Warta

Masjid Harus Jadi Pusat Ekonomi Umat

NU Online  ·  Rabu, 6 September 2006 | 12:18 WIB

Jakarta, NU Online
Sudah waktunya umat Islam membuat masjid-masjid di seluruh tanah air lebih berdaya sehingga mampu menjadi pusat-pusat pemberdayaan ekonomi umat, kata Khatib Aam PBNU Prof Dr Nasaruddin Umar.

"Di Turki, hampir semua mesjid mengelola supermarket sehingga masjid bisa mandiri dan membiayai ulama dan dakwahnya, dan selanjutnya memberdayakan umatnya. Itu yang harus dicontoh," kata Nasaruddin kepada wartawan di Jakarta, Rabu.

<>

Nasaruddin yang juga Dirjen Bimas Islam, Depag tersebut menyatakan bahwa potensi yang ada dalam masyarakat Islam untuk membuat sekitar 643 ribu masjid di Indonesia lebih berdaya, sangat besar, sayangnya selama ini bersifat pasif.

Dari suatu penelitian, potensi zakat dari umat Islam Jabotabek jika diberdayakan mampu membangun lima masjid Istiqlal setiap tahun, yang berarti umat seharusnya mampu menjadikan masjid sebagai pusat pemberdayaan ekonomi Islam.

Sementara itu, potensi wakafnya juga sangat berlimpah ruah dengan total tanah wakaf seluas 600km2 sama dengan luas negara Singapura yang kalau saja diberdayakan akan membuat umat Islam lebih mandiri dalam perekonomiannya.

"Di Mesir, pemerintahnya bahkan meminjam modal kepada Lembaga wakaf Yayasan Al Azhar Mesir, ini mencerminkan bagaimana kemampuan yayasan wakaf jika saja diberdayakan," kata tokkoh asasal Sulsel tersebut.

Paradigma umat memberdayakan masjid seperti selama ini, ujarnya, harus dibalik menjadi masjid memberdayakan umat dan karena itu mesjid harus berdaya.

Guru besar UIN Syarif Hidayatullah tersebut juga mengandaikan Dana Abadi Umat (DAU) lebih digunakan untuk memberdayakan umat dalam arti yang sebenarnya, bukan untuk hal-hal yang tak berhubungan dengan pemberdayaan umat seperti dilakukan di masa lalu.

Mengenai dipisahkannya Ditjen Bimas Islam dari Ditjen Penyelenggaraan Haji, ia juga menyatakan puas karena dengan cara ini masalah pemberdayaan umat yang selama ini tertutup oleh masalah haji, akan dapat terangkat.

"Permasalahan umat Islam sangat luas dan banyak, selama ini tak tertangani dengan fokusnya Depag ke masalah haji. Sayangnya anggaran Ditjen Bimas Islam hanya 1,2 persen dari anggaran Depag yang pada 2007 hanya mendapat pagu Rp105,74 miliar," keluhnya. (ant/mkf)