Warta

Pengelolaan Wakaf di Indonesia Memprihatinkan

NU Online  ·  Rabu, 24 Juni 2009 | 14:27 WIB

Jakarta, NU Online
Saat ini pengelolaan dan manajemen wakaf di Indonesia masih memprihatinkan. Akibat pengelolaan buruk, cukup banyak harta wakaf terlantar bahkan ada yang hilang.

"Salah satu penyebabnya adalah umat Islam pada umumnya hanya mewakafkan tanah dan bangunan sekolah, karena para pemberi wakaf kurang memikirkan biaya operasional sekolah dan nazhirnya (pengelola wakaf) kurang profesional," kata Sekretaris Dewan Pakar Masyarakat Ekonomi Syariah, Uswatun Hasanah di Jakarta, Rabu (24/6).<>

Oleh karena itu, kajian mengenai manajemen pengelolaan wakaf sangat penting, kata Uswatun, menjelaskan. "Kurang berperannya wakaf dalam memberdayakan ekonomi umat di Indonesia, karena wakaf tidak dikelola secara produktif," katanya.

Uswatun menuturkan bahwa untuk mengatasi masalah tersebut, maka wakaf harus dikelola secara produktif dengan menggunakan manajemen modern. "Dengan demikian hasilnya benar-benar dapat dipergunakan untuk kesejahteraan umat tersebut, untuk membangun perumahan rakyat," ujarnya.

Selanjutnya, untuk mengelola wakaf secara produktif, Uswatun menjelaskan ada beberapa hal yang perlu dilakukan selain memahami konsep fikih wakaf dan peraturan perundang-undangan. "Nazhir harus profesional dalam mengembangkan harta yang dikelolanya, baik benda wakaf itu berupa benda tidak bergerak maupun bergerak," katanya.

Disamping itu, untuk mengembangkan wakaf secara nasional, diperlukan badan khusus yang mengkoordinasi dan melakukan pembinaan nazhir, kata Uswatun, menambahkan. Saat ini di Indonesia sudah dibentuk Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai pemberi amanah yang mengelola wakaf.

Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah tanah wakafnya cukup banyak. Berdasarkan data yang ada di Departemen Agama pada bulan Maret 2008 di Indonesia terdapat 430.766 lokasi tanah wakaf dengan luas 1,615 miliar meter persegi.

"Sayangnya, tanah yang begitu luas tersebut tidak dikembangkan secara produktif, sehingga wakaf yang seharusnya dapat membantu masyarakat untuk meningkatkan kehidupan perekonomian umat, tidak tercapa" katanya. "Justru sebaliknya, yakni menjadi beban masyarakat baik dari segi pemeliharaan maupun dari segi permasalahan yang muncul," tandas Uswatun. (ant)