Warta

PBNU Minta Pemimpin Tak Hanya Bermain Retorika

NU Online  ·  Jumat, 9 Juli 2010 | 10:21 WIB

Jakarta, NU Online
Rais Syuriyah PBNU KH Masdar F Mas’udi meminta pemimpin negeri ini tak hanya bermain retorika atas berbagai permasalahan yang melanda yang sampai sekarang tak terselesaikan dengan baik seperti adanya korupsi, kekerasan atau terkuaknya skandal mesum.

“Pemimpin memang harus mematuhi hukum, tetapi harus mampu melampuai hukum agar esensi hukum berupa keadilan dan ketertiban bisa ditegakkan,” katanya ketika menerima rombongan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) di gedung PBNU, Jum’at (9/7).<>

Ia menganalogikan Indonesia saat ini seperti kemacetan di lampu merah, untuk mengurai hal ini, polisi harus bisa mengurainya dengan kebijakan tersendiri, baru ketika semua sudah lancar, aturan lampu merah diterapkan kembali.

Dikatakannya, kasus kekerasan yang dilakukan oleh FPI di Banyuwangi baru-baru ini juga tidak ada upaya penyelesaian dengan baik oleh pemerintah. “Belum ada tindakan kongkrit dari pengambil keputusan, hukum hanya jadi retorika, kita kaya UU, tapi tak ada impelentasi,” tandasnya.

Demikian pula menyangkut kasus rekening gendut Polri yang dimunculkan di majalah Tempo yang membikin fihak kepolisian tersinggung. Ia berpendapat seharusnya rakyat yang tersinggung.

Untuk memunculkan kesadaran massif atas berbagai masalah ini, diperlukan waktu yang lama, karena itu keberanian para pemimpin dapat menjadi kekuatan untuk mempercepat tejadinya perubahan.

Sementara itu Bambang Widjojanto melihat kecenderungan belakangan ini, kritikan kepada fihak lain dibalas dengan kekerasan, seperti yang menimpa aktifis ICW Tama S Langkun.

Selain itu, ia menilai, saat ini terdapat kesalahan sistemik dalam upaya pemberantasan korupsi, khususnya dalam hubungan antara Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Setiap tahunnya PPATK melaporkan transaksi yang mencurigakan ke polisi, tetapi ketika ada dugaan sebagian transaksi ini menyangkut pejabat Polri, tak ada tindak lanjut dari institusi ini. Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang diharapkan mampu mendeteksi penyalahgunaan juga tak bisa melakukannya.

“Sistem yang dibangun tak mampu mengatasi persoalan yang ada,” terangnya.

Jika dilihat lebih jauh, adanya tindakan kriminalitas terhadap para aktifis perlu dibaca dari sudut pandang konstitusi, bukan sekedar tindakan kriminalitas biasa, tetapi pentingnya rasa aman bagi seluruh warga negara.

“Karena itu, perlu dilakukan audit terhadap sistem keamanan untuk menumbuhkan rasa aman,” tandasnya. (mkf)