Tasawuf/Akhlak

Kebaikan dan Sikap Adil terhadap Non-Muslim dalam Al-Qur'an dan Hadits

Kamis, 26 Desember 2019 | 09:45 WIB

Kebaikan dan Sikap Adil terhadap Non-Muslim dalam Al-Qur'an dan Hadits

Al-Bukhari mengisahkan bahwa Umar bin Al-Khathab pernah mengirimkan sepotong pakaian kepada saudaranya di Makkah sebelum saudaranya memeluk Islam.

Perbuatan baik dan perbuatan adil dalam ajaran Islam merupakan tuntutan, sekaligus ciri khas dan prinsip berinteraksi dengan sesama. Karena itu, kepada non-Muslim sekalipun, seorang Muslim dituntut untuk saling menghormati, saling berbagi, berlaku adil, dan menjaga hubungan baik, terlebih jika mereka sebagai tetangga. Semua itu disebutkan dalam firman Allah dan sabda Rasulullah SAW:

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Artinya, “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu. Sungguhn, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil,” (Surat Al-Mumtahanah ayat 8).

أَوْصَانِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ يُوَرِّثُهُ

Artinya, “Malaikat Jibril senantiasa menasihatiku perihal tetangga, sampai-sampai aku mengira bahwa tetangga juga berhak mendapat harta waris,” (HR. Ahmad).

Hal ini diperkuat oleh riwayat Al-Bukhari yang menyebutkan, Asma binti Abu Bakar pernah bercerita:

قَدِمَتْ عَلَيَّ أُمِّي وَهِيَ مُشْرِكَةٌ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَاسْتَفْتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قُلْتُ: وَهِيَ رَاغِبَةٌ، أَفَأَصِلُ أُمِّي؟ قَالَ: نَعَمْ صِلِي أُمَّكِ 

Artinya, “Pada zaman Rasulullah saw., ibuku datang kepadaku. Sementara saat itu ia masih musyrik (non-muslim). Aku lantas meminta izin kepada Rasulullah SAW. Kala itu, aku sampaikan, ‘Ibuku ingin berbuat baik kepadaku. Bolehkan aku menerimanya?’ Beliau menjawab, ‘Tentu saja, silakan jalin hubungan dengan ibumu.”

Berkenaan dengan hadits ini, Ibnu Hajar menjelaskan, nama asli ibunda Asma ini adalah Qailah binti Al-Uzza bin Sa’d bin Malik bin Hasal bin Amir bin Lu’ay. Maksud kedatangannya adalah bersilaturahim. Kala itu, Qailah datang membawakan kismis dan mentega untuk putrinya, Asma. Namun Asma menolak hadiah itu bahkan tidak mempersilakan sang ibu masuk rumah, sebelum meminta izin kepada Rasulullah SAW. 

Tidak disangka, Rasulullah mempersilakannya, bahkan memerintahkan Asma selalu menjaga hubungan baik dengan ibunya, “Silakan jalin hubungan dengan ibumu.”  Ditambahkan oleh Ibnu ‘Uyainah, bersamaan dengan peristiwa itu, Allah menurunkan ayat, “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil,” (Surat Al-Mumtahanah ayat 8). (Ibnu Hajar, Fathul Bari, jilid V, halaman 234).

Dalam riwayatnya lagi, Al-Bukhari juga mengisahkan bahwa Umar bin Al-Khathab pernah mengirimkan sepotong pakaian kepada saudaranya di Makkah sebelum saudaranya memeluk Islam.

Dari ayat dan hadits di atas, dapat ditarik simpulan, seorang Muslim tetap harus menjaga hubungan baik dengan non-muslim, berlaku adil, toleran, saling berbagi, termasuk menyambung kekerabatan dan ketetanggaan. Seorang Muslim tidak diperintahkan untuk saling menyudutkan apalagi bertindak diskriminatif yang menyebabkan non-Muslim menjadi antipati pada Islam. Wallahu a’lam.
 

Penulis: M Tatam Wijaya
Editor: Alhafiz Kurniawan