Cak Nun: Kita Tidak Bisa Bedakan Antara Bangga dengan Malu
NU Online · Kamis, 7 September 2006 | 10:00 WIB
Surabaya, NU Online
Budayawan, Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) mengemukakan, saat ini masyarakat Indonesia mengalami kenyataan tidak memiliki sikap yang jelas, sehingga banyak yang tidak bisa membedakan antara harus bangga dengan malu.
"Kita ini sering tidak tahu kapan harus bangga dan kapan harus malu. Mestinya kita malu, malah bangga. Kita tidak bisa membedakan pantat dengan muka," katanya pada pengajian "BangbangWetan" di Balai Pemuda Surabaya, Rabu (6/9) malam yang berlangsung hingga Kamis dinihari.
<>Penyair asal Jombang, Jawa Timur yang juga suami dari penyanyi Novia Kolopaking itu tidak menyoroti ketidakjelasan sikap masyarakat bukan hanya dalam kontek persoalan sosial, melainkan juga dalam hal keagamaan.
"Sampean itu kan Sun’ah, gak jelas apakah Sunni atau Syiah. Kadang ya rodok’(agak) PKI. Yang Islam kadang agak Kristen, kadang agak Katolik, sebaliknya yang Katolik kadang ya agak NU (Nahdlatul Ulama)," katanya disambut tawa jamaahnya.
Karena itu ia mengajak jamaahnya untuk melakukan muhasabah (penghitungan) ulang atas rencana masa depan dari bangsa ini. Melalui pengajian yang dijadwalkan dilaksanakan setiap bulan sekali itu, Cak Nun mengajak mereka untuk memikirkan masalah tersebut.
"Ayo kita hitung sama-sama. Kalau sampean (anda) itu ponakannya SBY atau sampean adiknya Pak Imam (Gubernur Jatim Imam Utomo, red) gak apa-apa gak mikir. Wong saya sama sampean ini tidak ada yang mikirkan," katanya.
Pada kesempatan itu ia mengajak masyarakat Surabaya dan Jawa Timur untuk bangkit menata masa depan bangsa ini. Masyarakat Jatim jangan lagi banyak berharap ke Jakarta sebagai pusat kekuasaan karena realitasnya tidak banyak memberikan arti.
"Mau berharap apa dari Jakarta? Tidak bisa. Karena itu ayo kita berhitung dan mempersiapkan diri. Sekarang ini eranya Timur," katanya seraya menyebut berputarnya sejarah dari zaman kerajaan hingga runtuhnya kekuasaan Soeharto.
Cak Nun mengemukakan, pola pengajian yang santai dan tidak hanya mengandalkan pengetahuan dari para pembicara itu akan dilaksanakan setiap bulan sekali. Namun demikian, ia mempersilakan kepada masyarakat untuk mengoreksinya.
"Saya menyediakan waktu untuk sampean di sini selama satu tahun sesuai jadwal yang kita susun. Tapi kalau menurut sampean, bulan depan tidak perlu, ya cukup edisi perdana ini saja. Kalau sampai enam bulan, ya silakan. Forum ini milik sampean," katanya.
Ia mengemukakan, dirinya tidak memiliki dukungan sponsor untuk menggelar kegiatan tersebut, melainkan hanya mengandalkan sumbangan dari anggota masyarakat yang peduli dan menginginkan kegiatan tersebut berjalan.
Pengajian "BangbangWetan" itu juga diisi oleh pengamat sosial Prof Dr Hotman M Siahaan, pelawak Kartolo dan Priyo Aljabar serta seorang perempuan asal Australia bernama Jema. Penyair D Zawawi Imron yang dijadwalkan mengisi pengajian ternyata tidak hadir.
"BangbangWetan" merupakan kependekan dari "Abang-abang teko Wetan" (bahasa Jawa yang berarti, merah-merah dari Timur). Kalimat itu mengartikan adanya cahaya kemerahan dari timur sebagai lambang akan munculnya pencerahan. (ant/rif)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua