Warta

Dukung Proyek Tol, Santri Minta Menag Minta Maaf

NU Online  ·  Kamis, 2 Juli 2009 | 05:24 WIB

Jakarta, NU Online
Puluhan santri dan alumni Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon yang tersebar di Jakarta melakukan aksi protes sebagai bentuk keperihatinan terhadap rencana pemerintah membangun mega proyek tol Cikapo-Palimanan yang akan membelah kawasan Pesantren Babakan.

Rabu (1/7) kemarin, mereka melakukan orasi di depan kantor Departemen Agama pusat di Jakarta. Mereka memprotes campur tangan Menteri Agama (Menag) Maftuh Basyuni yang dinilai tidak memiliki wewenang untuk mendukung proyek ini.<>

Melalui suratnya Menag ikut mendesak pihak Departemen Pekerjaan Umum (PU) agar melanjutkan proyek ini meskipun membelah pesantren. Karena itu para santri dan alumni menuntut agar Menag meminta maaf kepada para kiai dan ulama Pesantren Babakan Ciwaringin dan masyarakat serta mencabut kembali surat tersebut.

“Pesantren merupakan benteng pertahanan dari serangan neo imperialisme-kolonialisme ekonomi-kebudayaan yang menggerus kekayaan tradisi dan kebudayaan lokal. Eksistensi pesantren harus terus dijaga dan dirawat, sebagaimana kita merawat kekayaan tradisi dan kebudayaan Nasional,” demikian dalam rilis yang diterima NU Online.

Para santri dan alumni Pesantren Babakan menilai rencana pemerintah membangun mega proyek tol Cikopo-Palimanan yang akan melewati Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon merupakan bentuk penghancuran dan penggusuran terhadap tradisi dan budaya pesantren, mematikan dan membunuh pendidikan Islam.

Seperti disuarakan sebelumnya, mereka menuntut proyek jalan tol Cikopo-Palimanan yang melintasi pesantren babakan ciwaringin segera dipindah. Mereka menuntut pihak PU segera menghentikan aktivitas pekerjaan jalan tol di kabupaten cirebon dan sekitarnya sebelum adanya kepastian pemindahan trase.

Setelah menggelar aksi di depan kantor depag, mereka berangkat ke Departemen PU. Para santri dan alumni tiba di sana pada pukul 01.15 WIB dan langsung melakukan orasi. Namun aksi berlangsung hanya sekitar 20 menit karena mereka dibubarkan secara paksa oleh petugas keamanan dengan alasan tidak mengantongi izin. (nam)