Warta GEMPA DAN TSUNAMI PANGANDARAN

Gelar Pengobatan Gratis, Rumah Reot Disulap Jadi Tempat Praktik

NU Online  ·  Sabtu, 22 Juli 2006 | 03:38 WIB

Pukul 11.00 WIB, Jum’at (21/7), Tim Kemanusiaan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang berada di lokasi bencana mendapat laporan dari petugas Puskesmas setempat bahwa ada sebuah tempat pengungsian yang belum mendapatkan pelayanan kesehatan. Tak lama, Tim Kemanusiaan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) langsung meluncur menuju lokasi.
 
Lokasi pengungsian yang dimaksud adalah Dusun Cihandiwung, Desa Sukahurip Kecamatan Pangandaran. Dusun ini berada di sebuah bukit, sekitar 5 kilometer dari pantai Pangandaran, tempat di mana gelombang pasang tsunami menerjang kawasan wisata tersebut, Senin (17/7) lalu.<>Tak terlalu mudah untuk menjangkau tempat tersebut. Selain berkelok-kelok, jalan menuju lokasi pengungsian tersebut tidak terlalu bagus. Aspalnya sudah banyak yang rusak. Dengan sedikit perjuangan, tim kemanusiaan PBNU akhirnya sampai juga di tempat yang dituju.
 
Belum lama menginjakkan kaki, mobil ambulan milik tim kemanusiaan PBNU langsung diserbu para pengungsi. ”Sebentar, sebentar. Kita siapkan dulu semuanya. Sabar ya!” kata Avianto Muhtadi, koordinator Tim Kemanusiaan PBNU kepada para pengungsi yang tampak sudah tak sabar ingin berobat.
 
Mengingat tak ada lagi tempat yang bisa digunakan untuk melakukan pemeriksaan serta pengobatan, akhirnya, sebuah rumah reot yang terbuat dari bilik bambu milik warga setempat disulap jadi tempat praktik para dokter. ”Nggak apa-apa, ini darurat namanya,” ungkap Avianto.
 
Setelah tempat praktik siap digunakan, para pengungsi pun antre dengan tertib menunggu giliran untuk diperiksa oleh tiga dokter yang sudah dipersiapkan oleh Tim Kemanusiaan PBNU.
 
Ade (45), seorang ibu yang merupakan pasien pertama tampak berusaha menahan sakit. Terlihat banyak luka di sekujur tubuhnya. ”Ini Pak Dokter,” kata Ade sambil menunjukkan sejumlah luka dan memar cukup parah pada paha kanannya.
 
Menurut Ade, luka-luka dan memar tersebut akibat dirinya beberapa kali terjatuh dihempas gelombang tsunami saat berusaha menyelamatkan diri. Ade mengaku bersyukur karena seluruh keluarganya selamat, meski warung dan rumahnya yang berada tak jauh dari bibir pantai rata dengan tanah akibat amukan tsunami tersebut.
 
Alhamdulillah lah pokoknya, semua keluarga selamat. Rumah dan warung saya habis semua, tapi ngga apa-apa, yang penting saya dan keluarga selamat,” ujar Ade.
 
Berbeda dengan Ade, Neng Dede (29) mengaku sangat membutuhkan susu serta obat untuk anak kecilnya yang masih berusia 11 bulan. ”Ini Pak Dokter, anak saya sudah beberapa hari ini nggak minum susu. Udah gitu dia batuk-batuk dan sesak napas,” katanya.
 
Dikatakannya, dirinya sudah tak mempunyai apa-apa lagi selain keluarganya yang masih selamat. Rumahnya yang berada sekitar 40 meter dari pantai, rusak parah akibat dihantam tsunami. Saat ia melihat rumahnya, sudah tak ada lagi yang tersisa kecuali puing-puing saja.
 
Nggak ada apa-apa lagi sudah. Semua hilang. Baju yang saya pakai ini saja dikasih orang. Tapi suami dan anak saya yang satunya alhamdulillah selamat,” ungkap Neng Dede.
 
Tim medis yang ada tak sebanding dengan jumlah pasien yang sebagian besar terdiri dari para pengungsi. Tercatat ada 128 pasien yang ditangani oleh Tim Kemanusiaan PBNU.  (Arif Hidayat)