Warta ACIS KE-10

Islam Nusantara Bukan Islam Singkretis

NU Online  ·  Selasa, 2 November 2010 | 11:30 WIB

Banjarmasin, NU Online
Islam Nusantara bukan Islam pinggiran, Islam Timur Tengah juga bukan pusatnya. Islam Nusantara bukan tradisi kecil, Islam Timur Tengah juga bukan tradisi besar. Islam Nusantara bukan Islam singkretis karena tetap berpijak pada Al-Qur’an dan hadits yang diperkaya oleh ornamen-ornamen budaya.

Islam Nusantara sangat berpengalaman karena ia telah melewati dialog dan pergulatan panjang dengan dunia Arab, Persia, Yunani, China, India dan sudah barang tentu budaya Nusantara. Dialog dan pergulatan panjang mematangkan dan mendewasakan ajaran Islam yang relevan, sholihun li kulli zamanin wa makanin (cocok, melintasi tiap zaman dan waktu). Tapi,  pada saat yang bersamaan, Islam Nusantara bukan Islam singkretis yang dituduhkan gerakan Islam transnasional.
t;
Demikian dikatakan Humaidi Abdus Sami (50), staf pengajar bidang sejarah peradaban Islam IAIN Antasari, Banjarmasin di sela-sela mengikuti ACIS ke-10 di hotel Arum Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

“Islam Nusantara berkarakter lembut dan moderat. Maka ketika terjadi perselisihan, tidak serta merta memvonis secara teologis. Jika suatu budaya itu tak bertentangan dengan ruh Islam, maka akan diserap ke dalam ajarannya menjadi satu kesatuan. Modifikasi baru akan dilakukan ketika ditemui perselisihan,” jelas Humaidi.

Dia mencontohkan adat kebiasaan masyarakat Banjarmasin dalam peralihan harta peninggalan orang mati kepada ahli warisnya. Harta ‘perpantangan’, jelas Humaidi, dalam masyarakat Banjar telah menjadi hukum waris Islam.

“Prakteknya, jika suami meninggal, maka harta rumah dibagi. 50 persen diserahkan kepada istri, 50 persen diserahkan kepada ahlu furudl lainnya. Nanti istri masih mendapat lagi bagian warisan seper delapan. Sisanya, yang tujuh per delapan, untuk ahli waris lainnya, bahkan  dan biasanya dibagi secara merata terutama antar anak, termasuk yang perempuan,” papar Humaidi yang berasal dari Banjarmasin.

Dia juga mengatakan bahwa Islam Nusantara tidak hanya melingkupi Indonesia, tapi juga Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Thailand, dan Philipina. “Islam Nusantara bisa dikatakan sudah terbentuk sejak awal-awal Islam masuk ke wilayah Asia Tenggara. Islam Nusantara adalah Islam hasil dari dialog dan pergulatan panjang antara ajaran literel dari Arab dengan konteks ngbudaya dan sejarah lokal,” jelasnya.

“Karakter Islam Nusantara itu multikultur. Karena Nusantara terdiri dari berbagai suku bangsa yang sangat beragam, baik budaya maupun ada-istiadat. Maka dengan sendirinya wajah keislamannya pun beragama, penuh warna-warni, sesuai dengan suku bangsa yang mengasuh dan memilikinya,” pungkas Humaidi yang juga mahasiswa doktoral di Universitas Negeri Islam Jogjakarta. (hmz)