Warta

Setiap Negara Punya Ciri Khas dalam Beragama

Sen, 30 Juli 2007 | 06:24 WIB

Jakarta, NU Online
Setiap negara mempunyai ciri khas dan pengalaman yang berbeda-beda dalam hal beragama. Maka, keinginan mendirikan khilafah Islamiyah atau negara bagi umat Islam sedunia dinilai tidak realistis dan terlalu memaksa.

Demikian disampaikan Ketua Pengurus Pusat Lembaga Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) KH Nuril Huda saat berbicara dalam seminar sehari tentang "Wawasan Kebangsaan Menuju Kokohnya Kesatuan dan Persatuan" yang selenggarakan oleh Ikatan Masjid dan Musholla (IMAMI) DKI Jakarta, di gedung PBNU, Senin (30/7).

<>

Dikatakan Kiai Nuril, Khilafah Islamiyah itu lebih kental nuansa politiknya, daripada aspek keagamaannya. Sementara umat Islam Indonesia sudah merumuskan garis politik yang sudah final, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Para ulama yang mendirikan negara ini menamakan 'darus salam' yang berarti negara atau rumah tangga yang tentram, bukan negara Islam," katanya sembari menjelaskan bahwa kewajiban menjalankan "hukum Allah" sebagaimana tersebut dalam beberapa ayat Al-Qur'an lebih ditujukan kepada "man" atau pribadi-pribadi umat Islam, bukan institusi negara.

"Di dalam Deklarasi Madinah itu Nabi Muhammad SAW tidak pernah menyebut ada negara Islam. Semua orang beragama hidup bersama, dan kalau ada musuh dihadapi bersama," kata Kiai Nuril Huda di hadapan ratusan pengurus masjid dan musholla se-DKI Jakarta.

Namun demikian, Kiai Nuril menegaskan, tanggung jawab pribadi-pribadi warga negara dalam beragama tidak berarti merujuk kepada bentuk negara sekuler yang benar-benar terlepas dari tuntunan agama-agama. "Yang penting saling menghormati ajaran agama masing-masing, dan kita punya salurannya yakni Departemen Agama," katanya.

Ketua IMAMI DKI-Jakarta HM Ihwanuddin DM mengajak umat Islam untuk menjadikan era reformasi sebagai 'starting poin' bagi perubahan yang lebih baik, dan jangan malah menimbulkan keterasingan dari falsafah negara.

"Nilai-nilai kebangsaan yang dibangun dengan susah payah oleh pendiri bangsa jangan sampai hancur oleh hiruk-pikuknya euforia demokrasi dan kebebasan yang bisa berakibat terjadinya disintegrasi," katanya.(nam)