Pustaka

Gus Dur dan Keseteraan Gender

Ahad, 28 Desember 2014 | 23:02 WIB

Sosok KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memberikan inspirasi banyak orang. Hal ini erat kaitannya dengan perjuangan beliau dalam membela kaum minoritas. Pemikiran ulama asal Jombang itu telah memberi warna tersendiri dalam wacana kebangsaan selama ini.<>

Gus Dur dikenal sebagai kiai yang memperjuangkan dan menegakkan isu-isu demokrasi, pluralisme dan HAM. Tidak banyak orang yang dapat konsisten seperti halnya dilakukan oleh Gus Dur. Pemikiran dan perjuangannya didekasikan untuk kaum lemah, termasuk kaum perempuan. selama ini perempuan mengalami diskriminasi dalam berbagai bidang. 

Buku bertajuk Gus Dur di Mata Perempuan ini mengulas sosok feminisme Gus Dur. Buku ini mengeksplorasi pendapat para tokoh perempuan tentang Gus Dur. Para penulis yang semuanya perempuan ini menceritakan pengalaman apa yang mereka saksikan tentang pemikiran Gus Dur terkait kesetaraan dan pembebasan perempuan. 

Pandangan-pandangan Gus Dur tentang toleransi dan demokrasi sudah sering disinggung. Namun pandangannya tentang gender dan kesetaraan masih belum banyak yang mengulas. Pandanganya mengenai kedudukan perempuan menunjukkan bahwa dirinya memang serius dalam melakukan pembebasan. Karena perempuan adalah semacam titik masuk dari berbagai pemikiran mengenai pembebasan dan kemanusiaan.

Tidak sekadar wacana, pembelaan Gus Dur terhadap perempuan dilakukan dalam berbagai sikap dan tuturan. Misalnya, Gus Dur ikut serta menolak Rancangan Undang-undang Pornografi dan Pornoaksi. Karena RUU tersebut justru berpotensi menjebak perempuan dalam dilema peran sosial. 

Perjuangan terhadap perempuan juga terlihat ketika Gus Dur menjabat sebagai presiden ke-4. Gus Dur memelopori terbitnya inpres presiden nomor 9 tahun 2000 mengenai pengarusutamaan gender. Pada perkembangannya inpres ini ditingkatkan menjadi UU Keadilan dan Kesetaraan Gender.  

Kepedulian Terhadap Perempuan

Bagi keluarga, Gus Dur adalah orang yang betul-betul menerapkan kesetaraan, bukan sekedar gaya hidup. Baginya, kesetaraan berangkat dari ruh hak asasi manusia yang sama. Sebagai adik kandung Gus Dur, Aisyah Baidhowi menitikberatkan pada kiprah dan pemikiran Gus Dur tentang perempuan di Nahdlatul Ulama (NU). Sejak Gus Dur terpilih pada Muktamar Situbondo 1984 sebagai Ketua Tanfidziyah PBNU, Gus Dur selalu mendorong Muslimat untuk memperhatikan dan okus pada masalah-masalah kemasyarakatan yang lain, bukan hanya isu perempuan. Gus Dur juga selalu menasehatkan jangan berkutat di internal organisasi tetapi harus berani ekspansi, bekerjasama dengan organisasi-organisasi masyarakat di luar. (Halaman 52)

Ala’i Nadjib menuliskan Gus Dur di Mata Keluarga Inti. Tulisan ini berisi hasil wawancara Nadjib dengan istri dan anak-anak Gus Dur. Nadjib memotret kehidupan Gus Dur dalam keluarga. Terutama perhatian Gus Dur terhadap kesehatan reproduksi. Berdasarkan wawancara itu banyak yang disimak mengenai sikap Gus Dur sebagai seorang suami sekaligus bapak dari empat putrinya. Pola pendidikan yang diberikan kepada keluarganya adalah pendidikan yang membebaskan dan bertanggung jawab.

Pemikiran feminis Gus Dur terhadap perempuan tergambar melalui pandangannya terhadap ketimpangan relasi gender. Diskriminasi merupakan persoalan utama untuk membangun keharmonisan relasi gender.

Selain peduli terhadap perdamaian, pluralisme, demokrasi, dan pembelaan terhadap kaum minoritas. Gus Dur juga peduli terhadap hak asasi perempuan Indonesia. Gus Dur memiliki pemikiran-pemikiran yang sangat fundamental bagi terwujudnya kesetaraan hak antara perempuan dan laki-laki.

Jika dicermati, perjalanan karier dan kecendekiawanan Gus Dur juga tidak bisa lepas dari perempuan. Selain istri, Gus Dur memiliki empat putri. Bahkan, publik mengenal salah satu putri Gus Dur Yeni Wahid sebagai salah seorang tokoh politik masa kini. Di mata keluarga Gus Dur sebagai sosok pemimpin yang demokratis. 

Apabila ditelisik, pemikiran Gus Dur yang sdah maju pada eranya tentang kesetaraan sebenarnya telah tumbuh dari keluarga inti beliau, ayah dan ibunya. KH. Wahid Hasyim merupakan pelopor sekolah hakim perempuan pertama pada tahun 1950-an, saat beliau menjadi Menteri Agama.

Gus Dur adalah belantara makna yang seakan tak pernah habis digali. Sudah tak terhitung kajian dilakukan terhadap sosok dan pemikirannya dalam berbagai dimensi. Namun, buku ini memiliki keunikan dan kelebihan dibanding dengan karya-karya lainnya.

Buku ini berawal dari cita-cita Fatayat untuk mendokumentasikan, pandangan dan pengalaman perempuan terhadap sosok dan perjuangan Gus Dur. Buku ini terbit tidak lepas dari upaya Fatayat NU, sebagai organisasi gerakan perempuan di bawah Nahdlatul Ulama (NU). untuk terus menerus mengkampanyekan pemikiran feminisme yang berakar pada khasanah pemikiran dan tradisi keindonesian.

Data buku

Judul buku : Gus Dur di Mata Perempuan 
Editor : Ala’i Nadjib
Penerbit : Gading, Yogyakarta
Cetakan : 2014
Tebal: 296 Halaman
ISBN : 978-602-14913-9-3
Peresensi : Ahmad Suhendra El-Bughury, reporter majalah Bangkit PWNU DIY