Warta

NU Jember Tantang Debat Penulis Buku ‘Penyerang’ Aswaja

Rab, 20 Februari 2008 | 23:10 WIB

Jember, NU Online
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jember, Jawa Timur, menantang untuk melakukan debat terbuka kepada H Mahrus Ali dan Muammal Hamidy—penulis buku ‘penyerang’ paham Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja).

Tantangan itu juga merupakan tindak lanjut atas diterbitkannya buku “Membongkar Kebohongan Buku Mantan Kiai NU Menggugat Shalawat & Dzikir Syirik” terbitan Pengurus Cabang Lembaga Bahtsul Masail NU Jember.<>

KH Abdullah Syamsul Arifin, Ketua Tim Penulis buku tersebut, mengatakan, pihaknya sudah menghubungi H Mahrus Ali dan Muammal Hamidy. Namun, kata dia, keduanya tak memberikan kepastian atas kesediaannya untuk menghadiri undangan tersebut.

“H Mahrus memberi tenggat waktu 3 bulan untuk menyatakan, ya atau tidak. Sedangkan Muammal Hamidy minta waktu 2 minggu untuk menyatakan hal yang sama,” terang Kiai Abdullah—begitu panggilan akrabnya, di Jember, Rabu (20/2)

“Jangan-jangan mereka tidak yakin dengan apa yang mereka tulis sendiri. Atau, mungkin juga buku itu malah bukan tulisan mereka,” ujar Kiai Abdullah yang juga Wakil Katib Syuriah Pengurus Wilayah NU Jatim.

Ia mengaku, debat terbuka itu digelar agar masyarakat tahu mana paham yang lebih kuat dasar dan mana yang tidak berdasar sama sekali. “Baik dari sisi dalil, keilmuan, maupun metode penulisannya, semua harus diuji,” pungkasnya.

Hal senada diungkapkan Ketua PCNU Jember, KH Muhyiddin Abdusshomad. Menurutnya, penerbitan buka dan debat terbuka atas buku tersebut dilakukan untuk membentengi warga NU sendiri. “Agar mereka tidak ragu-ragu dengan amaliah mereka sendiri,” tuturnya.

Beberapa waktu lalu, warga NU diresahkan dengan beredarnya buku “Mantan Kiai NU Menggugat Shalawat & Dzikir Syirik”. Buku terbitan Laa Tasyuk itu disebut-sebut telah melecehkan Aswaja, paham yang selama ini dianut NU.

Dalam buku tersebut, penulisnya, mengatakan, “Jujur saja, saya dulu pernah bergelimang dalam kesyirikan dan kesesatan. Saat itu saya sering mengamalkan bacaan shalawat nariyah, al-fatih, munjiyat, thibbul qulub dan sholawat-sholawat lainnya. Waktu itu, saya percaya bahwa sholawat-sholawat yang saya amalkan tersebut mempunyai khasiat yang luar biasa, yaitu mampu menunaikan segala macam hajat yang saya inginkan. Saya tidak mengerti bahwa kalimat-kalimat yang terkandung dalam sholawat-sholawat yang saya amalkan tadi isinya hampir seluruhnya berlumuran dengan kalimat-kalimat syirik dan kufur kepada Allah. Subahanallah.

“Saat tinggal di Mekkah, saya berkumpul dengan orang-orang NU dan jarang berkumpul dengan orang-orang Indonesia dari kalangan Muhammadiyah dan Salafy. Meskipun begitu, saya sangat toleransi terhadap mereka. Sepulang dari Mekkah, saya berubah arah, mulai gemar kepada ahli hadist dan menyesuaikan diri dengan orang-orang yang selalu berlandaskan kepada Al-Qur'an dan al-Hadist,” tulis H Mahrus Ali pada bagian lain. (sbh)