Warta

Ansor Desak Yusril Mengundurkan Diri

NU Online  ·  Jumat, 23 Februari 2007 | 05:18 WIB

Jakarta, NU Online
Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor mendesak Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Yusril Ihza Mahendra mengundurkan diri dari jabatannya jika telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat sidik jari di Departemen Hukum dan HAM.

“Alasannya, tindakan Yusril dinilai tidak etis, kenapa baru sekarang dia melaporkan kasus tersebut, ketika dia diperiksa KPK. Karena itu, jika Yusril sudah menjadi tersangka, selayaknya mengundurkan diri sebelum di-reshufle,” kata Sekretaris Jenderal PP GP Ansor A Malik Haramain di Jakarta, Kamis (22/2) kemarin.

<>

Lebih lanjut Malik—demikian panggilan akrabnya—mengatakan, perlawanan Yusril terhadap pemberantasan korupsi telah menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla dalam hal penegakan hukum. Karenanya, pengusutan atas kasus dugaan korupsi yang melibatkan Yusril itu harus terus dilanjutkan dan tidak boleh dihentikan.  “Kalau pemeriksaan terhadap kasus alat sidik jari di Depkumham dihentikan, maka kecurigaan akan tertuju pada KPK. Ada apa ini?” tambahnya.

Mantan ketua umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia itu menegaskan, pihaknya tetap konsisten mendorong upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK. Namun demikian, laporan Yusril agar menelaah kembali Kepres 80/2003 juga perlu ditindaklanjuti. Karena itu, Ansor tidak akan pernah berhenti mengkritisi soal penegakkan hukum, khususnya yang menyangkut dugaan korupsi.

Selain itu, Malik juga meminta kepada Presiden Yudhoyono untuk mempertimbangkan usulan agar Mensesneg dinonaktifkan lebih dahulu agar pemeriksaan yang dilakukan KPK bisa berjalan lancar dan tidak mengganggu kinerja Sekneg. Dengan begitu, proses penegakkan hukum akan terlihat sungguh-sungguh.

Perseteruan Yusril-Taufiqurrahman Ruki (Ketua KPK) menurutnya, mengesankan tidak ada koordinasi yang baik di antara pejabat pemerintah. Presiden diminta bukan hanya menegur Yusril, tapi kalau bisa memberikan sanksi. “Soal apa bentuk sanksinya kita serahkan kepada presiden, karena Yusril merupakan pembantu presiden,” ujarnya.

Soal kemungkinan di-reshufle-nya Yusril dalam kaitannya dengan kasus tersebut, Malik menegaskan bahwa hal itu sepenuhnya merupakan kewenangan Presiden. “Saya tidak tahu, itu hak prerogatif Presiden dan tidak ada yang bisa mencampurinya,” imbuhnya. (gpa/rif)