Warta

KH Irvan Zidny; “Santet Jelas-Jelas Kemungkaran yang Harus Ditindak”

Rab, 8 Oktober 2003 | 03:26 WIB

Jakarta, NU Online
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang akan di revisi akan mengadopsi berbagai sumber hukum seperti hukum Islam, Konvensi internasional, atau hukum adat sehingga hukum adat sehingga dalam hal ini masalah santet juga akan dimasukkan sebagai salah satu bentuk tindak pidana.

Santet merupakan fenoemena yang umum terjadi di Banyuwangi, Banten, atau Kalimantan. Banyak sekali kasus orang-orang yang dibantai karena dituduh sebagai tukang santet yang meresahkan masyarakat, tetapi tidak bisa dihukum karena selama ini memang tidak diatur dalam KUHP.

<>

Hukum Islam juga akan diadopsi dalam kaitannya dengan delik perzinaan. Dalam konsep KUHP lama yang mengacu pada hukum Belanda, perzinaan dilakukan oleh dua orang yang terikat hubungan perkawinan, sehingga jika salah satunya masih lajang, maka tidak bisa diajukan ke polisi.

Definisi perzinaan akan diganti dengan definisi yang terdapat dalam hukum Islam. Di dalam hukum Islam, perzinaan adalah hubungan seksual di luar pernikahan. Definisi perzinaan dalam hukum Belanda tidak sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat Indonesia, yang memahami perzinaan sesuai hukum Islam.

Namun demikian, masukan-masukan baru tersebut tidak berarti bisa diterima oleh semua pihak terutama masalah santet. Banyak pihak menilai  bahwa masalah santet sulit dibuktikan secara kasat mata karena memang hal tersebut bersifat metafisik.

Rais PBNU KH Irvan Zidny mengatakan bahwa santet jelas termasuk kemungkaran yang harus ditindak, namun demikian hukumannya tergantung hakim karena hal ini secara langsung tidak diatur dalam al Qur’an sehingga bersifat ijtihadi. “Namun yang jelas kalau di kampung-kampung akan diperkarakan,” ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa kaidah yang digunakan dalam al Qur’an umum sekali, yaitu  tidak boleh menyakiti diri sendiri dan orang lain dan santet menyebabkan orang lain menjadi celaka.

Berkaitan dengan masalah pembuktian, lulusan Universitas Bagdad tersebut menjelaskan bahwa hal ini memang memerlukan proses yang panjang, yaitu dengan melihat perilakunya sehari-hari, ritus-ritus yang dijalankan. “Ini mungkin hanya diketahui oleh masyarakat lokal karena masing-masing daerah memiliki cara-cara untuk menyantet sendiri-sendiri,”
 
Metode pembuktian lain adalah mungkin dari pengakuannya sendiri bahwa ia bisa menyantet atau menerima jasa menyantet orang sedangkan beberapa pihak menyarankan bahwa ahli santet dapat juga digunakan sebagai saksi ahli dalam kasus ini.
 
Namun demikian, beberapa pihak juga mengkhawatirkan bahwa jika pasal santet dimasukkan, maka bisa dijadikan sebagai ajang fitnah dan balas dendam.(mkf)