Warta

PBNU dan Muhammadiyah Bertemu PM Belanda

Jum, 7 April 2006 | 11:27 WIB

Jakarta, NU Online
Jajaran Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengadakan pertemuan dengan Perdana Menteri Belanda Jan Peter Balkenende dengan topik pembicaraan mulai persoalan makro hingga mikro sebagai bentuk kewajiban dan tanggung jawab bersama mewujudkan dialog dan kerjasama. 

Pertemuan berlangsung selama satu jam dan diakhiri dengan konferensi pers bersama antara pimpinan Muhammadiyah, NU, dan PM Belanda, di Ruang Sidang Utama Pusat Dakwah Muhamamdiyah, Jl Menteng Raya No 62, Menteng, Jakarta, Jumat.

<>

Pada kesempatan tersebut, PM Belanda menyatakan dukungan sepenuhnya dan menghormati integritas teritorial Indonesia.

Dari pihak PBNU hadir Wakil Sekretaris Umum PB NU Endang Turmudzi, Chofifah Indar Parawansa (Ketua Umum Muslimat NU), Bina Suhendra, Abdullah Hasyim dan Masrur Ainun Najib. Dari Muhammadiyah hadir antara lain Ketua Umum PP Muhammadiyah M Din Syamsuddin, Zamroni (Ketua), Siti Chamamah Soeratno (Ketua Umum PP Aisyiyah), Rizal Sukma (Ketua Lembaga Hubungan Luar Negeri), Imam Addaruqutni, Abdul Mu ti (Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah).

Delegasi PM Belanda antara lain Gerard van der Wulp (Direktur Jenderal Pemerintah Belanda, Pelayanan Informasi/juru bicara Perdana Menteri), Rob Swartbol dan Pieter de Gooijer (keduanya Wakil Direktur Jenderal Urusan Politik Kementerian Luar Negeri), Max Valstar (Pejabat Senior Kebijakan pada Departemen Asia Timur, Kementerian Luar Negeri), didampingi Duta Besar Belanda untuk Indonesia Nikolaos van Dam, Peter Mollema (Kepala Seksi Politik) dan Hans Smaling (Kepala Seksi Ekonomi) Kedubes Belanda untuk Indonesia.

Sekjen PBNU Endang Turmudi menyatakan merasa berbahagia bisa bertemu dan berbincang dengan PM Belanda dengan materi pembicaraan yang meliputi banyak hal terutama bidang pendidikan. "Banyak hal yang tidak bisa terungkap hanya karena waktunya terbatas,” katanya.

Sementara itu Jan menyatakan memahami dan mengetahui maksud dan tujuan baik Muhammadiyah dan NU. “Kami telah membicarakan masalah perdamaian, keadilan, penghormatan terhadap kemanusiaan, dan kewajiban dan tanggung jawab bersama. Kami memahami penggambaran baru ini,” jelasnya.

Berbicara mengenai kewajiban dan tanggung jawab bersama, lanjutnya, tentu saja bukan hanya urusan pemerintah, tetapi juga rakyat dengan penggarisbawahan juga pada masalah dialog antar-agama. Karena itu, dialog antar-agama menjadi penting untuk dibicarakan serta didiskusikan sebab merupakan kewajiban dan tanggung jawab bersama.

Menjawab pertanyaan wartawan, Jan mengatakan bahwa Belanda mengetahui dan memahami peran dan posisi penting Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. Oleh karena itu, menjadi penting untuk melibatkan Indonesia dalam memecahkan masalah dunia Islam karena peran dan posisi pentingnya. “Kita membutuhkan satu sama lain untuk melawan terorisme.” Katanya.

Menurut dia, terdapat dua dimensi pembicaraan antara pihak organisasi Islam di Indonesia dengan Belanda, yakni di satu sisi menyangkut perbedaan bahasa, budaya, dan agama, maka tantangan ke depan adalah bagaimana membangun kerjasama menghadapi kekerasan dan terorisme. Dan di sisi lain, berusaha membuka dialog untuk membentuk kebersamaan.

Sementara itu Din mengakui bahwa dalam dialog itu Muhamamdiyah dan NU menanyakan dan mengharapkan sikak dan pandangan Pemerintah Belanda. “Karena Muhammadiyah dan NU menegaskan sikap dan pandangannya tentang kedaulatan negara Republik Indonesia, kami menyatakan, menolak segala bentuk upaya intervensi pihak asing yang ingin menggoyahkan sendi-sendi negara kesatuan RI,” tegasnya. (ant/mkf)