Pendidikan Kesetaraan Jembatan Santri yang Tak Sempat Sekolah Formal
NU Online · Jumat, 16 Februari 2007 | 02:39 WIB
Pendidikan Kesetaraan Jembatan Santri yang Tak Sempat Sekolah Formal
Magelang, NU Online
Program pendidikan keseteraan bermanfaat menjembatani para santri yang tidak sempat sekolah di jalur pendidikan formal untuk mendapatkan pendidikan tingkat SD hingga SLTA, kata Pengasuh Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam Tegal Rejo Kabupaten Magelang KH Muhammad Yusuf Chudlori.
"Program pendidikan ini mudah mereka jangkau sehingga menguntungkan kalangan santri," katanya di Magelang, Kamis, saat berbicara pada Seminar Sosialisasi Program Pendidikan Kesetaraan kerja sama Institute for Research and Community Development Studies (IRCOS) denga<>n Direktorat Pendidikan Kesetaraan Departeman Pendidikan Nasional.
Menurut dia, pelaksanaan program pendidikan kesetaraan menyesuaikan dengan jadwal santri. Saat libur Hari Jumat atau masa liburan lainnya mereka bisa mengikuti program itu dan tidak kehilangan jadwal wajib belajar atau mengaji yang ditetapkan ponpes.
Selain itu, katanya, program itu bisa diselenggarakan di ponpes tempat santri belajar dengan penyelenggara pendidikan tidak harus pemerintah. Pihak ponpes, Lembaga Swadaya Masyarakat atau yayasan tertentu bisa menjadi penyelenggara program tersebut.
"Tentunya sepanjang pelajaran yang diajarkan tidak menyimpang dari perundang-undangan. Ketentuan seperti ini bermakna positif dan mengandung unsur pendidikan untuk semua, tanpa membedakan peserta didik, dan martabat peserta program pendidikan kesetaraan sama dengan peserta pendidikan formal. Karena sama-sama berhak memperoleh ijazah yang diterbitkan negara," katanya.
Ia mengemukakan, program pendidikan kesetaraan tetap dapat dijalankan sesuai dengan visi dan misi ponpes. Pihak ponpes tetap mempunyai kemerdekaan menyelenggarakan pendidikan formal dalam koridor visi dan misi pesantren.
"Pesantren bisa mengukur diri sejauh mana dan bagaimana harus menyelenggarakannya. Pemerintah harus memahami bahwa pesantren memiliki karakteristik-karakteristik sendiri yang memerlukan perlakukan berbeda di masing-masing ponpes, tidak semua pesantren dapat digeneralisir dengan harus melakukan satu metode pengajaran tertentu," katanya.
Program pendidikan kesetaraan, katanya, sebagai terobosan baru yang mampu menempatkan pesantren untuk berkompetisi secara terbuka dengan pendidikan formal. Sebab, katanya, pokok proses belajar mengajar bukan kewajiban melaksanakan mekanisme tertentu, tetapi bagaimana kualitas peserta didik kelak. Karena itu penyelenggara pendidikan kesetaraan wajib menjaga kualitas peserta didik dan tidak boleh semata-mata mengejar perolehan ijazah bagi peserta didiknya.
Direktur Pendidikan Kesetaraan Departemen Pendidikan Nasional Ella Yulaelawati mengatakan, pesantren cocok sebagai sasaran pelaksanaan program pendidikan kesetaraan.
"Pesantren sudah mempunyai pendidikan kepribadian, profesional dan keterampilan, jadi tinggal sentuhan pengetahuan akademis, hasil pendidikan nonformal dihargai sama dengan pendidikan formal. Pendidikan kesetaraan mencegah anak putus belajar, putus sekolah boleh tetapi tidak boleh putus belajar," katanya.
Anggota Komisi X DPR RI Saidah Sakwan mengatakan, pendidikan kesetaraan menjadi jalan keluar bagi para santri yang disebutnya sebagai mutiara pesantren untuk menikmati pendidikan di perguruan tinggi.
"Ijazah yang mereka peroleh bisa untuk melanjutkan menempuh pendidikan di perguruan tinggi," katanya. (ant/mad)
Terpopuler
1
40 Hari Wafat Gus Alam, KH Said Aqil Siroj: Pesantren Harus Tetap Hidup!
2
Mendaki Puncak Jabal Nur, Napak Tilas Kanjeng Nabi di Gua Hira
3
Waktu Terbaik untuk Resepsi Pernikahan menurut Islam
4
Mulai Agustus, PBNU dan BGN Realisasikan Program MBG di Pesantren
5
Terima Dubes Afghanistan, PBNU Siap Beri Beasiswa bagi Mahasiswa yang Ingin Studi di Indonesia
6
Eskalasi Konflik Iran-Israel, Saling Serang Titik Vital di Berbagai Wilayah
Terkini
Lihat Semua