Warta

Fatayat NU Perkuat Konsolidasi Struktural dan Kultural

Sen, 7 Mei 2007 | 08:01 WIB

Jakarta, NU Online
Rakernas Fatayat NU yang berlangsung pada 3-6 Mei di Puncak yang dihadiri oleh 25  Pengurus Wilayah se Indonesia memutuskan akan melakukan konsolidasi struktural dan kultural untuk mengatasi Islam transnasional yang kini berkembang di Indonesia.

Ketua Umum Fatayat NU Maria Ulfa Anshor ketika dihubungi NU Online, Senin, menjelaskan langkah kongrit yang akan dilakukan adalah menghidupkan Fatayat sampai ke tingkat ranting dan membuat anak ranting dengan berbasiskan masjid dan musholla.

<>

Sebelumnya, dalam acara pembukaan, Maria Ulfa menjelaskan ia telah mendapatkan laporan bahwa Islam transnasional telah masuk sampai ke Bau Bau di Pulau Buton, daerah yang harus ditempuh beberapa jam dari Kendari Sulteng. MUI setempat yang dikuasai oleh Islam transnasional membidahkan tradisi tahlilan dan yasinan yang sudah diselenggarakan oleh nahdliyyin sejak lama.

Kader-kader Fatayat NU kini juga menjadi obyek yang ditarik-tarik oleh Islam transnasional untuk menjadi anggotanya. Neng Dara Afiah, salah satu ketua Fatayat menambahkan bahwa untuk mengatasi hal ini Fatayat akan memperkuat basisnya di majelit taklim, pengajian, dan pesantren yang menjadi basis Fatayat NU.

Sementara itu berkaitan dengan pendidikan, Fatayat NU akan berusaha meningkatkan kembali semangat pendidikan yang berlandaskan ahlusunnah wal jamaa. Lahirnya Fatayat NU dilandasi semangat pendidikan, disamping membenahi pendidikan yang ada, harus ada pengembangan pendidikan, mendirikan TK, SD dan lainnya,” tandas Neng Dara, Senin.

Untuk bidang keseahatan, Fatayat NU menyatakan rasa prihatin melihat kondisi kesehatan perempuan sangat mengkhawatirkan dan bahkan terburuk di Asia Tenggara mengalahkan Vietnam yang baru merdeka.

Sementara itu, Fatayat akan mengoptimalkan kemandirian ekonomi dikalangan Fatayat NU. Kemandirian ekonomi bukan sesuatu yang baru dikalangan peremupan NU, namun harus terus dikembangkan.

Fatayat juga berharap agar perempuan bukan hanya sebagai legitimator dalam bidang politik, namun ditingkatkan dalam pengambilan keputusan publik yang mempengaruhi kepentingan perempuan. (mkf)