Warta

Berbagai Pihak Tolak Upaya Hidupkan Kembali WTO

Sel, 20 Februari 2007 | 02:37 WIB

Jakarta, NU Online
Aliansi yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Lawan Neokolonialisme-Imperialisme menolak kehadiran Pascal Lamy, Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) ke Indonesia hari ini (20/2). Disinyalir kehadiran Lamy terkait dengan usaha membangkitkan kembali WTO dan untuk melegalkan perdagangan bebas yang lebih luas.

Pagi ini aliansi menggelar orasi di depan Masjid Istiqlal Jakarta dan akan diteruskan ke Bundaran Hotel Indonesia dan beberapa pusat pengambil kebijakan ekonomi. Aliansi terdiri dari Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI), Aliansi Buruh Menggugat (ABM), Koalisi Anti Utang (KAU), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Walhi Jakarta, Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), Lingkar Studi-Aksi untuk Demokrasi Indonesia (LS-ADI), Komite Mahasiswa Anti Imperialisme (KMAI), Kesatuan Aksi Mahasiswa LAKSI 31 (KAM LAKSI 31), dan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI).

<>

“Kunjungan Pascal Lamy tentunya bukan sekadar kunjungan persahabatan, melainkan dalam misi utama untuk kembali menghidupkan negosiasi WTO yang mati suri. Hal ini bisa direalisasikan dengan antek-antek neoliberalisme yang mengatur perekonomian Indonesia, seperti Mafia Berkeley dan rejim pemerintahan boneka,” kata Achmad Ya’kub dari FSPI.

Dalam laporan persnya aliansi menyatakan, sejak negosiasi di WTO mati suri di bulan Juli 2006 lalu, sudah banyak upaya untuk menghidupkan kembali rejim perdagangan global yang menakutkan ini. Inisiasi selalu dilakukan oleh pihak-pihak yang mendominasi di forum WTO, seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, Australia, Brazil dan India.

WTO adalah alat penjajahan yang pasti tidak akan memperhitungkan kepentingan rakyat banyak seperti petani kecil, buruh, dan kaum miskin kota. Sejak berdiri tahun 1995, sekitar 80 persen lebih volume perdagangan bebas dunia diraup oleh perusahaan transnasional raksasa. Makna pembentukan WTO untuk mewujudkan pekerjaan dan kesejahteraan bagi rakyat ternyata tak terwujud.
 
Dikatakan, menteri perekonomian dan menteri perdagangan sudah lama mencetak image Indonesia sebagai anak manis (good boy) di forum internasional macam WTO, IMF dan Bank Dunia. Mereka juga yang menjual pertanian, jasa, dan industri pada mekanisme pasar bebas dan membuat rakyat kecil sengsara. Mereka jugalah yang tidak melibatkan rakyat dalam pengambilan keputusan, dan dengan mudahnya menukarkan (trade off) pertanian dengan komoditi lain yang hanya akan menguntungkan segelintir pihak belaka. (nam)