Warta KH TOLCHAH HASAN

Ceramah Pada Pengumpulan Dana Pembangunan IIC di Melbourne

Rab, 22 November 2006 | 12:20 WIB

Kunjungan Safari Ramadan Wakil Rois ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Tolchah Hasan ke Australia berikutnya adalah kota Melbourne. Kira-kira satu jam perjalanan dengan menggunakan pesawat dari Canberra.

Kunjungan mantan Menteri Agama di era pemerintahan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu ke kota tempat digelarnya balap mobil Formula 1 dan Tenis Australia Open itu disponsori Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU Australia-New Zealand ANZ, berkerja sama dengan KJRI Melbourne, IMCV dan seluruh kelompok pengajian di Melbourne seperti MIIS Monash Uni, Pengajian HANIF Brunswick, Pengajian Al-Ikhlash, Pengajian Laverton, YIMSA, dan Pengajian KITA.

<>

Agenda pertama Kiai Tolchah—demikian panggilan akrabnya—di ibukota negara bagian Victoria ini adalah ceramah agama dalam sebuah forum shalat tarawih. Acara dilanjutkan dengan fund raising (penggalangan dana) untuk pembangunan Indonesian Islamic Center (IIC) Victoria.

Dalam kesempatan yang dihadiri sekitar 250-an jama’ah itu, panitia berhasil menghimpun dana sebesar A$1800 dan U$100. Pada saat itu juga Kiai Tolchah dititipi proposal panitia pembangunan untuk disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Agama.

“Mudah-mudahan siapapun yang menyambung kepengurusan NU di Melbourne ini bisa memonitor proses proposal ini,” Kata Su’aidi Asy’ari, salah seorang Ketua PCINU ANZ perwakilan Victoria.

Keterlibatan PCINU ANZ Victoria secara intensif dalam proses pembangunan IIC bukannya tanpa alasan. Sebab, dengan berdirinya IIC di Victoria, diharapkan dapat menjadi representasi wajah Islam alternatif, selain wajah Islam Timur Tengah.

“Di lembaga ini NU bisa memberi warna Islam yang moderat ala Islam Indonesia,” ujar Su’aidi yang juga mahasiswa S3 University of Melbourne ini.

Pagi harinya acara Kiai Tolchah di Melbourne dilanjutkan dengan kuliah subuh dan diskusi seputar Islam, toleransi dan perbedaan paham aliran keagamaan di Masjid Westol, Clyton dekat Monash University. Dalam ceramahnya, Kiai Tolchah menyinggung luasnya konsep sedekah dalam Islam. Menurutnya, sedekah tidak hanya bersifat kebendaan. Sedekah antara lain bisa berarti mendamaikan dua pihak yang bertikai, juga bisa berarti mendekatkan hubungan antara dua golongan.

Mantan Rektor Universitas Islam Malang itu juga menyayangkan hilangnya dimensi etis dan humanis dalam keberagamaan umat Islam Indonesia akibat semangat yang berlebihan dari beberapa kelompok umat Islam. Mereka tidak tahu bahwa sikap yang demikian justru melanggar ajaran Islam itu sendiri. Contohnya sungguh ironis, mereka bermaksud menegakkan ajaran Islam, namun mereka lakukan dengan menggunakan cara kekerasan. 

“Oleh karena itu, di tengah situasi yang demikian, saat ini perlu adanya komunitas Islam yang ramah, damai dan bisa hidup dengan siapa saja tanpa kehilangan jati diri sebagai muslim, tandas Kiai Tolchah.

Dalam forum diskusi, salah seorang peserta bertanya mengenai respon umat Islam setelah jatuhnya mantan Presiden Irak Saddam Husein yang tidak berdampak pada perbaikan ekonomi rakyat Irak sendiri.

“Saya tiga kali ke Irak, sebelum dan sesudah Perang Teluk. Dalam sebuah Konferensi negara-negara Islam, saya berdialog dengan seorang akademisi Irak—yang sebenarnya tidak sepaham dengan Saddam—tetapi  mereka berkata, setidaknya Saddam tidak pernah menjual Islam dan Arab, tidak seperti Raja Fahd,” jawab Kiai Tolchah diplomatis.

Irak adalah negara yang sangat kaya minyak dan memiliki rasa nasionalisme yang sangat tinggi, maka Amerika Serikat bependapat, negara tersebut harus segara dihancurkan sebelum jadi ancaman nyata baginya. Invasi Amerika bukan hanya menginjak-injak harga diri sebagai bangsa, tetapi juga telah menginjak-injak harga diri sebagai manusia, Oleh karena itu tidak heran invansi tersebut menimbulkan banyak sikap radikal untuk menentangnya. (Arif Zamhari/Bersambung)