Tidak ada satu pun di antara kedua metode tersebut yang lebih kampungan. Kedua-duanya tetap aktual dan relevan untuk dilaksanakan. Demikian dinyatakan oleh KH A Ghazalie Masroeri, Ketua Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kepada NU Online, beberapa waktu lalu.<>
Hal ini dinyatakan menyangkut adanya tuduhan ambivalensi (dualisme/ketidakfokusan) metode yang digunakan oleh NU untuk menetapkan jatuhnya Idul Fitri.
”Justru di sinilah letak kemoderatan NU, karena ada kelompok yang hanya menggunakan hisab tanpa melalui pembuktian lapangan dengan rukyah. Sementara kelompok lain ada yang beranggapan, rukyah sebagai satu-satunya cara menentukan kemunculan hilal tanpa bersedia mengakui keabsahan hisab,” terangnya.
Karenanya, PBNU sendiri akan mengadakan rukyatul hilal di 55 titik yang strategis dari Sabang sampai Merauke dengan melibatkan 99 pelaksana rukyat bersertifikat di samping para alim ulama ahli rukyah dan ahli hisab di tiap-tiap titik tersebut pada saat Matahari terbenam pada tanggal 29 Ramadhan 1429 H, bertepatan dengan 29 September 2008.
”Sementara itu, tim hisab falakiyah PBNU juga telah menghitung posisi hilal pada saat-saat menjelang pergantian bulan, jadi jangan dikira rukyatul hilal adalah bentuk kekolotan para ulama. Karena baik rukyah maupun hisab telah sama-sama digunakan sejak zaaman kuno hingga saat ini,” tandasnya. (min)
Terpopuler
1
Jadwal Puasa Sunnah Sepanjang Agustus 2025, Senin-Kamis dan Ayyamul Bidh
2
Khutbah Jumat: Meyongsong HUT RI dengan Syukur dan Karya Nyata
3
Upah Guru Ngaji menurut Tafsir Ayat, Hadits, dan Pandangan Ulama
4
Khutbah Jumat: Rawatlah Ibumu, Anugerah Dunia Akhirat Merindukanmu
5
Pakar Linguistik: One Piece Dianggap Representasi Keberanian, Kebebasan, dan Kebersamaan
6
IPK Tinggi, Mutu Runtuh: Darurat Inflasi Nilai Akademik
Terkini
Lihat Semua