Warta

“Air Susu Dibalas Air Tuba”, NU Harus Tetap Bersabar

Sab, 25 Agustus 2007 | 03:58 WIB

Bogor, NU Online
Nahdlatul Ulama (NU) sepertinya telah ditakdirkan menjadi pengawal setia kelangsungan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apapun selalu diberikan NU untuk bangsa ini. Tak terhingga bentuk perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan NU untuk tetap menjaga keutuhan dan keragaman bangsa ini.

Dalam setiap fase perubahan, bahkan yang paling genting dan menentukan, NU selalu berada di garda terdepan sebagai anak yang paling setia membela panji NKRI. Ironisnya pengorbanan tanpa pamrih dan perjuangan tanpa henti yang dilakukan NU, sering kali berimplikasi pada marginalisasi dan perlakuan tidak adil terhadap war<>ga NU. Namun, NU selalu sabar mendapatkan perlakuan “air susu dibalas air tuba.”

Demikian dikatakan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Masdar Farid Mas’udi di sela-sela Isra’ Mi’raj dan Refleksi Kemerdekaan dan Silaturrahmi Keluarga Besar Nahdlatul Ulama (KBNU) Kota Bogor, yang dilangsungkan di komplek Yayasan Islamic Centre (YIC) Alghazaly, Kamis malam (23/8) lalu.

Kontributor NU Online Ahmad Fahir melaporkan, kegiatan ini digagas bersama oleh Pesantren YIC Al-Ghazaly, Pesantren Al-Falak, Muslimat, GP Ansor, Fatayat, PMII, IPNU, IPPNU dan KMNU IPB. Sedikitnya 4000 jamaah tumplek blek di komplek pendidikan yang berada di jantung Kota Bogor tersebut. Ini adalah kegiatan terbesar yang pernah dibuat NU di Kota Bogor.

Selain dihadiri Kyai Masdar, turut hadir pula Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat KH Dedi Wahidi, Wakil Ketua PWNU KH Agus Salim Mawardi, para ulama, habaib, dosen, mahasiswa, aktivis pemuda, partai politik dan berbagai komponen NU lainnya.

Lebih lanjut pria yang juga menjabat sebagai Direktur Perhimpunan Pengembangan dan Masyarakat (P3M) Jakarta ini menegaskan, dalam setiap fase perjalanan republik ini NU selalu berperan besar. Diantaranya adalah kobaran semangat juang 10 November, melalui Resolusi Jihad KH Hasyim Asy’ary. “Fakta sejarah heroisme 10 November mustahil terjadi tanpa adanya resolusi jihad NU. Apalagi saat itu tidak ada satu pun ormas di Indonesia yang mendukung sikap NU,” tegas Masdar.

Begitupun saat PKI melakukan upaya sistematis merubah Indonesia menjadi negara komunis, lanjut Masdar, NU mengorbankan jiwa dan raga menjaga keselamatan Republik. NU berada di garda terdepan dibandingkan komponen anak bangsa lainnya. “Saya pikir tak terhingga pengorbanan dan jasa yang diberikan NU. Tetapi ironisnya NU selalu diperlakukan tidak adil dan diasingkan dalam pembangunan, sehingga kita masih bergelut dengan kemiskinan, kebodohan dan pengangguran. Meski demikian, sebagai penganut ahlussunnah waljamaah, kita harus tetap bersabar. Mungkin amal ibadah kita dibalasnya oleh Allah SWT tidak hari ini, tetapi sebagai tabungan di Akhirat,” seloroh Masdar.

Meski sering diperlakukan tidak adil oleh yang menelola negara, Masdar menghimbau agar warga NU tetap komitmen dengan NKRI. NU tidak usah latah-latah mendirikan negara Khilafah. Bagi NU, NKRI adalah final. “Perjuangan mempertahankan NKRI tidak sebatas secara politik kita mempertahankan keutuhan republik. Tapi ini juga merupakan perjuangan mempertahankan kebesaran Islam. Kalau Indonesia bubar, umat Islam dunia praktis tidak memiliki lagi negara besar dengan populasi Muslim mayoritas. Indonesia memiliki semua syarat, untuk menjadi pemimpin di antara negara-negara Islam. Dan sejak lama negara-negara Islam berharap banyak pada kiprah Indonesia dalam percaturan internasional,” ujar Masdar.

Karena itu, sebagai komponen terbesar bangsa ini, NU harus proaktif dalam mewujudkan cita-cita ideal menjadikan Indonesia sebagai panglima dunia. “Saya sering road show dari kampung ke kampung, dari satu pulau ke pulau lainnya. Mayoritas masjid (sekitar 70%) di Indonesia, mempraktikkan ibadah ala NU. Ini potensi besar yang kita miliki, namun belum kita garap secara optimal. Sehingga banyak orang-orang yang tidak punya rumah atau pendatang baru yang mengisi rumah-rumah milik warga NU dan mengusir pemiliknya,” ungkap Kyai kelahiran Purwokerto ini dengan nada berapi-api.

Masdar mengajak warga NU untuk lebih concern merawat rumah, agar tidak ada pendatang baru yang mengacak-ngacak isi rumah yang kita miliki. “Kita tidak usah memikirkan rumah orang lain, karena mengurus rumah sendiri saja sudah kewalahan. Jadi kita berharap orang lain tidak mengganggu rumah kita, sama halnya dengan tekad kita untuk tidak mencampuri dapur rumah orang lain,” imbuhnya.

Sementara itu, KH Mustofa Abdullah bin Nuh yang akrab disapa Gus Toto, menyerukan agar umat Nahdliyin di Bogor tidak usah takut dengan gerakan yang dilakukan kaum wahabi. “Populasi dan kekuatan kita sangat dahsyat. Tidak ada alas an kita takut atau terpengaruh pada propaganda orang lain, yang ingin mengacak-ngacak aqidah dan faham ahlussunnah waljamaah yang dianut NU,” ujar pengasuh Pesantren YIC Al-Ghazaly yang juga putra mendiang ulama kesohor Indonesia Mama Abdullah bin Nuh.

Gus Toto menegaskan, pihaknya akan terus berkomitmen menjadikan YIC Al-Ghazaly sebagai benteng pengembangan faham dan ajaran ahlussunnah waljamaah di Bogor. “Saya sering diskusi dengan ulama-ulama sunni dari Timur Tengah. Mereka menyatakan, bahwa Islam Indonesia mampu bertahan selama delapan abad terakhir, karena istiqamah mengamalkan ahlusunnah walajamaah, lebih spesifik dalam satu madzhab Syafi’i. Dan pada awal abad ke-20, perjuangan umat Islam mempertahankan paham ahlusunnah waljamaah semakin menemukan momentum dengan didirikannya NU. Jadi NU harus kita dukung sebagai benteng utama melestarikan faham aqidah yang berjasa besar menyebarkan Islam di penjuru Nusantara,” ajak kyai tamatan Pesantren Krapyak ini.

Sedangkan Ketua PWNU Jawa Barat KH Dedi Wahidi, mengajak agar semua komponen NU di Bogor lebih pro aktif lagi dalam memperjuangkan penyebaran faham NU. “Kami dari PWNU Jawa Barat sedang merumuskan kurikulum ahlusunnah waljamaah untuk anak-anak SD/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK/MA. Kami mengimbau agar sekolah-sekolah dan pesantren-pesantren milik warga NU mulai menanamkan aqidah ahlusunnah walajmaah sejak dini,” kata Wahidi.

Wakil Rois Syuriah PCNU Kota Bogor KH Firdaus menambahkan, saat ini NU di Jawa Barat, khususnya di Kota Bogor sedang menggeliat kembali. “NU adalah kekuatan raksaksa. Tapi selama ini kita lebih banyak bergerak di bawah tanap (cultural). Saatnya kita menunjukkan kekuatan sesungguhnya. Kader-kader NU harus tampil terdepan dalam berbagai level dan dimensi pengabdian sosial,” paparnya.

Ketua Panitia K Asep Zulfikar mengatakan, kegiatan tersebut baru langkah awal dari kebangkitan NU Kota Bogor. Ke depan, bersama komponen KBNU lainnya ia akan menggagas kegiatan lebih spektakuler, dengan mengundang para ulama ahlusunnah waljamaah dari berbagai penjuru dunia.

“Secara bertahap, kami akan terus konsolidasi untuk menata rumah NU agar lebih cantik dan mempesona tidak hanya bagi Nahdliyin, tetapi bagi semua komponen masyarakat.  Sangat perlu menanamkan sense of belonging dan kebanggaan pada rumah sendiri, sebagai modal bderkompetisi di berbagai ranah pengabdian sosial,” ujar cucu dari mendiang ulama besar NU Bogor, Mama Tb Falak ini.(ipb)