Warta

Hasyim: KPK Ibarat Membabat Hutan dengan Silet

NU Online  ·  Rabu, 16 Juli 2008 | 05:34 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menyatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan pernah berhasil menghentikan praktik korupsi di Indonesia.

KPK dinilai terlau kecil di tengah-tengah tradisi korupsi yang sudah berurat-berakar. Menurutnya, pemberantasan korupsi harus ditempuh dengan gerakan nasional, dipimpin oleh presiden dan harus melalui tahapan-tahapan khusus.<>

”Korupsi yang sudah mewabah itu tidak mungkin dihadapi dengan komisi. Kelewat kecil alat pemberantasnya. Ibarat orang membabat hutan pakai silet,” kata Hasyim kepada NU Online di kantor PBNU Jakarta, Kamis (10/7) lalu.

”Akhirnya yang tertangkap atau terkena silet, hanyalah kayu-kayu yang cocok untuk disilet, jadi kayu-kayu yang kecil saja. Para koruptor yang betulan tidak tertangkap karena tangan KPK tidak sampai,” tambahnya.

Pemberantasan korupsi harus melalui gerakan nasional yang dipimpin langsung oleh kepala negaradan didukung oleh seluruh elemen negara itu, baik pemerintahan maupun lembaga swadaya masyarakan (LSM). ”Lalu kepala negara itu diawasi komisi, barangkai dia, anak, dan keluarganya nyeleweng sendiri. Jadi komisi mengawasi presiden saja,” katanya.

Ditambahkannya, dalam gerakan nasional antikorupsi itu sistem dikondisikan terlebih dahulu; ada kenaikan gaji pegawai sampai 300 persen, reformasi birokrasi, law enforcement (penegakan hukum), baru diadakan konsensus lembaga tinggi negara, konsensus nasional, dan kemudaian baru ditentukan kapan pemberantasn itu dilakukan. ”Konsep NU tahapannya seperti itu,” kata pengasuh Pondok Pesantren Alhikam Malang itu.

Menurut Hasyim, KPK tidak mungkin menggilir para koruptor yang jumlahnya tak terhingga, dan hanya akan menangkap para koruptor kecil yang sedang apes. ”Dalam kondisi masyarakat dengan budaya korupsi seperti itu, yang ketangkap itu kan yang apes-apes saja, dan yang menangkap itu kan koruptor juga yang belum ketahuan korupsinya,” katanya.

”Sekarang lihat yang ketangkap KPK pada umumnya mereka orang baik yang tergelincir, bukan penjahatnya, dan hanya yang kecil-kecil. Sementara yang terkena kasus narkoba lolos. Lihat juga kasus BLBI jaksanya saja yang ditangkap, itu pun juga tidak rata. Yang mendapat seratus miliar juga tidak ditangkap,” tambahnya.

Lebih dari itu, KPK dinilai hanya akan melahirkan dendam. Apalagi jika telah terjadi politisasi oleh pihak pemerintah. Ketika pemerintahan berganti, maka pemerintah yang lama akan menjadi sasaran.

”Misalnya, apa yang dilakukan Rokhmin Dahuri (mantan Menteri Kelautan dan Perikanan) itu kan dilakukan menteri sebelumnya, dan juga dilakukan menteri sesudahnya. Maka ketika pemerintahannya berganti, nih tau rasa loh dulu anak buah saya kamu habisin sekarang ganti saya yang berkuasa. Kalu sudah begini kapan sesesainya?” kata hasyim.

Hasyim menambahkan, saat dilakukan perekrutan anggota KPK, PBNU tidak mengirimkan wakil dan merekomendasi siapapun. ”Waktu rekrutmen KPI kita merekomendasi, KPU juga, tapi untuk KPK tidak. Karena, bagi NU, KPK terlalu kecil untuk mengatasi korupsi di Indonesia,” katanya. (nam)