Warta PILGUB JATIM

Kaji Kembali Melapor ke MK

Sel, 6 Januari 2009 | 05:14 WIB

Jakarta, NU Online
Tim kuasa hukum pasangan Khofifah Indar Parawansa dan Mujiono (Kaji), hari ini Selasa (6/1) melaporkan pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh KPU Jawa Timur pada saat penghitungan ulang surat suara di Pamekasan Ahad (28/12) lalu kepada Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta.

Selain ke MK pelanggaran juga dilaporkan ke KPU Pusat. "Kita berharap, dengan melaporkan masalah pelanggaran prosedur penghitungan ini MK dan KPU Pusat, hasil penghitungan ulang surat suara kemarin dapat digugurkan," kata Koordinator tim kuasa hukum Kaji Ma’ruf Syah, dihubungi wartawan di Jakarta, Selasa (6/1).<>

Kubu Kaji menemukan beberapa pelanggaran prosedur dalam penghitungan ulang di pamekasan. Misalnya saja pelanggaran tata cara penghitungan ulang sesuai dengan SK KPU 32/2008 tentang Pedoman Teknis Hitung Ulang Pamekasan maupun buku pedoman KPU. Dalam pedoman itu, penghitungan ulang diawali dengan mengeluarkan isi kotak suara yang terdiri dari empat sampul, yaitu VS1, VS2, VS3 dan VS4.

Masing-masing sampul itu terdiri dari VS1 berisi DPT dan formulir C1 beserta lampirannya, VS2 berisi surat suara sah, baik milik Kaji maupun Karsa, VS3 berisi surat suara tidak sah dan VS4 berisi surat suara tidak terpakai dan surat suara rusak keliru coblos. Namun pada saat penghitungan ulang di Pamekasan lalu prosedur itu tidak dilakukan.

Tim Kaji rencananya juga akan mendatangi Panitia pengawas (Panwas) Pemilu untuk melaporkan kecurangan yang terjadi. Jika Panwas secara serius menindak kecurangan ini, kata Ma’ruf, pasangan Karsa terancam kena sanksi berat. “Bisa dinyatakan gugur,” tegasnya.

Senin (5/1) kemarin Tim kuasa hukum Kaji telah mengadu ke Polda Jatim. Tim Kaji meminta Polda menindaklanjuti keputusan MK terkait terjadinya pelanggaran dalam pelaksanaan Pilgub Jatim 2008.

“Setelah keputusan MK belum ada tindakan. Pemilihan ulang merupakan bukti kuat terjadinya kecurangan,” kata Ma’aruf.

Tim Kaji mengadukan adanya kontrak program kerja antara pasangan Karsa dengan sejumlah kepala desa (Kades) yang dianggap sebagai tindak pidana. “Program kontrak kerja ini termasuk money politics,” tegasnya. (sam/okz/amh)