Warta

Naik Becak dari Surabaya Aktivis Gempur Temui Keluarga Gus Dur

NU Online  ·  Jumat, 28 Januari 2011 | 11:14 WIB

Jakarta, NU Online
Dengan mengendarai becak, sembilan orang aktivis Gerakan Masyarakat Pendukung Gusdur (Gempur) menempuh perjalanan sangat panjang dari Surabaya ke Jakarta untuk menemui keluarga Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Rombongan ini sampai di Jakarta pada Kamis (27/1) malam setelah menempuh perjalanan selama 21 hari sejak tanggal 8 januari 2011.

Rombongan aktivis Gempur ini kemudian diterima oleh Puteri Gus Dur Inayah Wulandari Abdurrahman di kediamannya, Jl. Warung Silah No. 10 Ciganjur. Kepada NU Online, para aktivis mengaku sangat bersyukur sudah diterima keluarga Gus Dur.
/>
"Kami sangat berterimakasih kepada keluarga yang sudah bersedia menerima kedatangan rakyat kecil seperti kami ini. Kami berangkat bersembilan dari Surabaya, namun karena berbagai kendala dan rintangan, hanya ada lima orang yang sampai di Ciganjur ini," tutur Sodikin, juru bicara rombongan kepada NU Online, Jum'at (28/1).

Menurut Shodiqin, Gempur setidaknya memiliki dua agenda kegiatan yang dilakukan secara rutin, yakni ziarah Walisongo plus Gus Dur dan bersilaturrahim kepada para ulama-ulama sepuh.

"Sebelum sampai ke Jakarta kita selalu mampir ke makam-makam Walisongo di sepanjang perjalanan dari Surabaya. Terakhir, ada seorang teman yang sakit di Cirebon, kemudian kembali ke Surabaya setelah terlebih dahulu menginap di rumah kerabatnya," tutur Sodikin.

Sedikit berbagi pengalaman, Shodikin menceritakan, sepanjang perjalanan dari Surabaya ke Jakarta, etape terberat adalah di Kabupaten Batang. Karena untuk melewati kawasan pegunungan Plelen saja (Alas Roban), dibutuhkan waktu tiga hari tiga malam menuntun becak di medan yang menanjak. Karena beratnya  medan ini empat temannya tidak dapat melanjutkan perjalanan hingga titik akhir di Ciganjur Jakarta.

"Sedangkan untuk ke makam Sunan Muria di Gunung Muria Kabupaten Kudus, kami tidak bisa naik becak hingga puncak. Becak kami tinggal di bawah, kemudian kami berjalan kaki untuk berziarah ke sana," kenangnya terharu. (min)