Warta

Churmen: Penyambung Lidah Petani

NU Online  ·  Ahad, 12 September 2004 | 06:02 WIB

Jakarta, NU Online
H Imam Churmen, tokoh yang  populer disebut sebagai "Penyambung Lidah Petani" ini menyatakan secara resmi pensiun sebagai wakil rakyat. Anggota Komisi III Fraksi Kebangkitan Bangsa DPR RI ini sebelumnya telah mengabdikan diri sebagai anggota dewan dewan selama tiga puluh tahun lebih.

"Kalau tidak karena usia yang sudah sepuh, rakyat masih dangat membutuhkan sosok Pak Imam di Senayan,"ujar H Tosari Wijaya dalam kata sambutan pada acar peluncuran buku "Imam Churmen:Penyambung Lidah Petani" di Jakarta, Ahad.

<>

 Bahkan, menurut petinggi PPP tersebut, H Imam Churmen layak mendapatkan penghargaan gelar Doktor Honoris Causa bidang pertanian. "Melihat rekam jejak dan penguasaannya dalam hal pertanian dan kehutanan, selayaknya beliau mendapatkan penghargaan doktor hononis,"lanjut Tosari.

Tampak memberikan sambutan juga adalah ketua  Himpunan Keluarga Tani Indonesia Siswono Yudohusodo dan beberapa  kalangan dekat  H Imam Churmen.

Imam Churmen   terlahir sebagai seorang nahdliyin sekaligus politisi. Lahir di  Ponorogo pada 15 Juni 1931, kini dikaruniai delapan anak. Ia sudah aktif di NU sejak tahun 1951, dan pada saat bersamaan masuk sebagai pegawai Depag RI  hingga tahun 1981. Saat itu ia juga sekretaris Jamiyyah Ahli Thariqoh Muktabarah Indonesia.

Kedekatannya dengan petani dimulai ketika pada tahun 1960 dipercaya sebagai ketua pertanian NU  (Pertanu). Lima tahun kemudian, pada saat G-30 PKI, ia sedang menjabt sebagai pimpinan puncak Pertanu. Ia terus  mengurus masalah pertanian dan nelayan di lingkungan warga NU melalui lembaga Pertanu, hingga memimpin LP2NU pada Agustus 2000.

Karir pilitiknya dimulai ketika terpilih sebagai anggota legislatif dari partai NU (1971-1973). Ketika Orde Baru memaksa NU  lebur dalam PPP, Imam terus menerus menjadi anggota dewan hingga tahun 1997.

"Hanya istirahat dua tahun,  pada 1999, kembali ke Senayan melalui PKB,"ujarnya.

Kini, setelah 33 tahun di Senayan, Imam bermaksud kembali ke masyarakat. Mengabdikan diri kepada umat, tidak  boleh terus di Senayan. Sebab, tempat bertempur itu memerlukan tenaga segar dan lebih terdidik.

Dalam kesan dan kesan yang disampaikan pada sahabat,  Wakil Sekjen PBNU H Masduki Baidlawi menyebut Imam sebagai tokoh yang pandai membentuk kader. Hal yang sama juga diakui oleh Muhaimin Iskandar, Ida Fauziyah dan Amin Said Husni.

Buku Biografi  H Imam Churmen ditulis oleh wartawan senior Soekedy. Sebagian besar isi buku ini menceritakan sepek terjang Imam di Senayan. Terutama dalam memperjuangkan nasib petani dan nelayan.  Sang penyambung lidah  petani telah  izin minta turun panggung untuk  kembali bergabung dengan masyarakat lagi. (MA)