Warta

Ketua PBNU: Islam Garis Keras Sedang Tren

NU Online  ·  Senin, 12 Mei 2008 | 10:02 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menilai, paham Islam garis keras sedang diminati dan menjadi tren saat ini. Penganut paham tersebut, katanya, begitu mudah menyalahkan dan mengkafirkan orang lain.

“Yang mereka tahu cuma Islam. Selain itu, kafir. Mereka menganggap cuma dirinya yang masuk surga, yang lain masuk neraka. Ini yang sedang diminati sekarang,” terang Kang Said—begitu panggilan akrabnya—pada peringatan Hari Lahir ke-53 Ikatan Pelajar Putri NU, di Gedung Pengurus Besar NU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Senin (12/5).<>

Menurut Kang Said, hal itu terjadi karena mereka tidak memiliki pengetahuan tentang Islam yang cukup. Islam hanya mereka pahami sebatas syariat. Padahal, imbuhnya, agama Islam tidaklah sesederhana itu.

“Inginnya belajar Islam. Tapi, jadinya ekstrim. Selain dari kelompok mereka, semua kafir dan masuk neraka. Hanya mereka yang masuk surga. Kira-kira begitulah,” papar Alumnus Universitas Ummul Qurra’, Mekah, Arab Saudi itu.

Paham seperti itu, lanjut Kang Said, tak hanya membahayakan umat Islam sendiri, melainkan juga ancaman bagi kerukunan umat beragama di Indonesia. Keragaman yang ada di negeri ini, tandasnya, jelas akan terganggu jika paham tersebut dibiarkan berkembang.

Hal itulah yang sekarang menjadi tantangan para kiai dan ulama NU. Pasalnya, menurut dia, para kiai dan ulama NU kaya akan pengetahuan Islam. Terutama paham Islam moderat, Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaj). Namun, kelemahannya, mereka tak mampu menyampaikannya kepada umat sesuai perkembangan zaman.

“Kita (NU) punya banyak kiai dan ulama yang sangat menguasai Islam. Kita punya Ahlussunnah wal Jamaah yang tidak serem, tidak garang. Tapi, masalahnya, kita kurang mampu menyampaikannya dengan ‘kemasan’ yang sesuai dengan perkembangan zaman saat ini,” jelas Kang Said.

Ia berharap, kalangan muda NU dapat mengisi kekurangan para kiai dan ulama itu. Menurutnya, para aktivis muda NU memiliki banyak kemampuan dan keterampilan yang dapat diberdayakan untuk mengembangkan serta mendakwahkan Aswaja, paham Islam paling toleran. (rif)