan volume sampah yang menakjubkan, Jakarta misalnya, di kota megapolitan ini volume sampah mencapai 7000 ton/hari. Bahkan, di Bali pulau jutaan wisatawan menghasilkan sampah hingga 10.000 ton/hari. Di kota-kota kecil lainnya di Indonesia volume sampah sudah mencapai 2-3 ton/hari. 

Jika volume sampah terus bertambah tanpa dikelola dengan baik, maka bukan mustahil prediksi di tahun 2019 Indonesia akan menghasilkan sampah sebesar 67 juta ton sampah/tahun. Dengan jumlah sampah sefantastis itu, Indonesia akan menghadapi masalah-masalah pelik lingkungan, kesehatan dan bahkan masalah sosial lainnya yang ditimbulkan dari sampah. 

Jumlah volume sampah diatas tidak hanya dihasilkan oleh industri, pertokoan, pasar, tetapi juga dihasilkan oleh setiap individu masyarakat Indonesia. Setiap hari kita menghasilkan sampah hampir mencapai 1 kg/orang/hari, bisa dibayangkan jumlah tersebut dikalikan dengan jumlah penduduk Indonesia. Sebagai bagian dari warga negara, tentunya warga NU turut menyumbang volume sampah. 

Dari jumlah penghasil sampah tersebut, Indonesia tercatat sebagai penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah China. Konsekuensi lain Indonesia juga merupakan penyumbang sampah terbesar ke laut setelah China sebesar 1,29 juta ton/tahun. 

Semua tahu bahwa sampah plastik adalah sampah non-organik yang sangat susah terurai dan memiliki dampak buruk bagi lingkungan. Racun yang terkandung dalam sampah plastik akan membunuh hewan-hewan pengurai seperti cacing. Sampah plastik juga akan mengganggu kesuburan tanah karena menyumbat sirkulasi udara di dalam tanah. 

Sampah plastik yang terbuang di laut juga sangat mengganggu ekosistem laut. Hewan-hewan laut menganggap plastik adalah makanan kemudian memakannya dan meninggal karena tidak bisa dicerna. Tidak hanya menggagu ekosistem laut, tetapi sampah plastik juga menganggu operasi perahu-perahu nelayan yang menggunakan mesin, seketika mesin bisa mati ketika tersangkut sampah plastik. 

Dampak buruk sampah plastik yang dibuang sembarangan ke sungai bisa mengakibatkan pendangkalan sungai dan penyumbatan saluran-saluran air yang mengakibatkan banjir. Jadi sampah plastik tidak hanya mengganggu makhluk hidup tanah dan laut, tetapi juga merugikan petani dan nelayan yang sebagian besar adalah warga Nahdliyin, karena sampah plastik tersebut mengganggu kesuburan tanah untuk bertani, juga menganggu jumlah tangkapan ikan dan transportasi nelayan.

Sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Indonesia termasuk warga Nahdliyin tentu bukan hanya sampah plastik saja.Banyak ragam sampah yang dihasilkan, dari yang organik yaitu sampahyang bisa terurai seperti sisa-sisa makanan, sayuran, buah-buahan, dan lain-lain. Juga sampah non-organik yang sulit terurai seperti botol minum, kertas, kardus, styrofoam, busa, kabel, dan lain sebagainya. Sampah-sampah tersebut berbaur menjadi satu begitu saja tanpa ada pemilahan. 

Kenyataan di lapangan 83% sampah di Indonesia tidak dikelola dengan baik, artinya tidak ada pemilahan sampah organik dan non-organik, apalagi pengelolaannya. Walhasil sampah-sampah tersebut bercampur menjadi satu, menumpuk, menggunung dan terjadilah proses pembusukan. Padahal proses pembusukan sampah tersebut tidak hanya akan mengganggu udara sekitar, tetapi juga mengandung gas methan yang sangat buruk menyumbang pemanasan global.  

Selain membiarkan sampah menumpuk, cara tradisional lain yang sering dipraktikan oleh masyarakat Indonesia, termasuk warga NU di desa-desa adalah membakar sampah. Cara tersebut terlihat sangat sederhana, tetapi kenyataannya sangat berbahayabagi kesehatan manusiajuga bagi lingkungan sekitar. 

Pembakaran sampah menghasilkan zat Karbonmonoksida (CO) yang sangat mematikan apabila terhirup oleh manusia karena akan menghambat peredaran oksigen ke seluruh tubuh, akibatnya bisa fatal yaitu kematian. Ragam sampah seperti kabel, busa, plastik, styrofoam apabila dibakar juga akan menghasilkan zat-zat yang tidak kalah mematikannya tidak hanya bagi manusia tetapi juga bagi hewan dan tumbuhan.

Menelusuri problematika sampah yang kian hari kian besar dampaknya bagi masyarakat terutama masyarakat kecil, maka PBNU melalui Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBINU) merasa bertanggung jawab untuk berkontribusi memberikan pendidikan dan pengetahuan bagi warga nahdliyin dan juga bangsa Indonesia dari kepungan dampak sampah. 

Karenanya, LPBINU sedang gencar memberikan sosialisasi dan praktik pengelolaan sampah yang benar dan juga menguntungkan melalui bank sampah di tingkat pesantren, masjid dan komunitas. Jika kesadaran warga NU dalam memilah sampah dan mengurangi produksi sampah sudah baik, maka tidak menutup kemungkinan masalah pengelolaan sampah di Indonesia dapat teratasi. Bagaimana pengelolaan sampah yang baik ala LPBINU, ikuti terus artikel berseri ini menyambut hari peduli sampah nasional.

Hijroatul Maghfiroh, Manajer Program Pengurus Pusat LPBINU.