Warta

BMPS Berharap Pemerintah Tetap Komitmen Tingkatkan Pendidikan

NU Online  ·  Rabu, 27 Februari 2008 | 09:58 WIB

Jakarta, NU Online
Meskipun MK telah menetapkan komponen gaji termasuk bagian dari 20 persen kewajiban anggaran pendidikan seperti diperintahkan oleh UUD, pemerintah diharapkan tetap berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Demikian diungkapkan oleh Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Dr Fathoni Rodhi kepada NU Online, Rabu (27/2).

gt; Akibat keputusan MK tersebut, anggaran pendidikan yang sebelumnya hanya mencapai 13 persen langsung meningkat menjadi 18 persen yang berarti pemerintah hampir memenuhi kewajiban UUD yang menetapkan anggaran pendidikan harus 20 persen.

“Semoga presiden sadar walau sudah hampir mencapai 20 persen setelah dimasukkanya gaji guru, tetapi kita berharap peningkatan bisa diatas 25 persen. Dan kalau perlu sampai 35 persen karena di daerah seperti Papua 65 persen anggaran untuk gaji tok,” katanya.

Besarnya komponen gaji dalam anggaran pendidikan juga terjadi di daerah-daerah pemekaran yang mencapai 40-50 persen. Dengan demikian, anggaran untuk sarana dan prasarana jika tidak ditambah akan sangat sedikit karena secara UU ini sudah memenuhi.

“Sekarang pemerintah sudah goyang-goyang kaki karena sudah tidak perlu lagi menaikkan anggaran 20 persen,” imbuhnya.

Sebelumnya dalam uji materi yang diajukan oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) selama dua kali terhadap APBN bagi pendidikan, pemerintah dianggap lalai karena tidak mampu memenuhi kewajiban penyediaan anggaran sebesar 20 persen bagi pendidikan. Pemerintah berusaha untuk mencari peluang hukum.

Dijelaskannya, yang lebih berbahaya lagi, saat ini asosiasi profesi kedinasan juga sudah minta dilakukan uji materiil agar biaya yang mereka keluarkan untuk pendidikan di masing-masing departemen pemerintahan juga dimasukkan ke dalam anggaran pendidikan. Jika komponen ini turut dimasukkan, tentu akan semakin kecil lagi dana pendidikan yang secara riil dipergunakan oleh anak sekolah.

Fathoni yang juga wakil ketua LP Maarif NU ini menduga ada kepentingan politik dibalik permintaan uji materi yang diajukan oleh satu guru Sulsel dan satu dosen Sulsel yang memang dikerahkan ke Jakarta.

“Hak 2.700.000 guru dan dosen dipatahkan oleh dua orang. BNPS Pusat sangat kecewa dan mendoakan agar mereka segera sadar,” katanya.

Mengenai Maarif NU sendiri, Fathoni berpendapat bahwa lembaga pendidikan yang dimiliki oleh NU ini biasa mandiri dari APBN, namun peluang untuk meningkatkan kerjasama dengan pemerintah tetap berkurang.

“Kalau dulu banyak block grand, baik dari diknas maupun depag. Namun Depkeu bilang, diknas bikin kegiatan kok disawer-sawar. Padahal ini kan kewajiban negara seperti pasal 31 bahwa belajar merupakan kewajiban negara tanpa dipunguut biaya,” tandasnya.

Namun, karena negara tak mampu melakukannya sendirian, lalu akhirnya melibatkan fihak swasta. “Kita ini jadi pahlawan dobel. Siswa swasta kan anak-anak sisa. Padahal UN harus sama, sementara kesulitan prasarana lebih banyak. Kami kan memperoleh hak peningkatan mutu,” tegasnya. (mkf)