Warta

Politik Praktis Cerai-Beraikan Kiai NU

Sen, 10 Maret 2008 | 09:40 WIB

Pamekasan, NU Online
Politik praktis seakan jadi dunia baru bagi para ulama dan kiai Nahdlatul Ulama (NU). Namun, keberadaannya justru mencerai-beraikan ikatan persaudaraan para kiai NU. Para kiai NU lupa akan fungsinya pada bidang pemberdayaan dan pendidikan masyarakat.

Demikian dikatakan Masmuni Mahatma, penulis buku NU 2 Versi, dalam bedah bukunya di gedung SMKN 3, Pamekasan, Madura, Jawa Timur, Ahad (9/3) kemarin.<>

“Buktinya, antarkiai terlihat bersitegang lantaran membela partai politiknya masing-masing. Akibatnya, NU sebagai payung besar organisasi yang dihuni sebagian besar kiai, nyaris tinggal namanya saja,” ujar Masmuni.

Menurutnya, para kiai NU yang aktif di politik praktis melalaikan tugasnya semula pada penndidikan. Selain itu, aktivitasnya di dunia itu dinilai tidak profesional. Akibatnya, masyarakat kehilangan panutan di bidang pendidikan.

Ia menjelaskan, kaum muda NU saat ini gelisah dengan tampilan sosok NU di era terdahulu. Kini, saat politik begitu bebas bergerak dan dianut sebagian besar tokoh Nahdliyin.

Pria asal Sumenep itu ingin, para tokoh NU kembali memikirkan organisasi dan umatnya. Apalagi, pendiri NU di era lalu bersusah-payah membangun dan membesarkan NU. “Jujur saja, ada yang ingin manfaatkan NU sebagai ‘kuda tunggangan’ politik,” katanya.

Panelis, Zayyadus Zabidi, menilai, buku itu merupakan ungkapan kegelisahan kaum muda NU. Karena, praktik tokoh NU dinilai menyerempet politik. Akibatnya, substansi NU sebagai kekuatan organisasi berbasis kultural bergeser fungsinya.
 
NU, dalam pandangan kaum muda, menurut Zayyadus, dijadikan alat pengumpul massa bukan untuk kepentingan NU. Melainkan, sebagian tokoh memanfaatkan NU sebagai kendaraan politik.

Tapi, ia menilai, hal yang ditulis Masmuni benar. Karena itu, dia minta kaum Nahdliyin bersama-sama menempatkan NU kepada tempat semula. “Buku ini sebentuk refleksi untuk masa depan Nahdliyin,” paparnya. (jp/sbh)