Hasyim: "Agama-agama Harus Sadar"
NU Online · Rabu, 6 September 2006 | 13:02 WIB
Jakarta, NU Online
Terpilih menjadi salah satu presiden Konferensi Dunia Agama untuk Perdamaian (World Conference on Religion for Peace/WCRP), Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi tak mau menyia-nyiakan posisi tersebut. Misi Islam moderat akan dibawanya pada organisasi yang menghimpun tokoh-tokoh lintas agama dari seluruh dunia itu.
Selain akan berkoordinasi dengan presiden lainnya untuk mengetahui posisi dan kapasitas program WCRP, Pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam, Malang, Jawa Timur ini mengatakan akan berupaya untuk memberikan semacam pencerahan kepada semua agama terkait dengan maraknya berbagai konflik yang bernuansa agama.
<>“Bagaimana caranya agara agama-agama ini dapat membedakan antara faktor-faktor konflik yang disebabkan oleh karater agama dengan konflik yang sebenarnya bukan agama tapi kemudian di-agama-kan,” kata Hasyim kepada NU Online di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Rabu (6/9).
Hasyim mengatakan hal ini usai menerima rombongan dari Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), antara lain Djohan Effendi (Ketua Umum), Johanes N Hariyanto, SJ (Ketua) dan Siti Musdah Mulia (Sekretaris Umum). Djohan Effendi merupakan salah satu peserta dari Indonesia yang turut dalam WCRP di Kyoto, Jepang, 25-29 Agustus lalu.
Dijelaskan Hasyim, tidak semua konflik antar-umat beragama, sumbernya adalah agama itu sendiri. “Harus dibedakan. Misalnya, (Presiden Amerika Serikat, George) Bush menyerang Irak. Dia bilang itu crushade (perang salib, red), tapi sebetulnya dia kan cari minyak. Nah, penggunakan label agama ini yang kemudian menimbulkan jihad. Artinya, ekstrimitas ditimbulkan oleh faktor ekonomi dan hegemoni serta imperialisasi,” jelasnya.
Disadari mantan Ketua Pengurus Wilayah NU Jatim ini, banyak hal yang terkait dengan persoalan umat beragama yang berpotensi menimbulkan konflik, seperti faktor kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan sosial, dan sebagainya. Namun, lanjutnya, potensi-potensi konflik tersebut seringkali meletup di kalangan umat beragama dan kemudian dirasakan sebagai konflik agama. Di samping juga pada setiap agama juga terdapat titik ekstrimitas dan liberalitas.
“Nah, di sini agama-agama harus sadar. Jadi, agama-agama harus menarik diri dari keinginan-keinginan penggunaan yang tidak agama terhadap agama,” ungkap Hasyim yang juga Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars (ICIS) ini.
Hal lain yang akan dilakukan Hasyim dalam WCRP adalah akan meneliti sebab-sebab konflik pada internal agama dan pada lintas agama, atau konflik antara-agama dengan faktor kekuasaan. “Misalnya yang terjadi di Libanon, Irak, Pakistan, Thailan,dan sebagainya, kan harus diteliti, semua ada anatominya. Nah, itu kita minta, supaya tokoh lintas agama juga ikut memperhatikan bagaimana proses perdamaiannya,” tuturnya.
Sementara itu, Johanes N Hariyanto, SJ kepada NU Online menjelaskan mengenai posisi dan peran presiden dalam struktur WCRP. Menurutnya, terdapat 44 tokoh mewakili 20 agama atau aliran di dalam agama yang dipilih menjadi presiden. Termasuk di dalamnya adalah Hasyim Muzadi yang mewakili muslim (Sunni) Indonesia.
Keberadaan para presiden itu sendiri, lanjutnya, merupakan pengambil atau penentu kebijakan di dalam WCRP. “Jadi, presiden-presiden ini tugasnya merumuskan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan masalah agama atau umat beragama. Sementara, imbuhnya, selaku pelaksana kebijakan tersebut adalah sekretaris jenderal. (rif)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua