Warta

PBNU Minta Gus Dur Kurangi Perannya di PKB

NU Online  ·  Jumat, 25 April 2008 | 09:53 WIB

Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai, konflik yang melanda Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) salah satunya akibat peran Ketua Umum Dewan Syura DPP PKB KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) terlalu besar. Karena itu, Gus Dur sebaiknya mengurangi perannya di partai berlambang bola dunia dan sembilan bintang itu.

Pendapat tersebut dikemukakan Ketua PBNU Ahmad Bagdja kepada wartawan di sela-sela Halaqah Pra Muktamar Luar Biasa (MLB) PKB kubu Ketua Umum Dewan Tanfidz Muhaimin Iskandar, di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Jumat (25/4).<>

Halaqah bertajuk “Selamatkan Politik NU untuk Bangsa: Menangkan Pemilu 2009” itu juga dihadiri Muhaimin Iskandar. Tampak pula pejabat teras PBNU, antara lain Mustofa Zuhad (Ketua), Taufiq R. Abdullah (Wakil Sekretaris Jenderal) dan Ketua Pengurus Wilayah NU DKI Jakarta Muhidin Ishak.

Bagdja yang juga salah satu deklarator PKB mengakui, peran Gus Dur selama ini terlalu besar dan melebihi wewenangnya sebagai ketua umum Dewan Syura. Akibatnya, segala permasalahan partai, baik dalam ukuran kecil atau besar, Gus Dur ikut turun tangan. “(sebab konflik PKB) salah satunya karena di dalamnya ada peran-peran dominan. Ya, kita tahu semua, itu Gus Dur,” tandasnya.

Menurut dia, alangkah lebih baiknya, Gus Dur yang juga mantan presiden lebih memperhatikan dan mengutamakan persoalan-persoalan bangsa yang jauh lebih besar dari sekadar partai politik. Baginya, PKB merupakan bagian yang terlalu kecil untuk diurus oleh seorang Gus Dur.

“Gus Dur itu orang besar, tokoh besar. Banyak masalah-masalah besar bangsa yang perlu perhatian Gus Dur, seperti halnya persoalan hubungan antarumat beragama, perdamaian, pluralisme, kemanusiaan, dan sebagainya,” ujar mantan ketua umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia itu.

Namun demikian, ia menegaskan bahwa peran Gus Dur yang terlalu besar bukanlah satu-satunya faktor konflik di tubuh PKB selama ini. Menurutnya, pengkaderan di partai juga menjadi masalah. Ia menjelaskan, selama ini proses rekrutmen kader tampak tidak jelas.

“Jangan hanya karena alasan kedekatan, kemudian ada seseorang yang bisa masuk dan menjadi pengurus partai. Jangan juga karena ada orang yang punya uang banyak, maka ia bisa menjadi kader atau pengurus,” ucap Bagdja mengingatkan. (rif)