Warta

Perlu Reorientasi Gerakan PMII

Sen, 10 Maret 2008 | 12:02 WIB

Jakarta, NU Online
Perubahan yang terjadi di dunia maupun kondisi di Indonesia harus disikapi oleh PMII dengan merubah orientasi gerakan dan paradigmanya agar tetap bisa bertahan dan diterima oleh kalangan mahasiswa.

Demikian pendapat dari Mantan Ketua Umum PMII Syaiful Bahri Anshori terhadap PMII yang akan menyelenggarakan kongres ke XIV di Batam 17-21 Maret mendatang. “PMII harus mampu menjadi pasar swalayan yang memenuhi kebutuhan banyak fihak,” katanya.

<>

Wasekjen PBNU ini menjelaskan, pada era Orde Baru, PMII bersikap kritis terhadap pemerintah dan banyak melakukan advokasi kepada masyarakat yang kala itu tertindas. Namun, dengan adanya demokratisasi dan keterbukaan, PMII harus menyiapkan kader-kadernya agar tetap militan dengan diiringi profesionalisme untuk menduduki posisi-posisi strategis seperti di berbagai komisi pemerintahan atau menjadi seorang enterpreneur.

Untuk itu, PMII juga harus memasuki ruang baru diluar basis kulturalnya di kampus-kampus IAIN dengan membuat program yang cocok buat mereka. “Kita harapkan agar kongres ini tidak bersifat politicking, tetapi apa kebutuhan PMII ke depan, lalu programnya bagaimana, baru kira-kira yang cocok memimpin siapa. Tidak karena faktor like and dislike,” tandasnya.

Tampilkan Islam yang Sejuk

Sebagai sebuah gerakan mahasiswa yang membawa label “Islam”, Syaiful berharap agar PMII juga membawa Islam yang sejuk yang selama ini menjadi kebutuhan bagi mahasiswa, terutama di kampus umum.

Dikatakannya, dalam 15 tahun belakangan ini, PMII lebih dekat dengan arus baru pemikiran Islam yang kekiri-kirian dan liberal seperti yang dibawa oleh Hassan Hanafi, Al Jabiri dan lainnya yang kadang malah membingungkan bagi mahasiswa di kampus umum yang menginginkan materi-materi keislaman seperti pengajian, banzanji dan lainnya.

Pada akhirnya, banyak mahasiswa yang lari kepada organisasi yang menyediakan forum pengajian sehingga mereka menguasai masjid dan musholla di kampus sementara PMII sendiri kurang diminati. “Perlu konseptualisasi Islam yang pas,” ujarnya. (mkf)