Usaha perajin Sarung Samarinda kini "terseok-seok" karena menghadapi persaingan dagang begitu ketat akibat membanjirnya sarung yang sama dari luar daerah yang dibuat menggunakan mesin.
Kini pekerjaan sebagai penenun secara perlahan ditinggalkan sehingga kini umumnya penenun adalah orang-orang tua. Hambatan mereka yang lain adalah harga bahan baku sutera dari China yang terus melambung sehingga perajin kesulitan menentukan harga.<>
Sejumlah perajin sarung itu di Samarinda, Jumat mengaku kini seperti mati segan hidup tak mau, karena masih bertahan menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM) namun kini harus menghadapi dengan membanjirnya sarung dengan motif sama hasil produksi mesin atau pabrik.
Begitu masuk sebuah Gang Petenunan di Samarinda Seberang maka terdengar bunyi kayu beradu dari suara ATBM menandakan sebagian perajin masih bekerja menenun secara tradisional. Para perajin Samarinda masih bertahan menggunakan ATBM yang mereka sebut sebagai "gedokan".
Para pengusaha mengharapkan pemerintah daerah setempat bisa membantu agar bisa bertahan. Para perajin itu butuhcmodal serta dukungan sektor kepariwisataan dalam "mengemas" kawasan itu benar-benar menjadi sebuah objek wisata budaya, karena terdapat ratusan perajin Sarung Samarinda.
(min)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Refleksi Kemerdekaan, Perbaikan Spiritual dan Sosial Menuju Indonesia Emas 2045
2
Prabowo Klaim Selamatkan Rp300 Triliun APBN, Peringatkan Risiko Indonesia Jadi Negara Gagal
3
Khutbah Jumat Bahasa Sunda: Ngeusian Kamerdekaan ku Syukur jeung Nulad Sumanget Pahlawan
4
Taj Yasin Pimpin Upacara di Pati Gantikan Bupati Sudewo yang Sakit, Singgung Hak Angket DPRD
5
Gus Yahya Cerita Pengkritik Tajam, tapi Dukung Gus Dur Jadi Ketum PBNU Lagi
6
Ketua PBNU: Bayar Pajak Bernilai Ibadah, Tapi Korupsi Bikin Rakyat Sakit Hati
Terkini
Lihat Semua