Warta

PKB Dikritik sebagai Partai Keluarga

Kam, 17 Januari 2008 | 08:17 WIB

Jakarta, NU Online
Partai Kerbangkitan Bangsa (PKB) dikritik sebagai partai keluarga. Para kader penting yang loyal dalam partai ini tidak mendapatkan ruang politik yang leluasa. Bahkan beberapa di antaranya memilih keluar dari partai yang kelahirannya dibidani oleh organisasi Nahdlatul Ulama ini.

Demikian dalam diskusi terbuka bertema “PKB, Benarkah Partai Keluarga?” yang diadakan oleh Jaringan Pemuda Kebangkitan (JPK) di ruang pertemuan gedung PBNU, Jakarta, Kamis (17/1). Hadir sebagai pembicara mantan anggota Tim Asistensi Pendirian PKB H Kholiq Ahmad dan pengamat politik Indra J Piliang.<>

Kholiq Ahmad menyayangkan keluarnya Rieke (Oneng) Diah Pitaloka dan beberapa kader terbaik partai berlambang bola dunia itu. Dikhawatirkan suara PKB dalam pemilu 2009 mendatang semakin berkurang.

Pada pemilu 1999 PKB mendapatkan 13,3 juta suara atau 12% dari jumlah suara sah, sementara dalam pemilu 2004 lalu suara yang diperoleh PKB berkurang menjadi 11,9 juta atau 10,5%.

Dari sisi representasi wilayah, PKB juga semakin terpuruk. Pada 1999 PKB memeroleh 51 kursi mewakili 13 provinsi dari 27 provinsi yang ada, sementara pada pemilu 2004 PKB mendapatkan 52 kursi hanya di 10 provinsi dari 33 jumlah provinsi yang ada.

“Penurunan suara itu faktual. Maka pertanyaannya bukan apakah PKB itu partai keluarga, tapi PKB itu partai nasional atau bukan,” kata Kholiq.

Hal lain yang disorot adalah soal kerenggangan hubungan antara PKB dengan NU secara organisatoris. “Dulu hubungan NU dengan PKB luar biasa harmonis, sekarang tidak lagi,” kata Kholiq.

Pengamat politik Indra J Piliang mengatakan, PKB pada awal mula berdirinya ingin lebih besar dari NU dengan menampung suara dari luar warga Nahdliyyin, namun kenyataannya justru berbalik, PKB tidak menjadi pilihan semua warga NU.

Persoalan penting di tubuh PKB, menurut Indra, adalah kegagalan dalam proses komunikasi di tubuh partai ini. Beberapa orang yang memegang peran penting justru memilih keluar dari partai ini.

Selain itu PKB dinilai kurang aktif dalam menyikapi berbagai persoalan bangsa yang sedang berkembang. Ketua Dewan Syuro DPP PKB KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang dulu aktif merespon beberapa persoalan kebangsaan justru bersibuk dengan urusan kecil-kecil di tubuh partai seperti dalam momen pemilihan kepala daerah.

“Dulu didirikan WI untuk mengeluarkan Gus Dur dari pentas politik, mengurusi masalah kebangsaan, tapi dalam perjalannannya justru WI sekarang yang mengurusu PKB. Ini malah kebalik-balik,” katanya.(nam)