Warta

Bahtsul Masail: Korupsi adalah Pencurian dan Penghianatan

Sel, 20 September 2011 | 04:04 WIB

Demak, NU Online
Masih banyak kasus korupsi di negeri ini yang belum tertangani dengan baik dan tuntas. Sekian banyak uang negara yang diambil sampai sekarang belum juga dikembalikan. Bagaimanakah sebenarnya status koruptor dalam pandangan fiqih atau hukum Islam?  <>

Inilah mas’alah yang ramai dibicarakan oleh para kiai dan warga Nahdliyim dalam forum bahtsul masa’il Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Demak putaran ke XII yang diselenggarakan pada Ahad  (18/9/2011) kemarin di Masjid Jami’ Kalisari Sayung Demak.

Para pembahas mengemukakan dua jawaban hukum dalam pandangan fiqih. Yang pertama, bahwa korupsi merupakan perbuatan pencurian dengan alasan ada unsur kesengajaan. Pencurian harta negara yang dilakukan dengan pengetahuan dan keahlian, hukumannya jelas, yaitu qishos atau potong tangan.

Adapun hukum yang kedua adalah penghianatan. Dalam hal ini tidak ada pengambilan harta secara samar-samar, tapi terjadi penyalahgunaan wewenang dengan jabatan dan kekuasaan. Maka hukuman bagi para penghianat tergantung pada kebijakan sang Hakim/Qodli.

“Para kiai dengan hati-hati menjawab persoalan ini karena akan berimplikasi pada aturan hukum yang ada di Indonesia. Sumber hukumnya tetap dari kitab yang selama ini di pakai rujukan para kiai dan ulama NU,” kata Katib Syuriah PCNU Demak KH Abdul Rosyid selaku pimpinan sidang yang sekaligus sebagai tim perumus.

Kiai Rosyid menambahkan, dalam kesempatan itu forum mengangkat kembali hasil Munas Alim Ulama NU di Pondok Gede tahun 2002, yang memutuskan sebaiknya koruptor tidak disholati. Keputusan ini merupakan upaya menimbulkan efek jera dengan menggunakan pendekatan agama.

“Yang mensholati koruptor tidaklah kiai dan kaumnya, namun cukup keluarganya saja,” papar Rosyid.



Redaktur     : A. Khoirul Anam
Kontributor : A.Shidiq Sugiarto