Warta

NU Harus Konsentrasi Total untuk Kepentingan “Wong Cilik”

NU Online  ·  Jumat, 10 September 2004 | 08:44 WIB

Jogja, NU Online
Sosiolog Pedesaan Syamsul Hadi Thubany MSi mengatakan, dalam statemen publik NU mengklaim berbasis massa 40 juta lebih dan eksis di tingkat pedesaan. Namun sayangnya NU lebih disibukkan oleh urusan elit atau soal dukung-mendukung dalam pertarungan politik. Pendek kata, NU masih didominasi kepentingan politik jangka pendek dan pragmatis.

“Tapi untuk kepentingan kerakyatan atau politik jangka panjang NU kurang memperhatikan. Di sinilah pentingnya NU melakukan otokritik secara bijak. Jika seperti ini terus, benarkah NU layak disebut organisasi keagamaan dan kemasyarakatan (jam'iyah diniyah wa ijtima'iyah)?,” tanya Syamsul ketika dimintai keterangan NU-Online. Sosiolog pedesaan ini dimintai keterangan terkait rencana pertemuan intelektual NU di Pati, Jawa Tengah (12/09) mendatang.

<>

Lebih lanjut alumni Pesantren Manbail Futuh Tuban, Jawa Timur, ini menyatakan, tak bisa diingkari nasib warga bangsa sebagian besar adalah wong cilik. Namun selama ini mereka dipandang sebelah mata. Bahkan nyaris isu-isu nasional yang secara spesifik menyangkut perbaikan harkat “kawulo alit” atau “wong cilik” luput dari perhatian umat. “Mana bukti NU benar-benar memperhatikan warga gressroots?,” kembali Syamsul bertanya.

Menurut dosen Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) "APMD" Yogyakarta ini, misalnya NU harus bersikap tegas yang berpihak kepada rakyat tentang isu krusial pengelolaan sumber daya air oleh pihak swasta yang kini aturan perundang-undangnya hampir jadi. Siapa tokoh NU di parlemen atau di jajaran pusat yang punya perhatian terhadap nasib petani?

Selain itu, mereka yang di parlemen atau pemerintahan harus benar-benar serius menangani persoalan ini. “Para birokrat dan wakil rakyat ber-notabene NU itu harus melakukan pembelaan yang serius tentang penetapan harga dasar gabah dan soal harga asupan pertanian (pupuk, pestisida, bibit/benih) yang cenderung meningkat sehingga hampir-hampir mencekik leher petani kita,” katanya.

Lebih lanjut, jika persoalan ini tidak ditangani secara serius, maka tidak lama lagi generasi NU hanya menjadi pekerja keras terus sementara hasilnya orang lain yang menikmati.

Sebagaimana sering diberitakan media massa, dewasa ini kesusahan warga desa yang umum bekerja di sektor pertanian dan kelautan kini tidak hanya menderitan akibat menurun daya produksi pertanian maupun kelautan. Mereka juga dihadapkan pada persoalan rusaknya ekologi-lingkungan yang justru menambah beban pengeluaran penduduk untuk kebutuhan kesehatan. beberapa contoh permasalahan itu menuntut program kerja nyata oleh NU agar menyentuh pada kepentingan warganya yang lebih.

Menurut alumnus Pascasarnana Jurusan Sosiologi Pedesaan UGM ini, hal urgen agar dapat diagendakan dalam muktamar NU ke-31 di Solo adalah garis program kerja yang benar-benar menyentuh kebutuhan riil umat. Untuk Muktamar NU di Solo yang penting bagi NU adalah melakukan; 1. Advokasi terhadap nasib petani dan buruh migran. 2. Memperjuangkan pemerataan pendidikan dasar dan kecerdasan kepada semua lapisan masyarakat. 3. Menodorong pemerintah dan para penentu kebijakan negara untuk terus berpihak kepada kepentingan masyarakat bawah.    

“Saya kira tiga persoalan itu belum mendapatkan perhatian serius dari NU. Maka tak berlebihan jika dalam Muktamar ke-31 saya berharap agar hal-hal itu dibahas serius,” katanya mengakhiri percakapan dengan kontributir NU-Online Kedu-DIY, Kholilul Rohman Ahmad.

Kontributir: Kholilul Rohman Ahmad.