Warta

Hasyim Muzadi: Salah Persepsi Jadi Penyebab Konflik Agama

Kam, 27 Mei 2010 | 01:19 WIB

Jakarta, NU Online
Sekjen International Conference of Islamic Scholars (ICIS) KH Hasyim Muzadi, mengatakan, salah persepsi terhadap ajaran agama menyebabkan terjadinya konflik atas nama agama.

"Pengertian dan persepsi yang salah terhadap agama, baik agama sendiri maupun agama orang lain telah menyebabkan konflik di kalangan umat Islam," kata Hasyim saat menjadi pembicara pada Indonesia-Hungary Interfaith Dialog dengan tema The Role of Relegius Communities in Promoting Tolerance, Understanding and Peace: Recognizing Common Concerns, di Godollo, Hungaria, Selasa (25/5) waktu setempat.<>

Menurutnya, salah pengertian terhadap agama mengakibatkan kesalahan dalam pelaksanaan ajaran agama. "Salah penggunaan agama ini bisa berwujud eksklusifisme sehingga menimbulkan rawan konflik atau liberalisasi yang menumbuhkan rawan peniadaan terhadap pelaksaan agama itu sendiri," jelasnya.

Menurut Rais Syuriyah PBNU ini, harus ada kesadaran bahwa agama adalah sebuah kesucian, tetapi pemeluk agama bukanlah orang suci. Sehingga ada jarak antara kualitas pemeluk agama dengan kesucian mutlak agama itu sendiri.

"Dengan demikian, klaim seseorang bahwa dia mewakili keseluruhan kesucian agama sukar untuk dimengerti. Yang sama dan sebangun antara ajaran agama dengan pelakunya hanyalah para Nabi," ungkapnya.

Hasyim yang juga Presiden World Conference on Religions For Peace (WCRP), mengatakan, berdasarkan data, konflik antar agama di dunia yang benar-benar karena agama hanya 30 persen. Sedangkan konflik umat beragama yang disebabkan faktor non-agama yang diagamakan mencapai 70 persen.

"Misalnya faktor politik, hegemoni ekonomi, konflik etnik, konflik kepentingan, dan selalu akan ada pihak yang berkepentingan terhadap konflik agama itu, jelasnya.

Dikatakanya, di beberapa Negara terjadi konflik antara umat beragama dengan kekuasaan negara. Hal ini disebabkan kebuntuan sistem hubungan pengertian antara kelompok agama dengan negara.

Kebuntuan itu, lanjutnya, bukan hanya disebabkan faktor agama saja, tetapi juga faktor politk dan separatisme, seperti kasus di Thiland dan Filipina. "Ada juga faktor kemiskinan, kebodohan, dan lingkungan yang tidak adil," jelasnya. (nam)