Pesantren

Kisah Santri Jadi Pengusaha Penerbitan Buku

Kam, 12 September 2013 | 03:01 WIB

Probolinggo, NU Online
Muhammad Ruslan sukses menjadi seorang pengusaha penerbit buku dan majalah. Itu semua tidak dapat lepas dari cerita saat masih menjadi santri di Pesantren Roudhlotut Tholibin Kecamatan Kademangan, Kota Probolinggo dan Pesantren Al-Asy’ari Surabaya, Jawa Timur.
<>
Pria kelahiran Lumajang, 8 Agustus 1975 itu mengungkapkan, apa yang telah dicapai saat ini tidak begitu saja terjadi. Semua membutuhkan proses dari nol. Pembelajaran dan pengalaman terbesar saat merasakan dunia pendidikan di pesantren selama belasan tahun.

”Ya banyak belajar tentang kerja saat masih berada di pesantren. Karena saat mondok, tidak hanya belajar ilmu pendidikan, tapi dilatih juga bekerja,” katanya.

Berawal dari obrolan itu, Ruslan menceritakan proses usaha yang telah dijalani dan dicapai saat ini. Belajar ilmu agama sudah tidak asing lagi bagi dirinya. Sebab, sejak kecil hingga lulus SD, dirinya sudah belajar mengaji agama (sekolah diniyah) di tempat kelahirannya.

Kemudian lulus SD, pada tahun 1987 dirinya memutuskan untuk belajar dan tinggal di Pesantren Roudhlotut Tholibin Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo dibawah pengasuh  KH. Abdul Mujib Abdullah.  ”Saya mondok, atas keinginan sendiri. Karena saya sudah terbiasa dengan proses belajar agama,” tutur putra pasangan Ahmad Bakir dan Zaenab Amin.

Cerita kehidupan di pesantren Ruslan alami mulai sejak duduk di bangku kelas I MTs Roudhlotut Tholibin. Sekitar 7 tahun lamanya, dia belajar ilmu segala bidang. Mulai dari pendidikan umum, agama dan sosial. Bahkan, hal yang selalu diingat dan dibanggakan saat mondok di Roudhlotut Tholibin, sang pengasuh KH. Abdul Mujib Abdullah mengajarkan langsung hidup itu harus bekerja.

Dirinya disaat hari libur sekolah, tidak jarang diajak sang kiai ke sawah untuk bertani. ”Yang paling saya banggakan dan kagumi dari sang kiai pengasuh, memberikan contoh tentang menjalani hidup ini harus bekerja. Beliau turun langsung ke sawah untuk bekerja,” terang anak terakhir dari sebelas bersaudara itu.

Proses belajar di Pesantren Roudhlotut Tholibin berlangsung hingga lulus SMA pada tahun 1993. Setahun setelah itu (1994) diakui Ruslan, memutuskan untuk pamitan dan melanjutkan belajar di Pesantren Al-Asy’ari Surabaya. Kemudian tahun 1995, ia mondok sambil kuliah di IAIN Sunan Ampel Surabaya dengan mengambil jurusan Sastra Arab (S-1). Hingga akhirnya, dirinya lulus kuliah pada tahun 2000.

”Saya waktu mondok sambil kuliah, sudah mulai bekerja. Kerjaannya macam-macam, tapi kebanyakan berdagang. Kebetulan, di pesantren Surabaya, banyak teman-teman yang juga bekerja,” terangnya.

Dikatakan Ruslan, seusai lulus kuliah pun, dirinya terus bekerja berdagang. Yaitu berjualan (asongan) buku majalah di terminal Bungurasih Surabaya. Kebetulan, saat itu, dirinya bersama beberapa temannya bekerja sama dengan penerbitan Jawa Pos. Yaitu, membeli majalah mingguan dan bulanan yang tidak laku di pasaran dengan harga murah melalui sistem ditimbang kiloan. Namun, masa terbit majalah tersebut masih baru.

”Jadi, majalah terbit mingguan atau bulanan, yang tidak laku kan retur. Semua majalah retur itu kami beli dengan harga murah. Kemudian, saya jual lagi di terminal Surabaya. Naik turun bus jualan buku sudah biasa,” paparnya.

Pengalaman yang telah dilalui bertahun-tahun menjadi modal untuk merintis usaha sendiri. Yaitu mulai fokus penerbitan buku mata pelajaran (mapel). Bapak dari dua anak itu mengaku, sejak tahun 2003, dirinya mulai fokus merintis penerbitan sendiri. Ternyata, semua itu berjalan dan besar hingga saat ini. ”Saya sekarang punya perusahaan kecil-kecilan penerbitan buku mata pelajaran,” tuturnya.

Ruslan menjelaskan, penerbitan buku mapel yang dijalani sangat ini cukup luas. Betapa tidak, daerah yang menjadi langganan buku terbitannya semua kota/kabupaten se-Jatim dan luar Jawa (Makasar dan Manado). Dirinya bekerja sama dengan daerah untuk memilih buku mapel terbitannya. Meskipun satu daerah satu mapel, itu sudah sangat besar dirasakan keuntungannya.

”Nama medianya Jagad Media. Kalau pekerjanya lebih banyak di daerah-daerah. Di Surabaya hanya penulis utama dan penyusunnya. Jadi, dalam buku mata pelajaran itu, hasil penerbitan kami dan kelompok guru-guru,” jelasnya. (Syamsul Akbar/Mahbib)

Terkait

Pesantren Lainnya

Lihat Semua