Pustaka

Madarij Al-Shu’ud: Naskah Maulid Nabi Karya Ulama Nusantara

Sen, 12 Desember 2016 | 10:55 WIB

Foto di atas merupakan halaman depan dari kitab Madârij al-Shu’ûd ilâ Iktisâ al-Burûd atau Asâwir al-Masjid ‘alâ Jawâhir ‘Aqid karangan salah seorang ulama besar Makkah asal Nusantara (Banten), yaitu Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantanî al-Jâwî (w. 1314 H/ 1897 M), yang merupakan komentar (syarh) atas teks (matn) Aqd al-Jauhar fî Maulid al-Nabî al-Azhar karangan Syaikh Ja’far al-Barzanji (w. 1117 H/ 1705 M).

Teks (matn) kitab maulid karangan al-Barzanji merupakan salah satu teks maulid yang paling popular di dunia Islam. Teks tersebut mengetengahkan sejarah hidup Kanjeng Nabi Muhammad dengan sangat puitis dan mengandung unsur-unsur sastrawi yang indah. Di Nusantara, teks tersebut dikenal dengan nama “Maulid Barzanji” yang kerap dibacakan dan dilantunkan di pelbagai macam acara dan perayaan keagamaan.

Syaikh Nawawi Banten menulis komentar (syarh) atas teks (matn) kitab maulid Barzanji. Dalam kata pengantarnya, beliau mengatakan jika beberapa handai taulan dan orang-orang dekatnya telah memintanya untuk menulis sebuah komentar atas teks tersebut agar isi dan kandungan teks kitab “Maulid Barzanji” dapat difahami secara gambling dan mudah.

Beliau menulis: “setelah saya (selesai) menulis komentar atas (kitab) maulid karangan Sayyid Zain al-Abidin yang berjudul ‘Iqd ‘Iqyân’, beberapa orang yang berprasangka baik terhadap saya berkali-kali meminta kepada saya untuk juga menulis komentar atas (kitab) maulid karangan Syaikh Ja’far (al-Barzanji) yang berjudul ‘Jawâhir ‘Iqd’ atau ‘al-Burûd’, yang mana komentar dan keterangan saya itu dapat mengungkap maksud isi kitab, dan memudahkan para pelajar dari bangsa saya untuk memahaminya.”

Dijelaskan oleh Syaikh Nawawi, jika sebelumnya ia juga pernah menulis sebuah komentar (syarh) atas teks (matn) maulid lain, yaitu ’Iqd ‘Iyân karangan Syaikh Zainal Abidin. Meski demikian, lanjut Syaikh Nawawi, teks maulid karangan al-Barzanji memiliki banyak kesitimewaan, yaitu nilai sastrawinya yang sangat tinggi.

Dikatakan oleh Syaikh Nawawi, bahwa “Maulid al-Barzanji banyak dibacakan dan dilantunkan di banyak negeri. Bagaimana tidak demikian, ia adalah pesona yang nyata, dan air yang bening menyegarkan”. Meski demikian, lanjut Syaikh Nawawi Banten, keelokan sastrawi dari kitab Maulid al-Barzanji itu ibarat burung elok yang terbang hinggap di ranting-ranting pohon sambal bersenandung, tak lagi dapat ditangkap maknanya.

Dalam menuliskan komentar dan penjelasannya, Syaikh Nawawi Banten bersandar kepada beberapa kitab ulasan sejarah Nabi Muhammad lain, seperti kitab al-Khullâshah al-Mardhiyyah karangan Syaikh Yûsuf al-Sunbulâwainî (w. 1285 H/ 1868 M) yang juga guru Syaikh Nawawi Banten, juga kitab al-Mawâhib al-Ladunniyyah bi al-Minah al-Muhammadiyyah karangan Syaikh Ahmad al-Qasthalânî (w. 923 H/ 1517 M), dan juga kitab al-Syifâ bi Huqûq al-Musthafâ karangan al-Qâdhî ‘Iyâdh (w. 544 H/ 1149).

Pada halaman akhir naskah, Syaikh Nawawi menulis jika kitab ini diselesaikan penganggitannya pada siang hari Sabtu, 19 Rabiul Awwal tahun 1293 H (15 April 1876 M). Jika dihitung memakai kalender hijriah, maka saat ini (Rabiul Awwal 1348 M) teks kitab ini sudah berusia 145 tahun. Naskah tersebut baru dicetak 6 (enam) tahun kemudian, yaitu pada bulan Sya’ban 1297 H (Juli 1880 M) di Percetakan al-Amiriyah di Kairo, Mesir.

Melihat tahun cetakan yang merujuk angka 1880 M, maka kitab syarah Madârij al-Shu’ûd karangan Syaikh Nawawi Banten ini terbilang satu dari belasan kitab Melayu-Nusantara (Jawi) yang saat itu mulai dicetak di Timur Tengah. Ketika pada tahun 1886 Orientalis Belanda Christian Snouck Hurgronje berada di Makkah dan bertemu dengan Syaikh Nawawi Banten, dilaporkan jika beberapa buah kitab Syaikh Nawawi Banten sudah ada yang dicetak di Kairo. Nah, kitab Madârij al-Shu’ûd ini adalah salah satunya.

Ahmad Ginanjar Sya’ban, Dosen Pascasarjana Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Jakarta.