Warta

Dikhawatirkan Lembaga Zakat Hanya untuk Kepentingan Bisnis

Kam, 25 September 2008 | 00:23 WIB

Jakarta, NU Online
Lembaga atau badan amil zakat di Indonesia dikhawatirkan hanya menjadi ajang bisnis kelompok tertentu, jika tidak ada aturan perundang-undangan yang ketat dalam mengawasi kerja lembaga ini.

Aturan yang dimaksudkan berkaitan dengan ketentuan syariat Islam mengenai cara yang dibenarkan dalam memungut zakat dan penyaluran zakat kepada mereka yang berhak menerima. Jangan sampai pengeluaran jutru lebih banyak untuk amil atau panitia zakat.<>

Demikian disampaikan KH Arwani Faishal, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il PBNU dalam ”Pengajian Online” dari ruang redaksi NU Online, Selasa (23/9). Pengajian sesi ”Zakat Maal” ini diikuti oleh para peserta dari dalam dan luar negeri melalui fasilitas telekonferensi di akun [email protected].

Pernyataan Kiai Arwani tersebut berkaitan dengan pertanyaan salah seorang peserta pengajian Ardan Nova di Semarang tentang zakat yang dikumpulkan dan disalurkan oleh sebuah partai politik. Kepada para calon muzakki (pezakat) mereka menyebut disi sebagai sabilillah (orang yang berjuang di jalan Allah), salah satu dari 8 kelompok (asnaf) yang berhak mendapatkan zakat.

Menurut Kiai Arwani, masing-pihak yang menjadi amil zakat harus menilai diri secara obyektif. ”Jangan mudah mengaku sebagai sabilillah, karena kriterianya sangat ketat, tidak sembarangan,” katanya.

Dikatakan, zakat lebih utama diberikan kepada dua asnaf yang pertama, yakni fakir dan miskin, tidak digunakan untuk pembiayaan lain meskipun berkaitan dengan kepentingan sosial.

”Yang paling berhak terhadap zakat adalah fakir dan miskin. Maka para ulama mengharuskan agar penyaluran zakat kepada mereka jangan sampai ditunda, mekipun untuk kepentingan sosial, apalagi sekedar untuk mencukupi kebutuhan operasional dan fasilitas para amil,” katanya.

Ditambahkan, untuk keperluan sosial lainnya lebih baik diambilkan dari dana selain zakat, seperti infaq, sedekah atau wakaf.

"Sekali lagi zakat adalah hak fakir miskin, apalagi dalam kondisi ekonomi seperti sekarang ini. Kasus perebutan zakat di Pasuruan yang menewaskan 21 orang menunjukkan bahwa banyak masyarakat kita yang lebih memerlukan itu," katanya.

Dalam pengajian itu model pengumpulan zakat yang hanya berorientasi pada akumulasi modal mendapatkan kritikan pedas. Pasalnya lembaga amil zakat sering melakukan berbagai cara untuk mengumpulkan zakat, termasuk juga melibatkan lembaga jasa, sehingga dana zakat terpotong terlebih dahulu sebelum sampai kepada amil.

Kritik lainnya adalah model penyaluran zakat yang berorientasi pada warga masyarakat di kota-kota besar, terutama di sekitar kantor lembaga amil zakat. Ini dinilai tidak sesuai dengan perintah zakat itu sendiri.

Kiai Arwani malah menyarankan agar zakat dibagikan langsung kepada fakir-miskin setempat saja, tidak sudah dipasrahkan kepada lembaga amil zakat. Kecuali jika muzaki benar-benar tahu akan akan dikemanakan zakatnya itu. (nam)