Pesantren

Lebih Dekat dengan Dayah MUDI Mesra

Sel, 10 Juni 2014 | 10:01 WIB

Bireuen, NU Online
Salah satu dayah terbesar di Aceh saat ini adalah MUDI Mesra. Nama resminya Lembaga Pendidikan Islam Ma’hadal Ulum Diniyyah Islamiyyah Mesjid Raya yang lebih dikenal dengan sebutan LPI atau Dayah MUDI Mesra. Santri dan masyarakat senang dayahnya disebut Mesra.<> Pasalnya, selain satu lokasi dengan Mesjid Raya, kemesraan sang Abu MUDI dalam mengajar selalu menjadi cerita dan kenangan.

Kontributor  NU Online Musthofa Asrori bersama tim kecil berkesempatan mengunjungi sekaligus berburu kemesraan di MUDI Mesra. Perjalanan darat di malam hari selama empat jam dari Banda Aceh hingga lokasi hendak mengikuti pengajian kitab kuning usai Shubuh. Kepala Seksi Pembinaan Kurikulum Badan Pembinaan Pendidikan Dayah (BPPD) Provinsi Aceh M Badaruddin yang mengawal sangat senang dan bersemangat.

Kemesraan dan kesyahduan mulai terasa ketika mobil kami sampai di halaman pesantren. Jam menunjukkan pukul 02.00 dini hari ketika ribuan santri memenuhi mesjid untuk ber-saharul layaaali. Beberapa santri senior tampak tersenyum ramah menyambut kami yang sipit menahan kantuk.

Menurut sejarah, Dayah MUDI Mesra telah didirikan seiring pembangunan Mesjid Raya yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M). Dayah ini berlokasi di Desa Mideun Jok, Kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh. Pimpinan pertama dayah ini bernama Faqeh Abdul Ghani. Sayangnya, khazanah ini tidak tercatat berapa lama ia memimpin dayah, dan siapa pula penggantinya.

Barulah pada tahun 1927, dijumpai secara jelas catatan tentang kepemimpinan Dayah ini. Pada tahun tersebut, Dayah ini dipimpin Teungku H Syihabuddin bin Idris dengan santri berjumlah 100 orang putra dan 50 orang putri. Mereka diasuh lima tenaga pengajar lelaki dan dua guru perempuan.

Menurut salah seorang pengajar dayah, sesuai dengan kondisi zaman pada masa itu, bangunan asrama hunian santri merupakan barak-barak darurat yang dibangun dari bambu dan rumbia. Setelah Tgk H Syihabuddin wafat pada 1935, dayah dipimpin adik iparnya bernama Tgk H Hanafiah bin Abbas yang akrab disapa Tgk Abi. Meski kondisi fisik bangunan ini bertahan, jumlah santri meningkat menjadi 150 putra dan 50 putri.

Teungku M Sholeh sempat menggantikan kepemimpinan selama dua tahun ditinggal Tgk Hanafiah ke Mekah untuk menimba ilmu. Pesantren lalu dipimpin Tgk Abdul Aziz bin M Shaleh, menantu Tgk H Hanafiah, menyusul wafatnya sang pengasuh pada 1964.

Tgk Abdul Aziz yang akrab disapa Abon ini bergelar “al-Manthiqi” lantaran spesialisasi keilmuannya dalam bidang Mantiq atau Logika. Ia merupakan murid Abuya Muda Wali, pimpinan Dayah Bustanul Muhaqqiqin Darussalam Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan.

Semenjak kepemimpinan Abon, pesantren MUDI Mesra kian bertambah muridnya terutama dari Aceh dan Sumatera. Dari segi sarana dan prasarana pun mengalami perkembangan. Asrama santri yang semula layaknya barak darurat dibangun menjadi asrama semi permanen berlantai dua yang dapat menampung 150 santri.

Tahun 1989 pasca-wafatnya Abon, kepemimpinan dayah ditetapkan melalui kesepakatan alumni dan masyarakat. Forum musyawarah mufakat lalu mempercayakan tongkat estafet kepemimpinan dayah kepada Teungku Haji Hasanoel Bashry bin Haji Gadeng (Abu MUDI), salah seorang menantu Abon yang juga santri senior yang dibanggakan. Di masa kepemimpinan Abu MUDI, dayah tersebut kian maju pesat. Jumlah santri terus berdatangan dari seluruh penjuru Aceh dan juga dari luar daerah bahkan dari negeri tetangga, Thailand dan Malaysia.

Atas ide Abu MUDI, didirikanlah Yayasan Pendidikan Islam al-Aziziyah (YPIA): sebuah lembaga kemasyarakatan berbasis dayah salafiyah MUDI Mesra Samalanga. Wacana awal pendirian YPIA adalah bagaimana menyeragamkan lembaga pendidikan dayah yang merupakan cabang dayah MUDI Mesra ke dalam satu kesatuan nama dan visi-misi.

“Dari diskusi yang kami gelar, disepakati bahwa dayah-dayah cabang diberi nama di ujungnya dengan label al-Aziziyah seperti MUDI Mekar menjadi MUDI Mekar al-Aziziyah. Cabang yang ada diperkirakan sekitar 220 unit,” papar Abu MUDI.

Meski demikian, para santri baru tetap mendaftar di MUDI Mesra sebagai pusatnya. Hingga kini, MUDI Mesra mengelola beberapa unit kegiatan. Mulai TK al-Aziziyah, TPQ Muhazzabul Akhlaq al-Aziziyah, Madrasah Tsanawiyah, SMPI Jabal Rahmah, Paket C, Balai Pengajian dan Majelis Ta’lim al-Aziziyah, hingga Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) al-Aziziyah.

Abu MUDI telah lama bermimpi mengelola seluruh unit pendidikan yang terpadu di bawah bendera al-Aziziyah. Di beberapa sudut pesantren tampak pembangunan gedung terus berlangsung. “Itulah mengapa para santri tetap mendaftar ke sini. Santri kami sekarang berjumlah lebih dari 3000 orang. Meski sudah ada cabang, namun mereka tetap ingin kemari. Ada yang bilang, kalau mencari ilmu, carilah di MUDI Mesra,” ujar Abu MUDI menutup bincang pagi di ruang tamu pesantren. (Musthofa Asrori/Mahbib)

Terkait

Pesantren Lainnya

Lihat Semua