Warta

Pondok Istigfar Kumpulan Preman Insyaf

Sen, 8 Agustus 2011 | 03:28 WIB

Semarang, NU Online
Pondok Pesantern Istigfar ‘Tombok Ati’ yang dipimpin oleh Muhammad Kuswanto (Gus Tanto) ini memang unik jika dibandingkan dengan pondok pesantren kebanyakan. Bagaimana tidak unik, awal mula berdirinya pondok ini justru berawal sebagai tempat rehabnya para preman yang ada di lingkungan Perbalan Purwosari Kecamatan Semarang Utara.

Sebelum menjadi  pondok, kegiatan yang diasuh Gus Tanto ini hanya berupa perkumpulan yasinan dan tahlilan, namun tak jarang juga Gus Tanto dan jamaahnya dipanggil untuk acara tahlilan dan yasinan di kampungnya.
<>
Hingga sekarang pesantren Istigfar yang diresmikan 2005 silam diatas tanah seluas 250 m2 yang awalnya hanya bangunan mangkrak yang tidak dilanjutkan pembangunannya oleh pemiliknya menjelma menjadi pondok tempat preman yang berniat inyaf.

Dikatakan Gus Tanto dirinya ingin sekali mengubah kebiasaan buruk sebagian warga Perbalan Purwosari yang terkenal doyan mabuk-mabukan dan preman. “Saya sedih melihat keadaan ini, dimana pemuda Perbalan Purwosari begitu sulit menembus dunia kerja karena di KTP-nya tertera Perbalan Purwosari dan juga begitu ditakuti oleh warga dari luar,” ujarnya begitu berniat merubah Perbalan Purwosari agar menjadi daerah yang kondusif.

Gus Tanto tergugah untuk berdakwah di jagad gelap, di tengah para preman. Lelaki berambut gondrong ini pun mengembara. Dia berguru kepada kiai-kiai utama yang tersebar di Pulau Jawa, mulai dari Banten sampai Banyuwangi untuk mencari strategi jitu agar bisa menebar dakwah di kalangan preman.

Berawal dari tahun 1988, Gus Tanto yang sedari kecil sudah bisa mengaji, mencoba menularkan kebiasaan mengajinya kepada pemuda setempat tanpa harus menggurui dan memaksa pemuda kampungnya.

Cara pria berambut panjang yang hobi mengenakan pakaian serba hitam tanpa alas kaki kalau kemana-mana ini dalam mengajak pemuda kampungnya menuju kebaikan begitu sederhana, yaitu dengan cara mencontohkan, seperti menjalankan sholat 5 waktu, sholat sunat, mengaji dikala berkumpul.

Kemudian dia mulai melakukan pembinaan terhadap preman. Untuk menyelami lebih dekat kehidupan para preman, dia menyambangi tempat perjudian, diskotek, dan lokasi pelacuran. Dia juga aktif di ring tinju.

“Dari situ lah saya mulai melakukan pendekatan, diantara mereka yg ikut berkumpul memang masih ada yang membawa minuman, bagi saya itu tak masalah, saya tak lantas memarahi atau menghardik mereka. Kalimat-kalimat ringan saja yang saya lontarkan kepada mereka, tanpa saya sadari mereka merespon dan ada yang berkata saya masih kotor, paling tidka kalimat mereka begitu jujur dna masih ada keinginan untuk bersih,” tuturnya ayah Husein Tito Nurkholis (18), Amalia Zulva Nilasari (12), dan Najwa Ayu Khusnul Khotimah (3) itu.

Karena belum memiliki mushola sendiri, maka kegiatan pengajian bersama atau disebut dengan istilah mujahadah dilakukan secara nomaden atau berpindah-pindah. Agar lebih fokus dan tidak berpindah tempat, Gus Tanto mulai mencari tempat yang nantinya bisa digunakan menjadi pondok dan mushola.

Kebetulan ada bangunan mangkrak di daerah dekat Purwosari, setelah bertemu pemiliknya dan menyampaikan niat saya, dia bersedia menjual lahan tersebut, padahal lahan itu sudah pernah ditawar hingga 100 juta tapi tidak diberikan. Alhamdulilah meskipun pembangunannya sambil jalan akhirnya jadi, pemilik begitu tersentuh mendnegar niat saya, ketika membeli tanah tersebut,” jelasnya.

Serba Unik

Keunikan yang dimiliki Pondok Istigfar diantaranya sekilas melihat bangunan tersebut kita pasti heran dan bertanya-tanya, apa benar ini mushola? karena di depan bangunan tersebut dihias dengan kerlipan lampu penjor.

Menurut Gus Tanto kerlipan lampu penjor tersebut untuk menarik perhatian warga untuk datang ke tempat ibadah, mengingat dulunya kawasan Purwosari Perbalan merupakan kawasan preman. Selain lampu penjor yang menghiasi bangunan depan juga terdapat kepala naga. yang memiliki filosofi naga diibaratkan hewan terkuat di spesies ular, memiliki skill kuat serta power yang hebat. biasanya orang yang adikuasa sudah tidak mau mendengar kelebihan dan kekurangan orang lain.

“Mereka hanya mengandalkan IQ saja, padahal IQ memiliki keterbatasan tidak bisa diandalkan sehingga harus diimbangkan dengan hati atau ESQ atau kepribadian. arrahman (akal IQ) dan arrahim (akal ESQ) harus seiring sejalan,” katanya.

Sehingga sengaja kepala naganya dipotong artinya boleh jadi orang atau pemimpin besar tapi kepribadiannya harus benar, harus dikuatkan dengan kepribadian. Kemudian diantara dua naga ditengah-tengahnya ada ornamen goresan tulisan Alquran innasholati wanusuki wamahyaya wamamati lilahirobbilalamin, kalimat ini merupakan filosofi hidup yang mencerminkan rukun Islam, ada lima yang pertama syahadat, sholat, puasa, zakat, haji.

Selain itu, keunikan lainnya bila kita masuk ke mushola serta ruangan di samping mushola yang digunakan untuk jamaah wanita saat ramadhan yakni ada lampu disko. “Semua ini fatamorgana dari semua warna yang ada di lampu disko itu, namun hanya ada satu sinar putih. ini berarti harus mengutamakan kebersamaan masalah keyakinan masing-masing,” imbuhnya.

Di dinding depan mushola terdapat tulisan wartel akhirat dengan nomor 042443, nomor ini bearti 0 kita sebelum menghadap yang kuasa harus membersihkan hati dan pikiran, sedangkan 42443 itu melambangkan jumlah rakaat pada sholat lima waktu yang wajib dilaksanakan umat Islam tiap hari. yakni sholat Isya, subuh, dhuhur, ashar, maghrib.

Untuk Bulan Ramadhan kegiatan selain sholat Tarawih juga dilakukan tadarusan usai Tarawih dan sholat Subuh serta pengajian anak-anak yang dilakukan usai Ashar hingga menjelang berbuka puasa.

Selain keunikan itu ada keunikan lain yang terlihat nyata di diri Gus Tanto, rambut panjang yang sudah dipeliharanya sejak tahun 1988, mengenakan pakaian serba hitam dengan kaos dalam hitam, penutup kepala hita dan tidak mengenakan alas kaki kemanapun dirinya melangkah, termasuk saat ke luar negeri.

“Saya ingin membumi, saya dari dulu hingga sekarang kemanapun pergi, ke Ausralia, Mekah, tidak pernah menggunakan alas kaki. Bahkan sewaktu saya dan anak saya masuk mall, semua pelayan memandang kami sebelah mata. Tapi Alhamdulillah anak-anak saya begitu mengerti dan tahu tujuan saya,” ujarnya tersenyum.

Redaktur    : Mukafi Niam
Kontributor: ichwan/Lissa